1O. Kebenaran Dari Ayah

1.4K 208 43
                                    

Kedatangan Ayah secara mendadak dan tiba-tiba di Citra membuat Azmi, Jean, dan Jinan terpaksa pulang karena paham kalau Ayah sedang marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedatangan Ayah secara mendadak dan tiba-tiba di Citra membuat Azmi, Jean, dan Jinan terpaksa pulang karena paham kalau Ayah sedang marah. Padahal, sesi foto untuk dokumentasi band The Omphalos belum selesai dan Jean baru saja memulai latihan dengan Generasi Kedua, tapi titah Ayah tidak bisa dibantah. Mereka lebih memilih untuk menurut daripada melawan yang berkemungkinan membuat malam ini menjadi suram.

Jinan sendiri tidak bisa bereaksi lebih selain membisu selama perjalanan pulang. Dia bahkan sampai menjatuhkan botol obat milik Azmi di area parkiran. Pikirannya tiba-tiba kosong setelah mendengar ucapan Ayah di parkiran. Dan saat Jean mengomel tentang kenapa Ayah bisa sampai ke tempat konser Azmi, Jinan juga tidak menanggapi barang hanya menggumam atau mengangguk menyetujui.

"Ayah kayak jalangkung ya, datang nggak diundang, pulang nggak diantar," gumam Jean saat melihat mobil yang dikendarai Ayah menyalip mobil Azmi di tengah jalanan padat.

"Bukan waktunya bercanda, Je," tegur Azmi.

Azmi mendongakkan sedikit kepalanya untuk melihat keadaan Jinan yang duduk di jok belakang dari kaca depan. Jinan nampak terkulai lemas dengan pandangan kosong. Jinan pasti sangat tertekan, entah apa yang Ayah lakukan pada Jinan hingga membuat Jinan seperti kehilangan nyawa dari raganya seperti saat ini.

Kalau Jean, tidak ada yang Azmi khawatirkan dari pemuda Jeannova itu. Karena Azmi tahu, Jean sendiri bahkan tidak peduli ketika Ayah datang ke basecamp untuk menyeretnya pulang. Hanya karena Azmi juga ikut memaksanya, sebab itu Jean bersedia pulang. Dan juga, mendapati ekspresi dingin dari Ayah, bagi Jean sudah terlalu biasa. Jean bahkan kelihatan tidak takut ketika membayangkan di rumah nanti Ayah akan memukulnya seperti malam kemarin. Sudah terlalu biasa.

Namun, berbeda dengan Jinan. Baru pertama kali bagi Jinan dalam sejarah hidupnya dia melanggar perintah yang Ayah titahkan untuknya. Itu pun atas dasar kemauannya sendiri— bukan karena paksaan atau hasutan. Tidak terbayang dalam benak Jinan bagaimana nanti Ayah akan memarahinya.

"Ji, kamu tidur?"

"Nggak, Bang. Cuman nutup mata."

"Kamu ketemu Ayah di parkiran?"

Jinan mengangguk singkat. "Iya, dan kayaknya Ayah juga liat penampilan Abang tadi," ungkap Jinan lemah.

"Ayah ada bilang sesuatu sama kamu?" Azmi bertanya lagi, mengabaikan pengungkapan Jinan perihal opininya terhadap kehadiran Ayah. Azmi tidak akan peduli tentang Ayah yang melihat penampilannya atau tidak, karena Azmi tahu, Ayah pun tidak akan peduli tentang penampilannya meski sekeren dan semengagumkan apapun.

Sementara Jinan, pemuda itu terdiam. Di benaknya langsung terbayang ucapan Ayah saat diparkiran tadi. 'Ayah kira, kamu bisa jadi anak yang Ayah banggakan. Ternyata, kamu nggak beda jauh sama dua Kakak kamu itu.' yang membuat Jinan paham dalam sekali dengar, bahwa Ayah kecewa padanya karena bolos dari les.

Tapi yang Jinan lakukan malah menggeleng. "Ayah nggak bilang apa-apa sama aku. Cuman nanya di mana Abang sama Mas Jean, habis itu pergi." Karena bagi Jinan, kekecewaan Ayah terhadap dirinya biarlah jadi beban untuk dirinya sendiri.

Aku Ingin Pulang ; Mark Jeno JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang