Ayah sayang Jinan karena Jinan bisa melakukan semua tuntutan Ayah.
Setiap bangun tidur, sederet kata itu selalu menjadi hal pertama yang Jinan pikirkan. Entah sejak kapan dia mulai memikirkan hal seperti itu, yang jelas yang Jinan pikirkan adalah kenyataan.
Ayah menyayangi Jinan karena Jinan mengikuti kemauan Ayah.
Mungkin, kalau Jinan memberontak, nasibnya akan sama seperti Azmi yang kerap kali diremehkan Ayah atau parahnya dia akan bernasib sama seperti Jean yang selalu mendapat pukulan dari Ayah. Tapi di samping Ayah yang selalu menekan anak-anaknya, Jinan rasa dirinya lah yang paling parah.
Begini, Ayah selalu meremehkan Azmi, Ayah selalu menyalahkan Kakak pertamanya meski Azmi sebenarnya tidak bersalah. Namun, Ayah tidak pernah menuntut lebih dari Azmi selain Azmi yang harus mengikuti peraturan yang dibuat Ayah di rumah ini. Begitu juga Jean. Kakak keduanya itu memang selalu dihajar habis-habisan oleh Ayah, tapi Ayah tidak pernah memperdulikan Jean lebih dari sekedar memperingatkan Jean kalau sudah pulang terlambat.
Namun, Jinan sendiri merasa terkekang. Dia melakukan semua tuntutan Ayah. Tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Harus melakukan ini, harus melakukan itu. Bahkan Jinan tidak pernah sekalipun melanggar apa yang Ayah perintahkan. Dan semua itu Jinan lakukan bukan karena Jinan memang anak yang patuh, tapi karena Jinan ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang Ayah.
Jinan mengorbankan kebebasan masa mudanya demi mendapatkan kasih sayang Ayah yang sebenarnya tidak tulus seperti yang Jinan harapkan. Ya— sekali lagi, Ayah menyayangi Jinan karena Jinan memenuhi semua tuntutannya, bukan karena Jinan anaknya.
Dari semua itu, Jinan menyimpulkan bahwa dengan menuruti semua apa yang Ayah perintahkan, Ayah mampu mengontrol semua perilaku Jinan. Ayah mengekang jiwa muda Jinan dalam tuntutan-tuntutan yang seharusnya tidak Ayah berikan pada Jinan yang masih menduduki bangku Sekolah Menengah Atas. Tapi entah bagaimana jalan pikiran Ayah sampai pria yang umurnya bahkan belum mencapai lima puluh tahun itu menganggap apa yang dilakukannya pada sang anak bungsu adalah hal yang wajar.
Sejak SMP sampai SMA, Jinan baru sadar, Ayah seperti tidak pernah menganggap Jinan sebagai anaknya. Ayah seperti menganggap Jinan hanya sebagai pemenuh tuntutannya. Dan Jinan merasa kecewa dengan itu.
Satu lagi hal yang terlintas di benak Jinan pagi ini, apa iya Jinan anak kandung Ayah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Pulang ; Mark Jeno Jisung
أدب المراهقين"Rumah itu bangunan yang dibentuk dari susunan pondasi, dinding terus atap. Tapi fungsinya lebih dari itu, selain jadi tempat tumpuan, tempat sandaran dan tempat berteduh, rumah juga bisa jadi tempat kita mencari sesuatu yang nggak akan pernah kita...