bab 16 kecewa

2 0 0
                                    

Gadis manis berjilbab hitam itu diam seribu bahasa. Hatinya diliputi kekecewaan. Sebulan lamanya dia harus menahan diri untuk tidak mengkonsumsi makanan kesukaan. Dia sudah berusaha sekuat tenaga membuka mata dan menahan kantuk setiap jadwal terapi. Namun, perjuangannya sia-sia, tak ada perubahan di telinganya.

Hingga sampai rumah, Azizah tetap diam. Meski di mobil bunda mengajaknya berbincang, gadis kecil itu merasa badmood dan tak berminat ngobrol. Akhirnya bunda menyerah dan membiarkan putrinya larut dalam pikirannya sendiri.

***

Sampai di rumah gadis berkulit putih itu masuk ke kamar dan membenamkan wajahnya ke #bantal, kebiasaan saat menyembunyikan tangisnya.

Bunda hanya bisa membiarkan gadis kecil itu meluapkan kekecewaannya tanpa bisa mendekat. Wanita itu sangat memahami putri satu-satunya itu tak suka ada orang yang mendekati saat dia menangis.

"Bunda, pinjam laptop." Kalimat pertama dari bibir gadis berkulit putih itu terucap setelah keluar kamar.

"Boleh, buat apa?" jawab Bunda menyerahkan tas laptop miliknya.

"Selesai mengerjakan tugas dari guru, Ziza mau ketik cerita buat lomba," ucap gadis itu.

"MasyaAllah, Alhamdulillah, semangat ya, Kak." Kebahagiaan terpancar dari wajah wanita berkacamata itu karena anaknya bersemangat menulis lagi.

Selama beberapa hari, Azizah disibukkan dengan mengetik naskah cerita yang akan diikutsertakan lomba. Dia akan ikut dua lomba sekaligus. Bunda setia menemani untuk memberi masukan agar cerita yang ditulis rapi. Gadis itu bagus dalam berimajinasi dan merangkai cerita, tetapi masih kurang dalam penggunaan tanda baca. Kata-kata yang dipakai juga sering bukanlah kata baku, sehingga bunda sering mengingatkan untuk membuka aplikasi KBBI di gawainya.

"Semoga Ziza menang dan bisa dapat uang banyak, aamiin," doa gadis mungil itu saat bunda mengirimkan naskahnya ke panitia lomba.

"Aamiin," ucap Bunda sambil tersenyum.

***
Senin pagi, gadis mungil itu sulit sekali dibangunkan. Padahal hari ini adalah jadwal fisioterapi. Meski dibangunkan berkali-kali tetap saja mata gadis kecil itu tak mau terbuka.

Suara bunda mulai menggelegar. Tampak wanita tiga anak itu sudah kehilangan kesabaran. Dia memaksa anak perempuan satu-satunya itu bangun. Dia tak mau sampai terlambat ke rumah sakit.

Dengan wajah ditekuk, Azizah akhirnya bangun. Malas-malasan dia menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Kedua kakinya berkali dihentak menandakan kekesalan hatinya.

Bunda hanya menggeleng melihat sikap putrinya. Dia tak habis pikir, mengapa anaknya jadi seperti itu. Padahal biasanya gadis itu anak yang pengertian dan mudah diajak kerja sama.

"Kak, kenapa tadi susah banget dibangunin?" tanya Bunda saat mereka mengantre di loket BPJS rumah sakit.

"Aku gak suka terapi, gak suka berobat, gak suka pantang makanan." Wajah gadis kecil itu ditekuk, bibirnya manyun lucu sekali.

Bunda mengembuskan napas perlahan. "Tapi kita harus tetap berjuang, Kak. Masa mau nyerah gitu aja."

"Buktinya semua sia-sia. Gak ada perubahan apa-apa," sahut gadis berjilbab hitam itu sengit.

Belum sempat bunda menjawab perkataan putrinya, seorang anak lelaki kecil bertubuh gemuk menghampiri mereka.

"Aahhh uh agh ...." Bunyi-bunyian tak bermakna keluar dari bibir lelaki kecil itu. Anak kecil itu memukul-mukul tangan Azizah pelan.

Azizah memandang bunda takut. Dia tak mengerti ucapan anak lelaki bertubuh gemuk itu. Dia mencoba berlindung di balik tubuh bunda.

"Hei, ganteng, mau apa?" sapa Bunda.

Jutaan Cinta dan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang