Fifth (Rio pov #2)

819 36 0
                                    

Semakin jauh bayangnya, bahkan sekarang gak kelihatan lagi. Tiba-tiba air tsunami datang dan menghanyutkan gue.

Kampret. Ternyata mimpi.

Lo pada pernah gak sih mimpi kampret kayak gue?

Suatu saat lo ada di suatu tempat, dan tiba-tiba lo pindah ke tempat lain yang gak ada hubungannya, dan terjadi peristiwa aneh nan kampret contohnya tsunami yang menimpa gue.

Tapi untunglah gue nekat cuma di mimpi. Untung belum kejadian.
Belum? Hahaha berarti gue bakal lakuin dong. Aya-aya wae...

***

Udah sebulan gue sekolah di tempat yang sama dengan Shilla.

Semuanya aman karena semenjak kejadian MOS, senior pada takut sama gue.

Gue kadang ngetawain diri gue sendiri, apa yang harus ditakuti dari gue?

Wajah gue gak killer atau tampang-tampang ingin balas dendam.

Gue ogah nyentuh rokok, jijik sama tato, illfeel sama anting hitam dan segala macam yang menurut gue aneh kalo dipake cowo.

Wajah gue ganteng. Kelakuan gue baik. Gue tergolong anak pinter (tolong jangan muntah) apa coba yang kurang?

Gue gak perlu ditakuti. Seharusnya gue dicintai.... astaga. Ini jam berapa?

Gue bergegas turun ke bawah untuk dapet sarapan (soalnya adek cewek gue rakus, yang bikin heran badannya langsing terus, dia pake jimat jenis apa).

Kampret. Nasi goreng tinggal setengah piring . MONSTER MACAM APA SIH YANG BISA NGABISIN SEBAKUL NASI GORENG DAN CUMA SISAIN SETENGAH PIRING?!?!

"Tobat, Tik." Gue menarik nafas panjang-panjang.

"Duh, sorry ya. Gak sengaja ngabisinnya" TAI. GAK SENGAJA LO BILANG? EMANGNYA LO MAKAN TANPA PAKE MIKIR? LO MAKAN DILUAR KESADARAN?

Gue pengen banget marahin dia. Cuma lo taulah, dia anak cewe satu-satunya. Kesayangan ayah banget. Tapi dia gak manja, salut sih (kalo gue jadi dia, gua bakal minta semuanya) dia malah benci dimanja. Oh ya, namanya  Tika Laurent. Cantik ya namanya? Gak secantik selera makannya.

Jadilah gue menatap nasi yang lebih layak kalo dikasih ke kucing. Gue makan dengan ogah-ogahan, berharap dapat belas kasihan dari bokap gue.

"Rio, gimana? Udah mikir gimana cara ngasih pelajaran buat gadis tengik itu?" Bokap gue mulai lagi. Gue males banget berdebat soal ini, tapi kalo gue diem, gue nambah-nambahin masalah.

"Belum, yah." Seketika bokap gue membanting sendok dan garpunya, melototi gue. Disitu gue udah pasrah, dia mau gebukin gue kayak di mimpi juga gue udah siap.

Plak! Gue ditampar. Jujur aja, gue lebih suka ditonjok daripada ditampar. Kalo digebukin itu, meninggalkan bekas luka biru (orang bakal mikir gue maco, karena mereka pikir gue abis berantem sama anak sma lain). Lah kalo ditampar, meninggalkan bekas cap 5 jari berwarna merah, gue bergidik ketika temen-temen gue nanti bakal datengin gue dan bilang "Hahaha, lo selingkuh ya makanya ditampar sama cewe lu. Tuh ada bekasnya" bisa-bisa image gue rusak.
Ah , gue mikirin apa sih.

"Yah, Rio punya cara sendiri untuk bales dendam" gue mencoba menahan rasa sakit tamparan bokap barusan

"Cara yang seperti apa? Berteman dengan dia? Melindungi dia? Kamu ngerti gak sih dia itu pembunuh!!?" Bokap mulai menaikkan nada suaranya.

Gue memberanikan diri. "Yah, Rio boleh tanya sesuatu?" Bokap gue mendengus kesal. Ia mengangguk.

"Bukti apa yang ayah punya, kalau Shilla itu pembunuh?"

Bokap gue diem, namun selang beberapa detik kemudian..

"Ayah ngga punya bukti yang menunjukkan gadis itu pembunuh. Tapi ayahnya merencanakan kebakaran itu!"
Gue semakim bingung. Katanya pembunuhan, lalu mengapa sekarang kebakaran? Dan direncanakan? Mengapa? Ibuku seorang yang baik, mana mungkin ada yang mau merencanakan pembunuhan untuknya.

"Nak, maaf ayah tidak memberitahumu yang sebenarnya dulu. Karena kamu masih terlalu kecil untuk mengerti permasalahan ini. Kamu lakukan saja tugasmu."

"TUGAS APA, YAH? AYAH PENGEN RIO MEMBUNUH SHILLA TANPA ALASAN YANG JELAS, IYA?!" Gue emosi. Dia seperti bukan sosok seorang ayah buat gue.

"Tolong dengerin ayah, ayah bakal cerita semuanya.
Dulu, ibumu dan ayah Shilla bekerja di kantor yang sama. Namun 7 tahun yang lalu, kantor mereka kebakaran dan semua karyawan termasuk ibumu, meninggal. Satu-satunya yang selamat dari kejadian naas itu hanya ayahnya Shilla."

"Lalu kenapa ayah menuduhnya sebagai pembunuh? Dia yang selamat bukan berarti dia yang merencanakan kebakaran itu!"

Bokap melanjutkan...
"Beberapa jam sebelum kebakaran, Ayah Shilla berteriak dan mengatakan bahwa akan ada bencana besar di kantor mereka. Ia terus mengatakannya hingga ia mengambil mic kantor mereka dan berteriak 'akan ada kebakaran!' Dan dalam hitungan menit, kantor itu ludes terbakar merenggut nyawa ibumu, Rio. Lihat , sampai sekarang Ayah Shilla tak pernah menampakkan wajahnya. Ia takut karena ia sudah menjadi buronan!" Gue tercekat. Apa bener ayah Shilla yang melakukannya?

Apa yang harus gue lakukan?
Haruskan gue membalaskan dendam ayah kepada Shilla? Gue merasa ada banyak yang janggal..

"Yah, Rio ke sekolah" gue gak mau memperpanjang perdebatan gue sama bokap. Walaupun kini gue menghindar dari bokap, tapi cerita itu masih terngiang-ngiang di kepala gue

Benarkah?

How Could You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang