Tidak ada lagi yang diinginkan Hesti Mandala selain melihat anak semata wayangnya Bisma berakhir di pelaminan. Tidak peduli bagaimana, yang penting hasil akhirnya Bisma menikah. Hesti sudah menghalalkan berbagai cara mulai dari mengenalkannya pada kenalan-kenalannya yang memiliki anak gadis, menjodohkan Bisma, hingga membawanya ke dukun. Namun nyatanya Bisma masih sukses menjomblo hingga hari ini.
Terakhir kali Bisma mengatakan bahwa ia akan menikah jika sudah menemukan wanita yang tepat, yang ia cintai. Cinta. Hesti maklum. Bisma masih muda dan ia belum merasakan asam garam kehidupan. Menurut Hesti, cinta itu tidak penting. Buktinya ia dan Prasetyo menikah karena perjodohan. Dan pernikahan itu masih langgeng hingga kini. Masih terjadi lanjutan perdebatan mereka bertiga sebelum Bisma berangkat bekerja ke luar pulau.
"Kamu kan anak Bapak satu satunya! Seorang sarjana, lulusan cum laude! Bagaimana bisa kamu mempermalukan Bapak terus menerus?" omel Prasetyo malam itu.
"Pak, Bisma melakukan ini ada alasannya."
"Satu satunya alasan karena kamu begitu egois dan nggak memikirkan kebahagiaan orangtuamu."
"Egois Bapak bilang? Aku hanya ingin menikah saat aku benar-benar menemukan wanita yang tepat. Apa itu salah?"
Prasetyo bersungut-sungut. "Ya, kamu selalu bilang mau menikah dengan wanita yang tepat, tapi kamu nggak pernah membawa seorang pun ke hadapan Bapak dan Ibu."
"Suatu hari siapa yang lebih bersalah, yang mengatur atau yang menjalaninya? Pernikahan bagiku sekarang seperti tekanan sosial. Kadang aku berpikir hidupku baru dimulai atau sudah berakhir karena kalian selalu memaksaku untuk menikah."
Karena Prasetyo hanya terdiam, Bisma beralih pada Hesti. "Kenapa kalian nggak pernah bertanya apa yang aku inginkan? Aku juga ingin melakukan apa yang Bapak dan Ibu minta, tapi ini bukan hal mudah. Aku harus bertanggung jawab atas keputusan yang aku ambil. Pernikahan bagiku bukan hanya sekadar...memiliki istri dan meneruskan keturunan agar Bapak dan Ibu senang. Apa Bapak dan Ibu tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan perempuan yang akan hanya kalian jadikan pemuas ego kita semata?"
Sambil memikirkan itu, Hesti mengalihkan pandangan pada Prasetyo yang tertidur pulas sambil mengorok di sampingnya membelakangi Hesti. Prasetyo terbiasa tidur seperti itu. Mereka sudah tua, tidak perlu kehangatan pernikahan lagi, yang penting menjalani hidup.
Seberkas sinar yang menyala di layar ponsel Prasetyo yang sedang di-charger di atas nakas menarik perhatian Hesti. Ada pesan masuk karena notifikasinya diatur pop up chat sehingga Hesti bisa membaca pesan itu melalui layar.
JENG SARI : Selamat Malam, Mas Pras. Sesuai janji kita, besok saya ke studio ya jam 11 siang.
Jantung Hesti berdegup kencang. Bisma dan Ito masih ke Bali jadi otomatis hanya suaminya dan Jeng Sari saja yang akan berdua-duaan di studio. Studio foto terletak di lantai dua sedangkan karyawan mereka bekerja di lantai satu.
Hesti menaruh ponsel itu kembali. Ia membaringkan tubuhnya, mencoba tidur, dan melupakan semua. Tapi sejam kemudian dengan hati cemas ia masih terjaga nyalang.
***
Untuk pemotretan ini, Jeng Sari mengenakan busana yang cukup rapi dan sopan. Jumpsuit berkerah tanpa lengan tapi panjangnya sampai ke mata kaki. Warnanya biru pastel cerah dan sangat cocok dengan sepatu putih yang ia kenakan. Wajah Jeng Sari dipoles full make up, bagaikan wanita-wanita yang jadi model MUA di instagram.
Awalnya Jeng Sari berpose duduk di sebuah kursi tinggi sambil tersenyum manis. Lalu ganti pose kedua, Jeng Sari berdiri santai sambil membawa tas tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Proposal (END-isi lengkap)
RomanceBisma, seorang wedding fotografer, tidak ingin menikah karena belum menemukan cinta. Sisy, seorang wedding organizer yang skeptis, tidak ingin menikah karena telah tersakiti oleh cinta itu sendiri. Mereka bertemu dan terpaksa bekerjasama meski kedua...