Sisy berjalan-jalan sendirian dengan tenang di pinggir pantai. Suasana pantai itu masih asri dengan pasir putih dan minimnya sampah. Ada sisi positifnya juga beberapa hotel menetapkan pantai privat hanya untuk yang menginap di hotel dan pengunjung biasa yang membayar dengan harga fantastis. Tapi di sisi lain hal itu juga terkesan egois karena memonopoli sumber daya alam yang diberikan Sang Pencipta.
Kaki Sisy berjalan terlalu dekat dengan mulut pantai. Batas ombak kadang mengenai kakinya yang hanya memakai sandal jepit karet berwarna biru toska. Anehnya Sisy merasa senang setiap kali kakinya disapu ombak kecil itu. Rasanya hangat untuk sesaat, tapi saat ditinggalkan berubah dingin tertiup angin. Lalu saat kembali, airnya pasti selalu terasa semakin hangat.
Tapi ketenangan Sisy sore itu hanya berlangsung sekejap. Saat melewati resto hotel pinggir pantai, mendadak langkahnya terhenti. Sisy membeku menatap ke sebuah arah. Tampak Ray berdiri memegang buket bunga indah, tersenyum menatap Sisy penuh kerinduan. Betapa Ray dengan mudah membuat surga Sisy berubah menjadi neraka hanya dengan kehadirannya.
"Hai, Sy," sapa Ray.
"Kamu tahu dari mana aku di sini?! desis Sisy.
Ray tersenyum santai. "Kalau sudah ada kemauan, tidak sulit menemukan kamu ada di mana."
Sisy menggertakkan gigi. "Mau apalagi kamu temui aku, Ray?
"Sy, aku cuma minta kesempatan. Aku udah berubah. Aku sangat menyesal dengan apa yang pernah aku lakukan. Aku khilaf dan aku akan menebus dengan segala untuk mendapatkan kepercayaan kamu lagi."
"Lebih baik kamu simpen rayuan kamu, Ray."
"Kamu boleh nggak percaya, tapi aku nggak akan nyerah!"
"Ray!! Aku tekankan sekali lagi dan semoga kamu nggak tuli. Aku-sudah-nggak-mau-bersamamu-lagi. Apa itu sudah cukup jelas?!" Sisy menekankan kata-katanya.
Tanpa dinyana, Ray tiba-tiba mendekat dan meraih tangan Sisy. Buket bunganya sengaja ia buang ke pasir agar bisa menangkap Sisy. Sulit sekali bagi Sisy untuk berpikir di tengah rasa panik yang langsung menerjangnya.
"Lepasin!! Berani-beraninya kamu, Ray!!" Sisy berontak, tapi Ray menggenggam tangannya erat.
"Sy!! Aku terpaksa memaksa kamu supaya kamu jujur dengan perasaan kamu bahwa kamu masih mencintai aku. Kamu selalu menghindar terus menerus dan menolak apa yang sebenarnya kamu rasakan."
"Kamu udah gila!! Sekuriti!! Seku...Hmmpph!!" Sisy berteriak. Ray membekap mulutnya.
"Jangan berteriak!"
"Hei! Kamu mau ngapain?!" Seseorang muncul dan membuat Ray kehilangan konsentrasi. Sisy langsung menyikut perut Ray hingga pria itu mengaduh kesakitan. Pegangannya pada Sisy mengendur. Sisy langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk berbalik dan melayangkan tinju dengan asal-asalan ke wajah Ray. Ia tidak mengerti beladiri tapi cukup nekat melakukannya jika terdesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Proposal (END-isi lengkap)
RomanceBisma, seorang wedding fotografer, tidak ingin menikah karena belum menemukan cinta. Sisy, seorang wedding organizer yang skeptis, tidak ingin menikah karena telah tersakiti oleh cinta itu sendiri. Mereka bertemu dan terpaksa bekerjasama meski kedua...