Bab 6 hadiah ulang tahun yang tak diharapkan

1 0 0
                                    


Bening mata Azizah berkaca-kaca. Kesedihan menyelimuti hatinya. Dia hanya mampu memandang sendu donat bertuliskan 'Happy Birthday Azizah'. Pupus sudah harapannya untuk merayakan ulang tahun bersama nenek.

Hati gadis itu meronta. Dia sudah menuruti semua perintah bunda. Dia pun tak luput berdoa. Harapannya juga tak muluk, lalu kenapa Allah tak mengabulkan.

Dipandangi bunda yang sejak siang terlihat gelisah. Wanita yang telah melahirkannya itu mengabarkan bahwa nenek dan kakek harus segera dibawa ke rumah sakit. Namun, rumah sakit rujukan Covid sudah penuh. Mereka  menunggu info ketersediaan kamar dengan gelisah. Hingga akhirnya lepas magrib, bunda mendapat kabar ada kamar yang tersedia.

Paman Yayat membawa kakek dan nenek ke rumah sakit. Namun, sesampainya di rumah sakit, kakek dan nenek harus melewati prosedur Covid, sebelum diperbolehkan masuk kamar.

"Azizah, ini wa dari nenek, lihat nenek dan kakek sudah di IGD rumah sakit." Bunda memperlihatkan foto yang dikirim nenek. Tampak wajah lelah nenek. Nenek duduk di kursi rumah sakit. Tak jauh dari nenek, kakek duduk di atas kursi rodanya.

"Kenapa nenek dan kakek tidak ke kamar inap?" Gadis kecil itu menatap bunda penuh tanya.

"Kakek dan nenek harus ambil darah dulu, kemudian menunggu hasilnya, baru boleh masuk kamar," jelas Bunda.

"Lama atau tidak, Bun?"

"Entahlah, Bunda juga tidak tahu."

"Kasihan, Nenek dan Kakek sudah mengantuk." Gadis itu menatap foto nenek dan kakek dengan wajah sedih. Sudah tak diingat hari itu adalah hari ulang tahunnya. Kini, dia lebih mencemaskan kondisi nenek dan kakek.

"Semoga saja kakek Nenek segera bisa masuk kamar dan beristirahat," lirih suara Bunda penuh harap.

"Kok, Kakek Nenek cuma berdua, Paman mana?" tanya gadis berambut panjang itu heran.

"Paman tidak boleh masuk, karena di sana ruang isolasi khusus pasien covid," jelas Bunda. Gadis itu hanya mengangguk mendengar penjelasan bunda. Hatinya ikut gelisah memikirkan kondisi kedua orang yang dikasihinya itu.

Terdengar bunda menarik napas panjang sebelum kemudian mengembuskannya perlahan.  Bunda mengajak Azizah untuk berwudu dan melaksanakan solat isya. Selesai solat keduanya berdoa untuk kesehatan dan keselamatan semua orang yang mereka sayangi. Mereka berusaha menenangkan hati dan menyingkirkan kegelisahan dengan berdzikir.

Malam itu Bunda tak bisa tidur, karena menunggu info dari nenek. Azizah yang gelisah, ikut begadang menemani bunda. Tepat jam 1 dini hari, akhirnya nenek mengabarkan sudah masuk kamar. Mereka  bersyukur, terutama setelah mendapat info keduanya bisa dirawat di kamar yang sama. Tak terbayang jika kakek dan nenek terpisah ruangan. Sebagian aktivitas kakek setelah jatuh dari motor, banyak dibantu nenek.  Pergerakan kakek masih harus menggunakan kursi roda atau alat bantu jalan beroda. Alat bantu jalan kakek bentuknya seperti jemuran handuk, tetapi ada roda disetiap kakinya. Dengan bantuan alat itu, kakek dapat jalan sendiri ke kamar mandi, tetapi tetap saja harus ditemani. Sejak jatuh dari motor, kondisi kesehatan kakek menurun drastis.

Setelah mendapatkan kepastian kondisi nenek dan kakek,  keduanya memutuskan untuk tidur. Hati mereka sudah lebih tenang, karena nenek dan kakek pasti akan ditangani dengan baik oleh tim medis.

Mentari belum muncul, saat bunda *membangunkan* kedua anaknya untuk solat subuh. Faiz segera terbangun saat bunda berbisik ayah akan meninggalkannya ke masjid jika tak segera bangun. Bocah lelaki itu segera berlari ke kamar mandi untuk berwudu. Tak lupa dia mengenakan masker dan mengambil sajadah. Bunda hanya menggeleng melihat kelakuan anak bungsunya yang tak bisa pelan-pelan jika melakukan sesuatu.

Jutaan Cinta dan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang