4. Jodoh ini, pasti!

2K 398 65
                                    

Tekan bintang dulu gaes.

Komen juga ya biar rame 😺

***

"Kalo tau pestanya di tempat terbuka gini Ibu kan ndak bakal repot-repot pakai kebaya! Ini semua gara gara bapakmu, harusnya bapakmu tanya dulu di mana pestanya," omel Hesti sambil berjalan seperti duyung terdampar akibat memakai kebaya ketat. Di sebelah kanannya, Bisma sedang menggandeng lengan Hesti, membantunya berjalan. "Ibu juga jadi susah jalan dan sesak."

"Lah Ibu juga sih pakai korset ketat itu segala. Kan jadi sesak." Prasetyo menanggapi.

"Kalau nggak pakai korset lemak Ibu kelihatan mencla mencle di mana-mana Pak! Piye to Bapak iki. Nggak ngerti blas."

"Jelas nggak ngertilah, Bu. Bapak mana pernah pakai korset. Perut Bapak nih," Prasetyo mengelus perutnya. "Melendung indah. Nggak perlu korset-korsetan. Pede. Byuti is from insaid."

"Wong edan!"

"Duileh, perut one pack, Om," puji Ito yang ikut serta bersama mereka.

"Jelas..." sahut Prasetyo tertawa.

"Podo edane!" gerutu Hesti.

Pesta pernikahan itu memang outdoor party. Diadakan di kebun sebuah hotel dengan sebuah kolam renang bertabur bunga di tengah-tengahnya. Para tamu nampak memenuhi tempat pesta. Sebagian bercengkrama, sebagian antre di meja prasmanan makanan, sebagian lagi antre untuk bersalaman dengan kedua mempelai.

Prasetyo dan Bisma mengenakan kemeja batik lengan panjang dengan motif sama. Siapa lagi yang mengatur biar kembaran begitu kalau bukan Hesti? Hanya ibu-ibu yang bisa. Hesti juga terlihat cantik menggunakan kebaya meski jalannya agak sulit. Hanya Ito sendiri yang mengenakan pakaian modern meski mirip waiter kafe, kemeja putih dengan dasi kupu-kupu hitam. Mereka sedang berada di antrean untuk bersalaman dengan pengantin.

Selesai bersalaman, Hesti masih memegangi tangan Bisma dengan kencang. Ito sudah menghilang entah ke mana sejak melihat sekumpulan wanita bening lewat. Kalau menyangkut cewek, Ito bagai kebo yang dicocok hidungnya. Calon bucin sejati di masa depan.

Mata Hesti celingukan dan melihat ke beberapa wanita yang mengenakan kebaya juga, berkerumun dengan anak anak mereka. Geng emak, nih. Bisma merasakan firasat buruk.

"Kita makan dulu aja, Bu. Ngobrol belakangan," ujar Prasetyo dan tanpa babibu langsung melenggang ke meja hidangan. Bisma baru saja mau mengikuti ayahnya namun Hesti menariknya, langsung berbelok arah.

"Ayo, Bis! Ibu kenalin!" serunya girang.

"Kenalin?"

"Jeng Santi, Jeng Linda apa kabaarrrr?" celoteh Hesti dengan r yang panjang. "Ya ampun ini pasti Rina! Ini Cindy yaa?" Hesti menunjuk beberapa anak gadis yang berada bersama rombongan ibu-ibu itu.

"Baik Jeng Hesti, aduh lama nggak ngobrol kita," sahut mereka riuh padahal seingat Bisma mereka baru saja arisan minggu lalu.

Tanpa tedeng aling-aling, tiba-tiba saja Bisma sudah ditarik ke hadapan mereka bagaikan korban persembahan suku Amazon. "Ini Bisma anak tante...masih bujangan. Ganteng kaaan?"

Bisma merasa malu, sementara di hadapannya wanita-wanita tadi tersenyum geli. Hesti memperkenalkan satu per satu. Bisma terpaksa bersalaman dengan mereka demi kesopanan. Untung saja ia sayang pada ibunya sehingga masih sabar dan tidak marah. Bisma sudah mengerti maksud dan tujuan ibunya. Sudah jelas Hesti iseng-iseng berhadiah, mengobral putranya ke mana-mana, berharap Bisma kecantol dengan salah satu dari anak-anak gadis itu. Sumpah, obsesi ibunya menyangkut kapan Bisma kawin jadi makin meresahkan.

Wedding Proposal (END-isi lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang