Bismillahirrahmanirrahim. Selamat siang, pagi, sore, malam, dsb, kapanpun kalian membaca cerita ini. Sesuaikan dengan waktu dan tempatnya masing-masing.
Sebelumnya, Pida ucapkan syukur kepada Allah yang telah memberikan kesempatan pada gadis berpikiran cabang-cabang seperti ini. Hingga cerita terbaru kembali hadir.
Banyak pihak pun turut Pida ucapkan terima kasih. Sebelumnya, Pida mohon do'a dan dukungannya.
Semoga bacaan ini bisa bermanfaat bagi Pida dan juga kita semua.
Happy reading guys ❤️
_______________________
"Laa yukalliful-laahu nafsan illaa wus'ahaa; lahaa maa kasabat wa 'alaihaa maktasabat; Rabbanaa la tu'aakhiznaa in nasiinaaa aw akhtaanaa; Rabbanaa wa laa tahmil-'alainaaa isran kamaa hamaltahuu 'alal-laziina min qablinaa; Rabbanaa wa laa tuhammilnaa maa. Shaadaqallahul 'adzim."
Hilir angin berembus tenang, usai kitab suci Al-Quran tertutup rapi. Pun bibir milik seorang pemuda terkatup rapat.
"Besok kalau murajaah lebih awal, Ta. Kemepetan sama Magrib gini enggak tenang juga 'kan pasti?"
Anggukan kecil diberikan oleh pemuda yang tengah membereskan peralatan mengajinya. Narrayan Tirta Kaldera.
"Mas Abyaz mboten kelas?" tanya Tirta menatap sosok lebih tua dua tahun darinya.
Teman mengaji sekaligus membantu dirinya mengisi kelas di TPQ selepas Magrib nanti.
Gelengan kecil Tirta dapati dari sosok Keandra Abyaz Sarayu. Lantas kembali berfokus pada senja di depan matanya. Enggan melontar pertanyaan sebab cukup paham jika sosok lebih tua tersebut sedang tak ingin beradu argumen.
"Enggak dicariin sama Mas Fairuz kamu, Ta?"
"Enggak. Udah pamitan mau nginep di sini. Kangen sama Ambu. Sama-sama anak-anak panti juga. Kangen Mas Abyaz juga." Di akhir kalimat, Tirta mengudarakan tawa kecil hingga sang empu pun turut tertawa.
"Onok-onok ae bocah sitok Iki," celetuk Abyaz.
Kediri memang tak seramai ibukota Jakarta. Pare pun tak semegah kota kecil lainnya. Namun, di sini. Tirta hidup lebih dari enam belas tahun. Tak terlalu sesak pun harus berdesak-desakan. Cukup lenggang hingga udara senja seperti ini sangat menenangkan. Seolah gravitasi di gubuk kecil yang ada di sudut yayasan, memintanya untuk tetap duduk menikmati senja yang hampir tenggelam di ufuk barat sana.
"Bentar lagi Magrib, balik ke masjid, yuk! Kamu azan, Ta. Semenjak pindah ke rumah Mas Fairuz jadi enggak ada yang azan seenak kamu masa. Kangen kabeh," ujar Abyaz mengalihkan pandangan.
"Ya Allah. Kirain apaan. Bukannya hari ini jadwalnya anak kamar tiga? Siapa itu namanya lupa aku?" Tirta mengingat-ingat jadwal yang dibuat oleh yayasan panti, kendati dirinya sudah keluar dari area.
KAMU SEDANG MEMBACA
N [Open PO]
Teen Fiction⛔⛔⛔ Peringatan keras bagi para pembaca, mohon diperhatikan dengan sepenuh hati, jiwa, dan pikiran. Bila ditemukan unsur kekerasan ataupun kata-kata kasar, dimohon untuk tidak ditiru! Harap pandai-pandai mengambil nikmat dari bacaan. Oke, readers? [...