Entah bagaimana, Sisy mengetahui kalau ternyata Ray memang menginap di hotel itu. Ia melihat Ray saat sarapan. Pria itu sedang menunggu roti bakar di toaster stand. Ray menatap ke arahnya, menyadari kehadiran Sisy, dan tersenyum penuh percaya diri, meski satu matanya berwarna keunguan bekas pukulan Sisy kemarin.
Tahu begini, Sisy tadi memilih sarapan diantar ke kamar saja. Sisy merasa jijik melihat seseorang yang begitu tidak tahu malu seperti Ray. Cepat-cepat Sisy melihat sekeliling mencari Karin yang semalam menginap dengannya. Tapi matanya malah menangkap keberadaan Bisma lebih dulu yang sedang menunggu omelet matang.
Ray sedang berjalan ke arah Sisy dan Sisy spontan berjalan cepat-cepat ke samping Bisma.
"Pagi," sapa Sisy. Bisma menoleh.
"Kamu juga mau omelet?" tanya Bisma.
"Nggak! Gue alergi telor," sahut Sisy.
"Terus?"
"Pura-pura aja kita lagi barengan. Aku males banget berurusan sama dia pagi-pagi gini. Perut masih laper."
"Siapa?" Bisma menoleh ke belakang dan melihat Ray mengawasi mereka dengan tatapan penuh dendam. "Oh."
"Kenapa cuma oh?"
"Terus harus gimana lagi? Ntar jawab panjang-panjang, mataku terancam jadi mata panda. Berabe," canda Bisma.
Sisy berdecak sebal. "Aku nggak mungkin nyerang orang kalau orangnya nggak nyerang aku duluan!"
Koki di depan mereka menyerahkan omelet kepada Bisma. Bisma beranjak dari sana, Sisy mengikuti. Bisma mengambil beberapa jenis makanan lagi serta pudding dan minuman. Sisy juga ikut memilih beberapa makanan lalu ia duduk di meja yang sama dengan Bisma. Bisma melihatnya tapi ia tidak berkomentar atau pun melarang.
"Bis...eh, Mbak Sisy." Ito yang datang membawa piring berisi segunung makanan serta jus, duduk di samping Bisma.
"Selamat pagi semua. Kita jadi makan bareng nih." Karin juga bergabung membawa piring dan makanannya dengan riang. Bisma dan Ito membalas salam Karin berbarengan. Senyum cerah terbit seketika di wajah Ito.
"Apa nggak ketahuan?" tanya Sisy membuka pembicaraan. Bisma menyimak sambil menyantap makanan.
"Ketahuan apa, Bu?" tanya Karin.
"Dia," Sisy mengedikkan dagu ke arah Ito. "Nggak pakai pakaian kemarin."
"Ouch," Karin menarik napas. "Iya juga. Mungkin. Dia ada di sini ya, Bu?"
"Iya, ternyata dia nekat nginap di sini juga."
"Sudah, jangan mikirin itu dulu. Sebaiknya kamu sarapan aja biar ada tenaga," ucap Bisma yang anehnya membuat Sisy tenang.
Sisy menyendok makanannya ke mulut. Rasanya hambar karena Sisy banyak pikiran, tapi Sisy tetap memaksakan diri agar tidak sakit nantinya.
"Acara kalian apa hari ini?" tanya Karin berbasa –basi.
"Hari ini kita mau ke tempat-tempat tertentu di Bali," sahut Ito cepat.
"Pelesir?" lanjut Karin.
"Sambil kerja. Mau nyari spot lokasi yang unik. Sekalian juga nambah portofolio."
"Boleh aku dan Karin ikut?"
Pertanyaan Sisy yang tiba-tiba membuatnya langsung menjadi perhatian tiga orang lain di meja itu. Terdapat keheningan yang cukup lama di antara mereka seakan Sisy baru aja mengatakan hal aneh yang luar biasa.
Sisy berbicara lagi. "Hari ini kebetulan nggak ada kerjaan menyangkut wedding yang mengharuskan aku dan Karin untuk hadir. Dan sebagai pelaku bisnis WO, aku juga tertarik dengar spot-spot unik yang kalian bilang tadi," Sisy menelan ludah dengan was-was. Sebenarnya ia merasa malas di dalam hotel di mana ia bisa bertemu Ray kapan saja. "Tapi kalau kalian nggak mengizinkan kami ikut ya no problem."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Proposal (END-isi lengkap)
Roman d'amourBisma, seorang wedding fotografer, tidak ingin menikah karena belum menemukan cinta. Sisy, seorang wedding organizer yang skeptis, tidak ingin menikah karena telah tersakiti oleh cinta itu sendiri. Mereka bertemu dan terpaksa bekerjasama meski kedua...