Aku suka deh kalau kalian overthingking hehehe, apalagi di bab sebelumnya kan ....
Ayah dibuat kebingungan saat pulang ke rumah dan sudah mendapati Jinan yang bolak-balik dari dapur ke kamar Jean dengan membawa sebaskom air beserta handuk dan kotak obat. Ditambah Jinan yang keadaannya acak-adul persis seperti orang bangun tidur. Dan hari juga masih subuh, bahkan matahari belum terbit barang seperempat.
"Ji, kamu ngapain?" Bahkan saat Ayah bertanya, Jinan tetap fokus pada kegiatannya. Meski harus menunggu beberapa saat sampai Jinan selesai mengobrak-abrik isi lemari penyimpanan obat, akhirnya Ayah mendapatkan jawaban juga dari Jinan.
"Mas Jean sakit, demamnya tinggi banget, Yah. Kata Bang Azmi, Mas Jean kayaknya habis hujan-hujanan," jelas Jinan sambil beralih merebus air di dalam teko berwarna emas.
"Terus, Azmi mana?" Ayah bertanya lagi, celingak-celinguk mencari eksistensi anak sulungnya.
"Bang Azmi di kamar Mas Jean, jagain Mas Jean soalnya ngigau mulu dari semalam."
Ayah bergantian menatap Jinan, beberapa jenis obat di atas meja makan, dan pintu kamar Jean yang tertutup rapat. Ayah ingin menjenguk Jean dan melihat Azmi, memastikan keadaan kedua anak kandungnya baik-baik saja, dan siapa tahu bisa membantu Jean agar tidur nyenyak. Tapi melihat Jinan yang merem melek di depan kompor menunggui air rebusannya mendidih membuat Ayah merasa Jinan lebih butuh perhatiannya saat ini. Bagaimana pun, Azmi, Jean, dan Jinan sama-sama anak Ayah. Meski Jinan bukan darah dagingnya.
"Jinan, kamu anterin obat ke kamar Jean ya. Biar Ayah yang nunggu airnya mendidih, nanti Ayah bawain ke kamar Jean," titah Ayah sambil melepas jas kerja dan dasi yang melekat rapi di kemejanya. Lantas menggulung ujung kemeja putihnya sebelum mendekat pada Jinan yang agaknya keberatan menurut perkataan Ayah.
Ayah menepuk pelan pundak Jinan. "Ji, sana," usir Ayah halus.
Jinan menggeleng. "Ayah baru pulang dari kantor, pasti capek. Mending Ayah yang ke kamar Mas Jean, nanti Jinan bikinin teh hangat sekalian buat Ayah," tolak Jinan.
"Ayah bisa bikin teh hangat sendiri."
"Tapi Ayah belum ada istirahat kan? Jinan nggak pa-pa kok, Yah. Ayah aja yang samperin Mas Jean, siapa tahu kalau ada Ayah, Mas Jean bisa tenang sedikit." Jinan mengabaikan atensi Ayah yang berdiri tepat di sebelahnya.
"Jinan ...." Nada dingin Ayah mengintrupsi pergerakan Jinan yang baru saja ingin meraih gelas di rak piring samping wastafel.
"Ayah bisa bikin teh?" tanya Jinan ragu. Bukan maksud meremehkan, tapi Jinan hanya tidak tega membiarkan Ayah yang baru pulang dari kantor langsung berkutat di dapur bahkan tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu. Jinan agak terharu juga, Ayah lebih mementingkan dirinya daripada Jean yang jelas-jelas keadaannya lebih mengkhawatirkan.
Ayah tersenyum lembut sambil menepuk pelan puncak kepala Jinan. "Bisa, setiap hari Ayah kan bikin teh sendiri di rumah."
Akhirnya Jinan mengalah, memilih berbalik dan menjauh dari kompor. Begitu Ayah sudah mengambil penuh kuasa atas air rebusannya, Jinan bergegas mengambil baki kayu di atas meja makan, meletakkan beberapa jenis obat dan lima lembar roti tawar di atas baki tersebut sesuai dengan permintaan Azmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Pulang ; Mark Jeno Jisung
Genç Kurgu"Rumah itu bangunan yang dibentuk dari susunan pondasi, dinding terus atap. Tapi fungsinya lebih dari itu, selain jadi tempat tumpuan, tempat sandaran dan tempat berteduh, rumah juga bisa jadi tempat kita mencari sesuatu yang nggak akan pernah kita...