10. Elrond's Vision

111 12 5
                                    

Adar: Father
Naneth: Mother
Meleth-nin: My love
Hir-nin: Prince
Hiril-nin: Princess
Alla: Salam

Jangan lupa vote sebelum membaca

— S E C O N D  C H A N G E—



Kedua berlian biru terbuka kala melodi indah mengalun. Gadis itu memandang sekitar dengan keadaan bingung. Sebab ruangan putih mencekam sebagai penghalang. Kepalanya pening bukan main. Derap kaki membuat sang gadis menoleh ke sumber suara. Wanita anggun dengan surai emas berjalan ke arahnya. Pakaian putih disertai mahkota bangsa elf yang melingkar apik di kepala cantik. Bibir sang gadis terbuka kendati wajah indah itu tersenyum kepada dirinya. Tangan halus yang mengelus lembut pipi sang gadis. Ia menutup mata sembari merasakan sentuhan hangat laksana sinar mentari. Begitu tentram hingga rasanya Annariel dapat melihat Ibunya tersenyum. Setetes liquid bening terjatung dari sanggahan. Wanita itu tersenyum lalu mencium kening Annariel.

Hanya satu kalimat yang dapat gadis itu tangkap.

"Wake up, my darling."

•••••

Sudah hampir seminggu Claire berada di Lake Town. Sedangkan rombongan Oakenshield selain Fili, Kili, dan Bofur telah pergi ke gunung untuk melanjutkan pencarian mereka. Sudah seminggu berlalu pula gadis pualam masih terpejam nyaman dalam tidur. Tilda yang diam-diam melihat raut wajah Claire yang suram menjadi tidak enak. Ia berusaha merawat Annariel dengan semampunya bersama Sigrid dan Bain. Apalagi sang Ayah yang kini terjerat di jeruji bisa tidak dapat membantu mereka. Ini semua salah Walikota yang bodoh, pikir Bain.

Claire terbang dengan Archaius guna mencari bahan makanan selain ikan. Banyak pasang mata yang memincing ke arah sang gadis. Walaupun mereka telah melihat wujud dari orc tapi mereka masih sangat awam untuk melihat langsung sang legenda. Archaius membentangkan sayap besarnya. Kepakan yang kuat mampu menghasilkan angin besar. Bain yang melihat selalu terkagum pada sosok Claire.

Disaat sang gadis bersurai hitam dan ungu itu pergi. Sebuah gejolak muncul dari dalam diri Annariel. Tilda terkejut kala mendapati jari sang gadis yang berkedut. Kili lantas menggenggam jemari Annariel. Mengucapkan kata penyembuh dalam bahasa kurcaci. Beberapa detik kemudian, obsidian sapphire bagai samudera muncul kembali ke permukaan. Diiringi dengan cahaya matahari yang menyorot lembut. Membuat kilauan di area pupil sang gadis. Ia melenguh pelan karena cahaya itu sedikit membuatnya pening. Mengerjap pelan lalu terjengit saat wajah Bofur mendekat.

Perasaan haru meluap begitu saja. Genangan yang ditampung di sudut mata kini meleleh. Bofur panik karena ia mengira bahwa Annariel menangis karena wajahnya yang begitu dekat. Padahal tidak seperti itu faktanya. Sang gadis bahagia karena melihat teman-temannya. Terlebih ada tiga anak yang menggemaskan. Setelah melepaskan kerinduan, ia mulai berpikir kenapa dirinya ada di sini.

Melihat raut bingung dari gadis itu, Bain mencicit. "Gadis bersurai hitam dengan sedikit ungu yang membawamu kemari."

"Claire yang membawamu kemari. Keadaanmu saat itu benar-benar kacau. Bagaimana bisa bagian perutmu terkoyak dengan darah yang mengucur deras?" Tanya Kili dengan sangat khawatir.

Fili pun mengangguk namun menggeleng. "Jika aku jadi Claire. Aku akan menangis sembari menggenggam tanganmu. An, kau berada di ambang kematian. Tidak. Kau benar-benar akan mati saat itu."

Wajah Annariel berubah murung. Ia teringat dengan kejadian disaat dirinya bertengkar dengan gadis elf tersebut. Padahal dirinya yang salah karena meninggalkan Claire. Tapi dengan bodohnya, ia juga tidak bisa melindungi teman yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri. "Ya, aku juga berpikiran seperti itu. Rasanya lambungku hampir pecah."

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang