⚡11 || Pembantu⚡

6 0 0
                                    

🍁 Happy Reading 🍁

"Andai lo tahu, seberapa senangnya dia saat merasa lo sudah berada digenggamannya meskipun belum terucap kata?"

~ River R. Elvander ~

Aurum menatap Fatia sebal karena memaksanya duduk dengan geng River.

"Mau apa? Gue pesenin," ujar River yang duduk disebelahnya.

Aurum yang masih asik dengan gawainya mengernyit bingung. Dalam rangka apa?

"Semalem."

Aurum mengangguk paham. Cowok itu merasa tidak enak dan ingin mengganti yang semalam. "Bakso sama es teh, deh."

"Dai, kok si Arum paham sih yang diomongin Riper?" bisik Arga.

"Namanya Aurum, bukan Arum. Yang bener ngapa," sahut Badai.

"Lo yang goblok," kata Nando.

"Tuh mulut abis nguntal cabe berapa ton?" gemas Arga.

Arga yang dari tadi melihatnya gemas lalu berceletuk. "Ver, gue nasi goreng sama jus jeruk."

"Gue pesenin, setelah tangan kaki lo gue mutilasi." Arga langsung pergi. Ngeri juga becandanya si River, batinnya.

Mereka yang berada di meja itu makan dengan hikmad setelah drama permutilasian selesai. Hingga River kembali menarik atensi dengan perhatiannya pada si anak baru. Cowok itu sengaja mengambil paksa mangkok bakso yang kuahnya terlihat bening. Tidak ada masalah secara sekilas.

"APA-APAAN SIH, KAK?!" pekiknya. Matanya menajam juga alis yang menukik kesal.

"Cuka sama sambelnya kebanyakan." Langsung saja River menukar bakso itu dengan siomay pesanannya.

Aurum mengepalkan tangan, ia sudah kelewat kesal. Masalah kecil saja bisa membuat api yang begitu besar. Saat ingin pergi dari kantin, tangan gadis itu langsung dicekal oleh River.

"Gak usah aneh-aneh. Duduk dan makan!"

Para sahabat River tidak ada yang berkomentar. Malas menanggapi drama seseorang yang mencari perhatian.

"Motor lo udah jadi," ujarnya seraya menyodorkan kunci motor Aurum. Gadis itu mengambilnya tanpa menjawab. Tetap makan dengan kesal yang belum juga mereda.

"Dealy!" seru Fatia saat melihat orang yang dicari berdiri di pintu masuk kantin.

Cewek itu datang meski tidak mengenal si pemanggil begitu dekat. Mereka hanya teman di ekskul karate.

Dealy duduk di samping kakak kelasnya setelah menerima kode agar duduk. "Ada apa?"

"Lowongan penyanyi di kafe lo masih ada?" tanya Fatia.

"Iya. Gue juga bingung kenapa sampe sekarang gak ada yang ngelamar. Yang pekerja pun baru beberapa."

River hanya melirik sekilas kala Dealy dengan lancang menghabiskan minumannya. Matanya masih awas dengan gadget, juga telinga yang mulai penasaran kemana arah pembicaraan mereka.

"Cewek samping River mau ngelamar tuh. Namanya Aurum, sekelas sama gue." Aurum menanggapinya dengan tersenyum canggung ke Dealy.

"Gue gak kasih izin dia kerja di tempat lo."

"Jangan ikut campur urusanku," desis Aurum. Lantas pergi dari kantin begitu saja dengan diikuti River.

Dealy menatap River tidak suka. Cowok itu bukan orang yang akan peduli urusan orang lain. Kecuali itu akan berdampak buruk untuknya di masa yang akan datang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

R I V E RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang