Sehari setelahnya, Sisy masih melihat Ray berada di hotel itu. Dia belum juga menyerah. Sisy tentu saja tidak menggubrisnya, meski ia selalu ada di saat yang sama dengan Sisy. Seperti siang ini saat Sisy sedang duduk bersama Karin, Bisma, dan Ito di teras cafe hotel karena Bisma sedang memperlihatkan video gladi resik pernikahan yang sudah rampung, Ray duduk tak jauh dari sana mengawasi mereka dengan tak tahu malu.
"Aku sudah membuat beberapa tulisan panduan di setiap scene dan durasinya juga aku potong-potong dan kupercepat hingga bersisa lima menit aja, jadi pengantinnya nggak bakal banyak makan waktu untuk menonton gladi resik ini," jelas Bisma.
"Nah, itu yang penting. Karena video yang bertele-tele bakal bikin orang males untuk nonton," timpal Karin sambil menyeruput tehnya. "Gimana menurut Ibu?" Ia berpaling meminta tanggapan Sisy.
"Bagus. Udah oke. Kamu bisa hubungi keluarga pengantinnya kapan bisa kita kunjungi untuk presentasi. Kalau bisa hari ini lebih baik lagi."
"Siap, Bu."
"Baidewai, Mbak Sisy. Itu sasaengnya masih setia ngikutin aja," canda Ito. Sisy tak perlu bertanya lebih lanjut siapa yang dimaksud.
"Takut sih enggak. Risih iya," keluh Sisy.
"Sejak kemarin, Bang. Pas kita pulang dari jalan-jalan dia udah nongol aja. Eh, eh tapi dia kayak cemburu gitu. Salah paham kali," tukas Karin.
"Salah paham ama siapa?" tanya Bisma.
Sisy menatap langit-langit. Karin melotot. "Sama siapa lagi? Dia kira Abang deket sama Bu Sisy."
"Hah?" Bisma terkejut tapi tertawa geli.
"Harusnya dia nggak berhak salah paham. Emang dia siapa?" gerutu Sisy.
"Justru kesalahpahaman ini harus terus dilestarikan kalau Mbak Sisy pengen lepas dari dia!" sambar Ito tiba-tiba bagai geledek yang muncul tanpa angin dan hujan.
"Maksudnya gimana?" Sisy mendengarkan serius, meski ragu akan berakhir serius karena yang berbicara adalah Ito.
"Pura-pura aja kalau Mbak Sisy memang ada apa-apa sama Bisma, dong."
"Ish!" Giliran Sisy yang terkejut. "Kamu udah gila ya?"
"Eh, ini ide bagus lho, Bu," dukung Karin.
"Ide bagus apanya?!"
"Mumpung masih di sini sampai kelar nikahan klien, lagi empat hari aja kan?" tandas Ito lagi.
"Iya bener, empat hari cukup meyakinkanlah."
Sisy menghardik mereka berdua. "Kalian ini ya jangan aneh-aneh! Sumpah ini ide paling konyol dan paling cringe yang pernah aku denger. Seandainya aku nggak waras dan nerima ide ini juga Bisma belum tentu mau."
"Bisma pasti mau, tenang aja, Ito yang garansi," Ito menoleh pada Bisma. "Ya nggak, Bis?"
"Boleh boleh aja. Kalau memang aku bisa bantu," tandas Bisma polos.
Sisy ternganga tak percaya sampai tak bisa berkata-kata. Bisa-bisanya Bisma santai menanggapinya.
"Tuh, kan?! Apa Ito bilang! Sekarang udah fix, ayo kita jalankan rencana ini. Nanti untuk bumbu-bumbu penyedapnya serahkan sama Ito dan Karin."
"Bumbu penyedap?" tanya Sisy bertambah bingung.
"Iya, bumbu penyedap. Micin."
***
Tidak menyadari rencana yang akan dijalankan padanya, Ray menunggu dengan percaya diri sore itu di sebuah tempat duduk di mana dia bisa melihat pemandangan lobi hotel sehingga jika sewaktu-waktu Sisy keluar dari lift, ia bisa mengikuti. Ray sudah menanti saat-saat Sisy akan berjalan sendirian, tapi ternyata timing itu sulit ia dapat. Sisy selalu bersama karyawan-karyawan WO-nya. Jika tidak bersama karyawan WO, maka Sisy akan bersama dengan lelaki itu. Lelaki yang menghalanginya di pantai saat sedang merayu Sisy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Proposal (END-isi lengkap)
RomanceBisma, seorang wedding fotografer, tidak ingin menikah karena belum menemukan cinta. Sisy, seorang wedding organizer yang skeptis, tidak ingin menikah karena telah tersakiti oleh cinta itu sendiri. Mereka bertemu dan terpaksa bekerjasama meski kedua...