"Bundaaa ... Azizah berangkat dulu ya." *Langkah* kakinya cepat menerobos ruang makan, bibir mungilnya mengecup kedua pipi Bunda, kemudian melesat ke luar.
Bunda hanya menggeleng melihat kelakuan anak gadisnya. Eh, usia sembilan tahun sudah bisa dibilang gadis belum ya.
Azizah Putri, satu-satunya anak perempuan ayah dan bunda. Sendang kapit pancuran, istilah bahasa Jawa, karena Azizah merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dan kedua saudaranya laki-laki.
Seperti biasa, setiap Sabtu dan Minggu pagi gadis berkulit putih itu akan belajar renang dengan Mustofa, kakak kesayangannya. Mustofa yang pernah les berenang, sudah bisa mengajari adiknya beberapa gerakan renang.
"Kak Mus, tadi Azizah hampir tenggelam, kok gak ditolongin sih," seru gadis manis itu sambil cemberut. Kedua kakinya dihentak kesal.
"Kapan? Kakak gak ngeh kamu hampir tenggelam," jawab Kak Mustofa dengan tampang tak berdosa. Jawaban kakaknya membuat bibir Azizah semakin maju. Mustofa tergelak melihat wajah adiknya.
"Kakak jahat." Azizah memukul-mukul lengan Mustofa. Hatinya sangat kesal melihat reaksi kakaknya.
"Iya deh, kakak minta maaf. Azizah gak kenapa-kenapa 'kan?" ucap remaja dua belas tahun itu lembut, berharap adiknya tak lagi merajuk.
"Iya, untung tadi Azizah bisa langsung pegangan sama tali di kolam." Gadis kecil itu duduk di samping kakaknya. Dia merapikan jilbab renangnya sambil beberapa kali memegang telinga.
"Awas, tuh rambut sama telinganya kelihatan." Mustofa mengingatkan.
"Telingaku sakit kak, kayaknya kemasukan air deh," serunya sambil memiringkan telinga kanannya dan mengetuk-ngetuk kepalanya.
Mustofa merasa bersalah dan khawatir. Dia segera menyuruh adiknya membersihkan diri dan berganti pakaian. Remaja itu berpikir untuk bisa segera memeriksa telinga adiknya nanti di rumah. Jika memeriksa di kolam renang, harus membuka jilbabnya, adiknya itu pasti tidak mau.
Selesai berganti pakaian, keduanya jalan pulang. Sesuai kesepakatan dengan Bunda, setiap selesai berenang mereka akan pulang ke rumah nenek, yang hanya berjarak 500 meter dari kolam renang.
"Assalamualaikum ... Neneeek." Azizah menerobos pintu dan mencari keberadaan nenek kesayangannya. Tak butuh waktu lama, gadis berjilbab itu menemukan nenek di dapur sedang memasak. Wangi ayam goreng menguar, membuat Azizah dan Mustofa semakin lapar.
Selesai makan, kakak beradik itu asyik bermain gawai. Maklum saja, Bunda hanya mengijinkan mereka bermain gawai di hari Sabtu Minggu, itu pun hanya boleh dua jam disiang hari dan dua jam dimalam hari. Jika mereka berani melanggar peraturan, suara menggelegar Bunda bisa terdengar hingga membuat pening kepala.
Asyik bermain membuat Mustofa lupa mengecek telinga adiknya. Sedangkan Azizah sendiri tampaknya lupa juga dengan keluhannya. Hanya sesekali dia memiringkan kepalanya ke arah kanan.
Sayangnya persangkaan Mustofa meleset. Kondisi adiknya tidak sebaik yang terlihat. Malam itu gadis kecil itu tidur dengan tidak tenang. Beberapa kali terbangun karena telinga kanannya terasa berdengung. Ingin sekali memeluk Bunda, tetapi malam ini Azizah menginap di rumah nenek. Sepanjang malam dia hanya bisa mengetuk-ngetuk dan memiringkan kepalanya agar suara berdengung itu hilang, hingga akhirnya tertidur karena lelah.
***
"Bunda, telinga sebelah kananku sakit," ucap Azizah saat esok harinya Bunda menjemput.
Bunda memeriksa telinga Azizah, tetapi tidak menemukan binatang atau kotoran. Bunda meminta anak perempuannya itu menutup rapat telinga dengan telapak tangan selama beberapa menit dan saat dibuka, langsung memiringkan kepala. Azizah mengikuti perintah Bunda. Beberapa kali dia melakukan hal itu, bergantian telinga kanan dan kiri. Kata Bunda, hal itu bisa menekan udara dalam telinga dan membuat telinga terasa lebih baik. Hal itu juga bisa mengeluarkan air yang masuk ke dalam telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jutaan Cinta dan Doa
General FictionTak ada kehidupan yang sempurna. Perjuanganlah yang membuat segalanya tampak sempurna. Azizah, gadis kecil berusia sepuluh tahun yang memiliki berbagai talenta harus dihadapkan kenyataan fungsi pendengarannya perlahan menurun dan terancam tuli. Ber...