Bab 4 Best seller

2 0 0
                                    

Butuh kesabaran lebih lama bagi Azizah untuk bisa melihat bukunya terbit. Bunda mengusulkan agar buka PO dulu. Sebenernya gadis itu tidak begitu paham apa itu PO. Pokoknya kata bunda, bukunya dipromosikan dulu, agar banyak yang beli.

Gadis itu sempet bingung, bagaimana promosinya, kalau bukunya belum ada. Menurut bunda, mereka tetap bisa promosi dengan memperlihatkan gambar cover, daftar isi, cuplikan gambar dan cerita. Gadis itu nurut saja dengan bunda. Biar urusan promosi, wanita kesayangannya itu yang lakukan. Gadis sembilan tahun itu malu kalau harus promosi. Membayangkan menawarkan ke teman-teman sekolahnya saja, rasanya malu sekali. Gadis kecil itu memang cerewet jika di rumah, tetapi pendiam jika di luar rumah.

Hanya dalam waktu dua Minggu bunda mempromosikan buku, sudah ada dua ratus buku dipesan. Kalau kata bunda sih, itu keren banget, baru jadi penulis sudah ada yang beli dua ratus buku. Si penulis buku sendiri tidak paham kerennya kenapa. Dia hanya tahu menulis cerita, kemudian bukunya dicetak deh.

********
Suatu pagi, bunda mengajak gadis kecilnya ke bank.

"Bun, kita ke sini ngapain?" tanya Azizah begitu mereka tiba di bank.

Bunda tersenyum, "buka tabungan atas nama Azizah, jadi nanti kalau ada yang bayar buku langsung ke rekening kamu."

Anak perempuan berjilbab ungu itu melongo, tidak menyangka akan punya tabungan dari hasil karyanya sendiri.

"Eh, tapi cetak bukunya bayar gak Bun?" tanya gadis itu. Dia kepikiran, khawatir uang bunda habis karena mencetak buku.

"Bayar, kamu hutang ya sama bunda," sahut Bunda sambil tertawa.

"Beres Bun, nanti kalau uang sudah ada, langsung ambil untuk bayar hutang dulu," ucapnya serius. Bunda hanya tersenyum mendengar ucapan gadis kecilnya. Baginya anaknya itu sudah mau berkarya dan lebih percaya diri saja adalah hal yang patut disyukuri.

Tak butuh lama mengantre, no urutan mereka dipanggil. Tampak bunda sudah menyiapkan semuanya. Beberapa lembar kertas diserahkan  kepada tante cantik pegawai bank. Azizah menatap lekat pegawai bank yang sedang melayani bunda. Hmm ... jadi pegawai bank sepertinya keren, bisa dandan cantik, gadis manis itu mulai berkhayal. 

Tepukan bunda di bahu Azizah membuyarkan lamunan gadis itu. Ternyata semua pengurusan untuk membuat rekening bank sudah selesai. Bunda melambaikan buku tabungan dan satu buah kartu ATM ke depan wajah anak gadisnya. Melihat buku tabungan dan kartu ATM atas namanya, gadis itu merasa ingin melompat saking senangnya. Dia segera mengambil kartu ATM dari tangan bunda dan menatap takjub. Gadis kecil itu membolak-balikkan kartu ATM yang dipegangnya sambil membayangkan  akan ada banyak uang yang masuk ke rekening miliknya. Waah ... dia merasa jantungnya berdetak kencang karena bahagia. Namun, dia hanya tersenyum kecil kepada ibu tersayangnya. Dia tidak mau nanti diledek norak hehehehe.

Bunda khawatir kartu ATM hilang jika dipegang anak kecil, jadi meminta izin untuk menyimpankan. Tentu saja gadis itu setuju. Daripada nanti hilang dan rencananya berantakan.

*********
Selang beberapa hari, buku yang dinanti tiba juga. Azizah  senang sekali melihat bukunya. Ketika Kak Mustofa, yang saat itu sudah di pondok pesantren video call, gadis itu memperlihatkan isi bukunya.  Tentu saja gadis imut itu sadar bahwa buku tersebut adalah karya berdua dengan kakak kesayangannya. Sesuai *kesepakatan*, kakaknya itu akan dibayar karena telah membuat ilustrasi gambar buku Azizah. Bahkan keduanya sudah memiliki rencana yang keren.

Selama beberapa hari gadis yang memiliki rambut hitam panjang itu disibukkan membungkus buku-buku dan mengirimkan ke ekspedisi bersama bunda. Nanti biar Abang kurir yang mengantarkan ke semua pemesan. Buku-buku di bungkus kertas kado agar pemesan senang. Namun, ada beberapa pemesan yang bikin gadis itu pusing. Mereka minta bukunya ditanda tangani Azizah. Gadis itu pusing, karena belum bisa tanda tangan. Atas usul ibu akhirnya tanda tangan diganti dengan tulisan tangan  saja.

Meski lelah membungkus, gadis manis itu senang sekali karena ada beberapa pesanan dari luar kota, yaitu Medan, Gorontalo, Yogyakarta, dan Malang. Saat ini hanya buku mereka yang melanglang buana, semoga saja kelak diri mereka bisa keliling Indonesia bahkan keliling dunia aamiin.

*********
"Bun, rekening Ziza sudah ada isinya belum?" tanya Azizah saat sedang bersantai bersama Bunda di sore hari.

"Alhamdulillah sudah, semua yang pesan sudah bayar," jawab Bunda sambil tersenyum.

"Uang Bunda yang buat cetak buku, udah dibayar belum?" Bunda mengeryitkan dahi mendengar pertanyaan itu. "Kan kata Bunda itu hutang, jadi wajib dibayar," lanjut Azizah.

"Oke, nanti uang modal cetak buku,  ditransfer ke rekening Bunda. Makasih ya sayangku," sahut Bunda sambil mencubit kedua pipi anak perempuannya.

"Bunda, uang sisanya yang di rekening Azizah, itu uangku 'kan?" Mata gadis itu mengerjap di depan bunda.

"Iya, itu uang Ziza dan Kak Mustofa. Keuntungan penjualan buku kalian," jawab Bunda sambil memencet hidung gadis kecilnya.

"Ih, Bunda iseng," gadis itu mengibaskan tangan bunda. "Kalau gitu, uangnya boleh Ziza pakai buat apa saja 'kan?" lanjut gadis berwajah oval itu.

Bunda terdiam mendengar pertanyaan gadis kecilnya. Dalam hatinya, dia khawatir anaknya akan meminta untuk membeli HP atau permainan tak bermanfaat. Wanita berkacamata itu sangat ketat dalam aturan memiliki HP sendiri atau mainan yang boleh dibeli oleh anak-anaknya. Namun, menatap mata penuh harap milik Azizah membuat dia cemas, tak bisa menolak apapun permintaan gadisnya itu. Terlebih uang yang akan digunakan adalah  hasil kerja kerasnya.

"Memangnya kamu mau beli apa?" tanya Bunda pelan sambil menyembunyikan kekhawatirannya.

Gadis itu meminta gawai bunda, membuat wanita berkacamata itu semakin yakin anak perempuan satu-satunya itu menginginkan gawai. Otaknya mulai berpikir cara membujuk agar anaknya tak kecewa dan paham jika tak diperbolehkan membeli gawai.

"Bun, lihat ini gambar ini deh." Gadis imut itu memperlihatkan beberapa gambar kepada Bunda.

Bunda melihat gambar yang ada tampak di layar gawainya. Ada foto seorang anak kecil tiduran di jalan, dengan gambar seorang perempuan yang seakan memeluk anak tersebut. Kemudian foto beberapa orang sedang makan bersama di depan rumahnya yang hancur.

Bunda menatap Azizah. Mata bunda menyiratkan pertanyaan. Kebingungan tampak jelas di wajah wanita berkacamata itu.

"Ini 'kan gambar anak-anak Palestina," ucap Bunda pelan.

"Iya Bun, Azizah dan Kak Mustofa ingin sebagian uang kami disumbangkan untuk anak Palestina," ucap gadis itu mantap.

Bunda terhenyak, tak menyangka keinginan anaknya begitu menakjubkan. Tak ada satu katapun keluar dari mulut bunda. Dalam hati ibu tiga anak itu terus beristighfar dan bersyukur.

"Tentu saja boleh sayang," seru Bunda sambil memeluk anak gadisnya. Hatinya penuh syukur karena kedua anaknya berpikir untuk berbagi dengan orang lain.

"Bagaimana caranya Ziza bisa sumbangkan ke anak Palestina Bun?"

"Kita ke kantor lembaga amal ya Nak, nanti Bunda antar."

Azizah mengangguk senang. Hatinya gembira sekali. Terlebih setelah bunda memberi tahu mereka bisa menyumbang lebih dari satu juta rupiah. Ayah bersedia mengantar di hari Minggu nanti. Gadis itu tak sabar menunggu hari Minggu tiba. Dia berharap cintanya pada teman-teman di Palestina bisa tersampaikan segera.

Manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah juga yang menentukan. Malam Minggu sebelum mereka berangkat mengantarkan uang sumbangan, Azizah demam. Sepanjang malam itu, panasnya naik terus hingga dia mengigau. Di tengah demam, gadis itu mengeluhkan kepalanya terasa sakit dan telinga kanannya berdengung. Bunda tersentak, teringat kembali keluhan anaknya itu beberapa bulan lalu.

Jutaan Cinta dan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang