14. Truth Untold

91 22 0
                                    

Who did I used to be?

How was there ever me without you?

How was there ever me without you?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dove tersentak dari tidurnya. Kesadaran menarik jiwanya dengan kasar dari alam mimpi ke dunia nyata. Kepalanya terasa sakit seperti mendapat hantaman bertubi-tubi. Bersamaan dengan itu, keringat dingin mengucur dari dahinya. Lelaki itu bangkit dari posisi tidurnya, napasnya masih berat dan putus-putus. Jantungnya masih berdebar, udara di sekitarnya terasa dingin dan menusuk, namun tubuhnya malah merasakan sebaliknya.

Netra gelap lelaki itu menerawang pada langit-langit kamarnya. Bermonolog dengan entah siapa. Tonight I saw you in my dreams again, and it felt so real.

Kerongkongannya terasa kering,  lelaki itu mendudukan dirinya di pinggiran ranjang untuk menjangkau sebotol air mineral di nakas. Memijit pelipisnya, Dove baru menyadari jendela kamarnya masih terbuka. Mengamati keluar, langit masih terlihat gelap, masih ada sisa beberapa jam lagi untuk memulai aktivitas.

Namun lelaki itu tidak memiliki gairah untuk melakukan apa pun, bahkan untuk kembali tidur sekalipun. Pikirannya terlalu penuh dengan banyak hal, dan kesemuanya adalah tentang gadis itu. 

Pria itu tersenyum masam.

Dia akhirnya memilih bangkit untuk mengenakan kimono towel guna membungkus tubuh bagian atasnya yang telanjang. Lelaki itu butuh minuman lain selain air mineral. Sesuatu yang bisa menenangkan dan menjauhkannya dari pikirannya yang kacau. Dia cukup yakin masih menyimpan beberapa Jack Daniels di rak dapurnya.

Melewati ruang tengah yang berpendaran minim, Dove dikejutkan dengan sesosok lelaki yang sedang berkutat dengan laptopnya. "Shit, you scared me."

Pria yang duduk di sofa itu menurunkan kaca mata bacanya. "Sorry, am I disturbing you?"

"Not really. Hanya sedikit membuat kaget. Kenapa kau masih disini, Eric? Ini sudah hampir pagi."

Eric menutup layar di pangkuannya dan meregangkan tubuhnya sedikit. Dove dapat bertaruh lelaki itu belum sempat memejamkan matanya barang semenit. "Menyelesaikan tulisanku. My bad habit, as always, deadliner."

Eric berprofesi sebagai penulis lepas. Sebelumnya lelaki itu juga tinggal berpindah-pindah seperti Dove, namun hampir setengah tahun belakangan ini, laki-laki itu memutuskan untuk menetap di Prancis. Eric juga yang berbaik hati untuk mencarikannya flat untuk tinggal sementara di Toulouse dan Paris.

Dove melanjutkan langkahnya ke dapur kecil di bagian belakang flat. Eric mengekorinya dan berpindah ke stol bar. "Kau ingin juga?" Lelaki itu menawari.

Hello, Goodbye | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang