Menikmati depresiku

248 42 7
                                    

Aku lelah..

Aku terlalu lelah, apa yg mati matian ku perjuangkan justru tidak menampakan hasilnya. Aku masih terjebak di sini.

Di dalam depresi ku.

Aku lelah..

Aku ingin menyerah saja, aku ingin mati saja...

Aku..

"Hentikan Kirana!"

Suara seseorang mengagetkanku.

"Siapa?" Tanyaku pada suara seseorang yang terdengar tidak asing, aku mencari sumber suara itu, namun nihil, tidak ada siapapun di dalam ruangan ini kecuali aku.

"Siapa itu tadi!?"

Sayup sayup, suara itu datang lagi, hanya saya sekarang terdengar lebih pelan, persis seperti orang yg sedang berbisik.

"Kamu harus tetap hidup kirana, banyak yang tidak menyukaimu namun bukan berarti semuanya membencimu."

Aku celingak celinguk mencari asal suara tersebut, berharap suara itu memiliki sosok.

Lagi. Tidak ada siapapun disini, hanya aku.

Aku tercenung sebentar. Pikiranku seketika langsung kosong. Beberapa detik kemudian aku kembali sadar.

Entah untuk keberapa kalinya, air mataku kembali turun.

"K-kamu..siapa?" Tanyaku parau.

"Aku adalah apa yg kamu benci."

"Maksudmu?" Tanyaku tak mengerti.

"Aku adalah kamu."

"Kamu selalu membenci diri kamu sendiri, dan itu adalah kebencian terbesar kamu. Tidak bisakah kamu berhenti membenci diri kamu?"

Aku terbelalak dengan pertanyaannya. "A-aku..aku tidak bisa, aku tidak tau caranya, aku tidak tau!"

Aku merangkak ke sudut ruangan sambil menutup telingaku. Berharap suara ini akan segera menghilang.

Aneh. Tidak seperti biasanya..

Biasanya suara suara seperti ini akan memerintahkanku untuk segera mati, atau menyerah saja, tapi kenapa...

Kenapa yang satu ini ingin aku untuk terus hidup? Kenapa?

"Kirana, aku juga lelah."

Suara itu masih terdengar, aku semakin menutup telingaku rapat rapat.

"Kamu tetap bisa mendengarku Kirana, aku ada di dalam diri kamu."

"Kenapa kamu tidak menyuruhku untuk mati saja huh, itu yg biasanya kamu katakan bukan?!" Ucapku marah.

"Tch, ternyata kamu masih saja sama."

Aku diam mendengarkan, baiklah sekarang aku ingin tau apa tujuannya sekarang. Apa maksud dari ucapannya barusan.

"Sebagai diri kamu, aku cuma ingin bilang, aku juga lelah di benci oleh diri kamu sendiri"

"Jika kamu tidak bisa menerima diri kamu, kamu tidak akan bisa menerima orang lain. Sama halnya dengan rasa percaya."

Aku masih diam. Benar, kali ini ucapannya benar benar berbeda dengan suara suara yang datang sebelumnya. Aku menarik nafas dalam dan bertanya..

"Lalu..aku harus apa? Aku sudah tidak kuat lagi."

"Kamu harus bisa menerima, pernah dengar kalau kehidupan itu layaknya air mengalir? Seperti itulah."

"Jadi? Aku harus berhenti atau bagaimana?"

"Kalau kamu berhenti artinya kamu kalah Kirana, kamu tidak mau kalah bukan?"

Aku menggeleng cepat. Aku tidak mau kalah, aku tidak akan kalah dari depresi ku.

"Karena itu, yg harus kamu lakukan sekarang adalah menjalaninya, temukan tujuanmu dengan cara kamu."

"Jalani hidup kamu layaknya air mengalir, rintangan memang akan semakin berat tapi percayalah..kamu bisa melewatinya meskipun itu artinya harus lewat dari celah sempit."

"A-aku rasa aku ti-

"Kamu bisa, tidak ada yg mustahil"

"Tapi, tapi rasanya akan sangat sakit."

"Kalau begitu jangan terlalu di rasakan, abaikan rasa sakit itu, lewati semuanya layaknya kamu sedang menikmati sebuah permainan."

"Hidup itu bukan untuk main main."

"Tapi kehidupan itu selalu mempermainkan kita, oh ayolah! Kau hanya perlu mengontrol permainanya!"

"I lost control"

"ck! Terserah kamu saja! Tapi ingat, kamu tidak boleh mati sekarang!" Ancamnya padaku.

"Apa pedulimu?"

"Tentu saja aku peduli, aku masih ingin makan es krim"

"A-apa? Es krim?" Seriously?

"Aku masih ingin makan es krim, aku masih ingin minum susu, aku masih ingin menonton anime dan drakor kesukaanku. Memangnya bahagia itu cuma bisa di dapat saat kamu tidak punya masalah sama sekali, huh?! Saat kita punya banyak masalah kita masih bisa bahagia kok!"

Aku terdiam, suara diriku yg lain terdengar begitu ngegas.

"Ap-

"AKU BAHAGIA DENGAN HAL ITU, AKU INGIN KAMU TIDAK MERUSAK KEBAHAGIAN KECIL ITU, JANGAN KAMU HANCURKAN ITU KIRANAA!!"

Deg

Setelah berteriak seperti itu seketika itu juga suara tersebut langsung menghilang.

Hening.

"Ap-apa kamu masih disana?" Tanyaku memastikan.

Nihil. Dia benar benar pergi.

Aku menunduk dalam sambil meresapi perkataannya barusan.

Dia bahagia..dengan hal kekanakan seperti itu?

Cih, dasar konyol.

Tunggu

Bukankah dia itu aku? Aku memang suka es krim dan susu, tapi...ah..
Akhirnya pembaca tau, aku memang kekanakan, sialan..tadi aku sempat mengejeknya.

Aku memang senang dengan hal seperti itu, akankah itu artinya aku masih sempat bahagia walaupun aku tau aku ini tak lebih dari orang yang merasa depresi?

Benar...aku terlalu sibuk dengan masalahku, aku terlalu sibuk dengan depresi ku, aku terlalu sibuk memikirkan caraku agar bisa bebas. Padahal...

Hiks..

Aku menangis lagi.

Dia benar. Aku harusnya bisa bahagia walaupun aku masih terjebak dalam lorong tanpa ujung.

Toh, para tahanan penjara pun masih bisa tertawa walaupun mereka tau mereka akan terus mendekam disana seumur hidup.

Jika melawan depresi sangat susah dan melelahkan, kita hanya perlu menikmati semuanya. Toh, pada akhirnya..tanpa sadar kita bisa melewati semuanya. Selayaknya air. Benar.

Kenapa aku baru sadar sekarang?

****






DEPRESITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang