⚡9 || Marah⚡

7 0 0
                                    

🍁Happy Reading🍁

"Biarin gue egois atas lo untuk kali ini."

~ River Reinder ~

Setelah pembicaraan mereka tadi, River pergi entah kemana dengan senyum merekah di bibirnya. Membiarkan Aurum fokus pada masakannya.

Waktu berlalu begitu cepat hingga tak terasa telah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Dan sekarang Aurum hanya perlu membuat teh tawar hangat.

Ting tong! Ting tong!

Aurum menaruh kembali termos itu sesaat setelah bel rumah berbunyi hingga beberapa kali. "Kak River kemana sih?" dumelnya. Terpaksa ia yang membukakan pintu.

Pintu terbuka memperlihatkan teman-teman River. "Masuk kakak-kakak. Silakan duduk dulu," ujarnya mempersilakan.

"River mana?" tanya Nando dengan tatapan datar.

Entah ada apa dengannya, seperti tidak menyukaiku, batin Aurum.

"Bentar ya, Kak. Aku panggilin dulu."

Aurum berniat mengecek ke kamar River. Dan ternyata benar cowok itu di kamar. Sedang tiduran dengan sebelah lengan menutupi mata, sedangkan sepasang headset bertengger di telinganya. Entah dia tidur sungguhan atau tidak.

"Kak, bangun. Temen-temen kakak udah dateng."

"Hmmm," gumamnya.

Aurum gemas karena River hanya mengguman tidak jelas. Ia kemudian menarik-narik tangan River hingga tubuh cowok itu ikut terguncang. "Ayo, Kak. Gak enak ditungguin itu lho."

Akhirnya River bangkit dari ranjang. "Iya. Duluan gih."

"Buruan, Kak!" Ucapan Aurum ditanggapi decakan. Dengan kesal River berjalan mendahului cewek bawel itu.

Saat berada di beberapa undakan tangga terakhir, Aurum berbisik. "Kak, nanti kalau semuanya udah siap, nanti aku panggil. Kakak temenin mereka dulu, ya."

"Hm." Aurum tidak mengambil pusing deheman cuek River. Lantas ia kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur. Sedangkan si tuan rumah ikut duduk bergabung dengan tamunya di single sofa.

"River, gue ijin ikut cewek lo ke dapur," ujar Fatia. River menganggukan kepala tak peduli. Toh Fatia adalah penguasa dapurnya ketika cewek itu mampir atau saat tugas pembantu sudah selesai, seperti sekarang ini.

Setelah Aurum dan Fatia benar-benar tidak terlihat, barulah River angkat bicara. "Tumben lo anteng, gak pecicilan di rumah gue, Dai?" Pasalnya, setiap Badai ke rumah River, cowok dengan humor jongkok itu akan melipir seenak jidat ke setiap sudut rumah River. Kecuali jika River telah memberi ultimatum, tempat mana yang tidak boleh Badai datangi.

"Hehe. Kan ada Aurum, Bos."

"Harusnya kata 'tumben' itu lebih cocok ke lo, River. Tumben lo gak minta dibawain minuman sama Arga, hm?" Nando menyeringai ketika mendapati River membuang muka. Tidak ingin membahas semua hal yang berkaitan dengan cewek baru itu, Aurum.

Nando tau betul jika sahabatnya ini tidak bisa jauh dari minuman beralkohol. Dan rokok tentunya. Dan saat memasuki rumah ini, semua terlihat bersih, tidak ada sepuntung rokok pun, juga tidak tercium aromanya sama sekali. Di bawah kolong meja pun bersih tanpa botol maksiat itu. Sepertinya gadis itu akan memberi perubahan besar pada River, batin Nando.

"Gue cuma bosen," alibinya.

"Dia bilangnya bosen, guys," ujar Nando terkekeh. Membuat Delta dan Badai ikut terkekeh mengejek, tidak percaya dengan apa yang River katakan.

R I V E RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang