🍁Happy Reading🍁
"Gue akan memperbaiki hubungan kita dengan cara gue sendiri"
~ Aiven Leovello ~
Tubuh polos gadis itu masih diselimuti kain handuk. Satu untuk tubuhnya satu lagi untuk rambutnya yang basah. Berdiri di depan lemari pakaiannya, gadis itu membuka semua pintu di tiap bagian, mengamati warna pakaiannya yang kebanyakan adalah warna gelap. Mulai dari warna coklat pekat, hitam, biru tua, hingga hijau tua. Sesuatu terjadi hingga warna mencolok atau terang tak tersedia di lemarinya.
Lantas ia mengambil pakaian rumahan. Kaos lengan pendek hitam gambar kucing putih serta celana kulot hitam panjang. Lantas memakainya di toilet. Setelah itu, ia memakai perlengkapan selayaknya gadis seusai mandi.
Setengah tangga telah terlewati, gadis berambut panjang sepinggul dengan dikucir kuda itu melihat wanita berkepala tiga awal yang tengah menyiapkan makan malam.
Wanita itu menyadari keberadaanya saat sudah diundakan tangga terakhir. "Ai belum bangun, Au?"
Gadis yang dipanggil Au melihat sekilas ke lantai atas dimana kamarnya dan Ai berada. "Kayanya belum, Ma."
"Yaudah sana kamu bangunin, kasian seharian dia udah beresan. Tapi malah belum makan," lanjut Maria sembari mengisi piring suaminya, Aji.
"Iya, Ma."
Melirik sekilas pada anaknya yang sudah menaiki tangga, Maria menggeser kursinya agar duduk lebih dekat dengan suaminya. "Apa kamu punya rencana untuk mereka supaya berbaikan, Mas?"
"Lihat saja nanti. Mereka sudah besar, jangan terlalu dipikirkan. Sudahlah, cepat siapkan yang belum siap," ujar Aji seraya menikmati wajah ngambek istrinya serta kaki yang dihentak kesal.
Sedangkan Au, lebih tepatnya Aurum, menatap ragu pintu bercat coklat dihadapannya. Beberapa ketukan rupanya belum bisa mengusik penghuni kamar. Kemudian ia memutar handle pintu, tidak terkunci. Aroma maskulin semerbak menguar.
Terlihat sosok lelaki tidur membelakanginya, itu Ai, atau lebih tepatnya Aiven. Aurum duduk perlahan di ranjang, menggerakkan bahu Aiven perlahan.
Merasa tidurnya diusik, Aiven terbangun. Menajamkan pengelihatannya lalu melirik ke belakang. Ia membuang muka seraya menepis tangan Aurum di bahunya setelah tahu siapa yang mengusiknya.
Yang ditepis hanya bisa tersenyum maklum. "Kak, mama udah nyiapin makan malem. Ayo turun."
Aiven beranjak ke kamar mandi tanpa menghiraukan Aurum, diam laksana pembisu.
"Mau sampai kapan kita kaya gini, Kak? Aku gak seperti apa yang kakak bayangin."
Mata gadis itu memanas, menengadahkan kepala agar kristal bening itu tidak luruh, sayangnya tidak bisa ditahan. Benda cair itu meluncur tanpa permisi. Namun ia segera menghapusnya.
Hingga Aiven keluar dari kamar mandi, Aurum masih belum bergeming. Menatap kosong sisi kamar, memikirkan hubungannya dengan lelaki itu yang tak kunjung membaik.
"Mau sampai kapan lo di situ?" tanya Aiven datar. Ia berdiri dibelakang Aurum, menanti gadis itu beranjak.
Aurum tersentak, lalu menoleh. Namun kembali melihat arah lain setelah melihat Aiven hanya memakai handuk dari pinggang hingga lutut. Lantas pergi tak lupa menutup pintu kamar tanpa menoleh. Dan Aiven bergegas berpakaian setelah kunci kamarnya diputar.
Acara makan malam berlangsung hikmad seusai kalimat doa terucap, menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang diterima hari ini. Semua menikmati hidangan di piring masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
R I V E R
Teen FictionTidak. Aku tidak sanggup menatap mata penuh kebencian itu lebih lama. Seolah akulah pelaku sebenarnya. Apakah Si Gila itu menurunkan karmanya padaku? Tidakkah lelaki itu sadar? Di lain sisi, ada mata yang menatapku penuh rindu. Dimensi rindu dari ma...