14. Dale City

80 12 12
                                    

Adar: Father
Naneth: Mother
Meleth-nin: My love
Hir-nin: Prince
Hiril-nin: Princess
Alla: Salam

Jangan lupa vote sebelum membaca

— S E C O N D C H A N G E—


HAH GILA UDAH SETAHUN YANG LALU AKU UPDATE CERITA INI. PARAHHHHHHHHHHH


Annariel memegang dadanya yang tiba-tiba saja terasa nyeri. Rasanya seperti ditusuk jarum lalu diremas oleh tangan kuat. Napasnya menjadi tersendat dan wajahnya pucat bagai mayat berjalan.

Bard tertegun saat melihat kondisi Annariel. "Kau sakit? Kau bisa menaiki hewan itu bersama Claire."

Dengan cepat, gadis itu menaruh jari telunjuk ke depan bibir. Menandakan agar pria itu tutup mulut perihal kondisinya.

Setelah hari-hari dilalui, mereka sampai di kota Dale. Kota Putih di bawah gunung dan di bawah kekuasaan Erebor. Kota yang tertutup salju itu menjadikan kesan misterius di mata para penduduk Lake Town. Annariel menganga saat melihat kota ini pertama kali. Claire yang berada di rombongan belakang terlihat tidak terlalu suka dengan tempat tersebut. Entah kota ini yang ditelantarkan atau karena faktor lain yang membuat gadis elf itu menjadi tidak nyaman. Ia mensejajarkan jalan dengan Annariel. Wajahnya sangat kokoh bagai musim dingin yang bersemayam abadi.

"Aku tidak suka tempat ini." Adu Claire.

Annariel mengangguk ragu. Sejujurnya ia tidak terlalu memusingkan tempat. Karena ini adalah pertama kali dalam hidupnya berada di tempat seperti ini. Tentu saja ia takut, apalagi menghadapi para orc yang seramnya minta ampun.

Banyak ranting kayu berserakan di bawah. Ini menguntungkan mereka untuk membuat api unggun dikala malam hari. Bard memerintahkan kepada semua penduduk untuk mencari tempat beristirahat sementara. Annariel dan Claire berada di tempat yang agak jauh dari penduduk. Claire membuat api unggun. Lagi-lagi jantung Annariel terasa sakit. Ini membuatnya bertanya-tanya.

Ada apa?

Tidak pernah terjadi sebelumnya. Kecuali saat ia ditusuk dengan tombak runcing oleh orc jelek sialan itu.

Malam pun tiba. Archaius melingkari mereka berdua. Mencoba memberikan kehangatan berlebih kepada Tuan dan temannya. Sejatinya Hippogrif merupakan hewan yang tidak pernah akur oleh siapapun. Entah kenapa, ia mau berada dalam radius dekat dengan Annariel. Lagipula, gadis itu hanyalah manusia lemah yang tidak bisa melawan hewan suci seperti Archaius. Gadis itu menoleh. Menatap Claire yang tengah tertidur dengan tenang. Ia berharap semua ini dapat selesai dan kembali pada hutan Lorien yang menenangkan jiwa.

Bagaimana ya kabar orang-orang yang ada di Rivendell? Annariel memang belum mengenal keseluruhan. Tapi, ia dapat merasakan bahwa kasih sayang yang mereka berikan tercipta dengan jelas. Sejujurnya, di dalam relungnya yang paling dalam, ia merindukan rumah. Rindu dengan senyum sang kakak. Ia harap Nial baik-baik saja jika itu tanpa dirinya.

Annariel mengusap surai hitam bercampur ungu milik Claire. "Selamat malam."

••••

"Bard, kau punya air? Ada sepasang anak kembar yang meminta air kepadaku. Tapi, aku tidak punya air." Annariel berjalan menghampiri Bard yang terlihat sibuk mengurus para lansia.

Pria itu menggeleng dengan kening berkerut. "Aku sedang mengusahakan. Di mana Claire?"

"Sedang membantu para wanita untuk membagikan selimut." Annariel membenarkan surainya. Sejak ia tidak sadarkan diri. Ikat rambutnya hilang entah ke mana. Akibat dari hal itu adalah surai hitam panjangnya selalu tidak beraturan.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang