Hanna duduk terdiam di kursi depan mobil Om Deri. Ia menatap jalanan dengan pandangan hampa.
Saat ini Hanna sedang dalam perjalanan mengantar Aira pergi kerja kelompok di rumah temannya. Setelahnya Hanna akan menjaga Papa sendirian di rumah sakit karena Om Deri akan menyusul Tante Rina pergi ke Bandung untuk mengurusi urusan pekerjaannya. Hanna benar-benar merasa lega karena untuk sesaat ia bisa jauh dari Tante Rina.
Ngomong-ngomong sejak beberapa hari yang lalu Hanna masih sedikit mendiamkan Aira. Gadis itu masih sebal dengan sikap seenaknya yang Aira berikan padanya saat di kedai es krim waktu itu.
Seperti tidak merasa bersalah, setelah Hanna keluar dari kedai es krim Aira justru malah memberondonginya dengan berbagai pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi di antara dirinya dan Rozel. Hanna hanya memberikan jawaban kosong untuk tiap-tiap pertanyaan itu.
"Ini belok ke mana, Aira?" tanya Om Deri saat mobil mereka berada di persimpangan jalan.
"Lurus aja, Om. Dikit lagi nyampe kok," Aira yang duduk di belakang sedikit memajukan tubuhnya untuk menunjukkan jalan.
Om Deri menurut, pria itu melajukan mobilnya lurus ke arah depan.
"Ini tempat kerja kelompoknya di rumah siapa, Ra?" tanya Hanna tiba-tiba.
"Gavin."
"Gavin?"
"Iya, Gavin, yang waktu itu Aira pernah kasih hadiah parfum karena badannya suka bau rokok," jelas Aira.
Hanna mengangguk paham. "Oh jadi namanya Gavin, bagus juga namanya," sahutnya datar.
"Anak SMP udah ngerokok?" Om Deri melirik sekilas Aira yang berada di tengah-tengah.
"Aira nggak tau Gavin udah ngerokok atau belum, tapi tiap kali Aira lewatin Gavin, dia baru rokok gitu Om," ujar Aira.
"Hati-hati loh ya, tegur temen kamu itu kalau dia ketauan ngerokok," sahut Om Deri.
"Pasti Om. Gavin itu walaupun keliatannya galak tapi dia bakal takut kalau Aira udah marah," ucapan Aira sontak saja membuat Hanna langsung membuka suara.
"Kok bisa takut sama kamu? Kamu pacarnya ya?"
Mata Aira langsung membulat. "Enggak! Ih Kakak main asal ceplas-ceplos aja."
Hanna mendengus pelan. "Ya kan Kakak cuma nanya, jangan sensi dong."
Om Deri hanya terkekeh pelan mendengar Hanna yang menggoda Aira dengan wajah datarnya.
Setelah beberapa saat Aira menunjukkan jalan rumah temannya yang bernama Gavin itu, mereka sampai di depan rumah besar dengan pagar kayu yang berwarna coklat tua.
"Ini rumahnya?" tanya Om Deri.
Aira mengangguk pelan sambil menatap sekitaran rumah. "Iya, ini rumahnya Gavin, Om."
"Ya udah Aira kerja kelompok dulu ya. Nanti Aira ke rumah sakit naik ojek aja, Kakak nggak usah jemput."
"Emang siapa yang mau jemput kamu?" timpal Hanna yang langsung mendapat decakan pelan dari Aira.
"Udah berhari-hari lewat, masih aja ngambekan," gerutu Aira pelan. Gadis itu kini bergerak membuka pintu. Namun sebelum tangan Aira mencapai tuas, Hanna kembali membuka suara.
"Ra, kalau Kakak numpang toilet dulu boleh nggak ya?" ujarnya menoleh pada Aira.
"Kakak kebelet?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanzel
Teen FictionHanna atau Vandra? Mungkin itu adalah pilihan yang sulit bagi Rozel. Rozel sangat menyayangi Hanna sebagai pacarnya, ia juga menyayangi Vandra sebagai sahabatnya. Namun semua perhatian yang Rozel berikan kepada Vandra jauh melebihi kata sahabat. Hi...