PROLOG

412 26 5
                                    

Dentuman musik dan gemerlap lampu disko langsung menyapa, seolah menyambut bahagia kedatangannya. Sebuah pajero hitam baru saja terparkir sempurna di pelataran. Memunculkan 4 sosok lelaki remaja dengan style yang tidak bisa dibilang biasa, menggambarkan bahwa mereka jelas terlahir dari keluarga yang berada. Di tambah lagi dengan wajah tampan yang terpasang di sana.

"Ck! Kok kita kesini, sih? Lo bilang mau have fun?!" celetuk Ali, lelaki dengan postur tubuh atletis dan wajah paling rupawan dari temannya.

"Iya, kan kita emang mau have fun disini," jawab Aril.

"Kok Lo nggak ngomong ke gue dulu, sih. Kalo kita mau kesini?" geram Ali, dengan dahi yang sudah mengerut.

"Ya karena kalo gue ngomong, gue tahu Lo bakalan nolak, Al!" sahut Kevin, pemilik mobil itu.

"Ya itu Lo tahu, kok masih ajak gue kesini?!"

"Udahlah, Al. Sekali aja Lo nurut. Setelah ini, kan Lo masuk pesantren, jadi kita belum tentu bisa kumpul lagi kayak dulu."

"Kan ada tempat lain, Vin, buat have fun. Nggak harus di kelab juga kali! Gue masih punya iman buat masuk ke tempat terlarang kayak gini," ujar Ali, memberi pengertian teman-temannya.

"Justru ya, Li. Karena Lo masih punya iman, seharusnya Lo ke tempat ini. Kenapa? Karena di tempat ini Lo bakal tahu udah sejauh apa iman Lo itu. Dan di dalem, Lo juga bisa dakwah. Amar makruf pelan-pelan, di sela-sela orang mabuk. Ya, kan?"

"Amar Makruf ke kalian bertiga aja susah, malah nyuruh ke orang mabuk. Lo kira orang mabuk bakal dengerin omongan gue, gila aja!" sela Ali.

Kevin berdecak, "Di banding kita bertiga, gue tahu Lo emang paling religius. Tapi senggaknya nyenengin kita lah, sebelum kita pisah. Buat ngerayain hari kelulusan juga, bro," balas Kevin.

"Lagian jadwal kita ke sekolah cuma tinggal nunggu penentuan kelulusan dan pagelaran wisuda. Habis itu udah," tambah Aril.

"Untuk sekali ini aja Lo ikut kita masuk, ya?" Kevin masih bersikukuh mengajak Ali untuk masuk.

"Nggak, nggak mau gue!!" Ali masih kekeh menolak.

Aril merangkul pundak Ali kemudian berbisik, "ayolah, Al. Kelab nggak seserem yang Lo bayangin, kok."

"Tapi, Vin. Dimana-mana yang namanya kelab itu tetep aja isinya kayak gitu. Nggak mungkin nggak!"

"Oke, kalo Lo nggak maunya kayak gitu. Gue pastiin di dalem Lo nggak akan di cekokin. Bakal gue jauhin tuh minuman laknat dari Lo, gimana? Gue nggak maksa Lo buat ikut minum, gue cuma pengen Lo ikutan masuk aja, nggak lebih." Ali diam, menatap satu persatu temannya yang sudah memasang wajah melas.

"Kelab itu nggak semenakutkan yang Lo pikir Ali," sahut Nikolas.

"Gimana dengan para cewek di dalem? Lo bisa jamin mereka nggak bakal deketin gue?" Mata dengan netra hitam legam itu menatap satu persatu temannya.

"Gue yang bakal jamin!" putus Kevin cepat. Semua mata menatap ke arahnya.

"Gue bakal usir setiap cewek yang coba deketin Lo deh, gimana?" Ali diam sejenak, hingga akhirnya itu mengangguk mengiyakan. Membuat tiga orang di sana tersenyum senang.

"Gitu dong!" seru Kevin dengan mata berbinar.

"Udah yuk, masuk!" ajak Niko. Akhirnya mereka berempat masuk ke tempat dimana manusia hanya mendapatkan kesenangan.

Di ambang pintu, Ali berhenti.

'Umi, maafin Ali karena udah berani datang ke tempat yang selalu Umi larang,'

Mengembuskan napas panjang sebelum akhirnya menginjakkan kaki untuk masuk.
Ali mengedarkan mata, mendapati ketiga temannya sudah duduk di depan bertender dengan segelas minuman yang ada di tangannya. Minuman yang Ali tahu sejenis vodka, memabukkan.

AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang