bab 12 awal perjuangan

1 0 0
                                    

"Apakah bisa pakai BPJS, Dok?" tanya Bunda menegaskan pada Dokter Fivi.

Gerakan tangan Dokter Fivi yang sedang menulis surat rujukan terhenti. "Jika di RS Khusus THT Harapan, sepertinya tidak bisa."

"Harus ke rumah sakit lain, Dok?" kejar Bunda lagi.

"Saya tetap berikan surat pengantar untuk ke Dokter Anto, karena tindakan harus dilakukan segera." Dokter berjilbab itu memberikan surat pengantar dan hasil pemeriksaan audiometry pada bunda.

Setelah mengucapkan terima kasih, Bunda dan Azizah keluar ruangan Dokter. Keduanya memilih duduk di lobby, menunggu ayah datang menjemput.

"Kak, tadi dengar kata Dokter Fivi tidak?" Bunda mencoba membuka diskusi dengan gadis kecilnya.

"Dengar, Bun," sahut Azizah singkat.

"Seandainya kita pakai BPJS, bagaimana, Kak?" Wanita berkacamata itu mencoba meminta pendapat putrinya.

"Iya, Bun. Pakai BPJS aja, sayang uangnya sepuluh juta." Bunda tersenyum mendengar ucapan putrinya. Gadis kecil itu seringkali berpikir dewasa, lebih dari usianya.

"Tapi kalau pakai BPJS harus berangkat pagi, antre. Kakak gak apa-apa?"

"Gak apa-apa, Bun. Daripada uangnya buat operasi, sepuluh juta buat Ziza aja." Sambil tertawa gadis kecil itu menjawab.

"Dasar Kakak nih," jawab Bunda sambil mengacak pucuk kepala anaknya itu

"Bunda kalau dioperasi sakit tidak?" tanya  gadis berjilbab itu.

"Kan dibius, Kak." Wanita berkacamata itu menyadari ada ketakutan pada diri putrinya.

"Bunda juga waktu operasi Cesar  dibius, tapi masih suka terasa sakit sampai sekarang." Wajah gadis kecil itu menyiratkan kegalauan.

"Kalau Bunda 'kan operasi besar, Kak, tiga kali pula. Tenang aja, operasinya gak sakit banget kok. Tadi Kakak dengar sendiri, hanya operasi kecil." Wanita berjilbab merah muda itu mengusap lembut pucuk kepala putrinya, berusaha menenangkan.

"Tapi, Ziza takut, Bun." Gadis kecil itu memainkan ujung jilbabnya dengan gelisah.

"Gak apa-apa, nanti kita coba tanya-tanya dokter. Semoga nanti Kakak gak takut lagi," ucap Bunda akhirnya. Tak mungkin dia memaksa anaknya untuk langsung berani menghadapi tindakan operasi.

Ayah datang menjemput, mereka segera masuk mobil dan pulang. Sepanjang perjalanan pulang, ayah dan bunda mengajak Azizah berbincang dan terus memberikan harapan pada gadis tersebut.

"Yah, sebaiknya bagaimana?" tanya Bunda setelah menceritakan secara rinci penjelasan Dokter Fivi.

"Ya, bagaimana, Ayah juga bingung."

"Uang sepuluh juta untuk operasi mungkin bisa disediakan, tapi untuk pasca operasinya yang belum tahu butuh berapa, Bunda takut gak cukup uangnya," ucap wanita berwajah bulat itu memberikan gambaran keuangan yang dimilikinya.

"Ayah juga gak bisa bantu, Bun. Saat ini masih harus beli obat dan keperluan Bapak." Jawaban suaminya membuat wanita berkacamata itu mengembuskan napas perlahan. Dia sadar harus berjuang sendiri untuk mengatur pembiayaan pengobatan anaknya.

"Ya sudah, besok Bunda urus rujukan BPJS ke puskesmas. Proses pengobatan Azizah mungkin dari awal lagi, karena pindah rumah sakit." Ayahnya Azizah hanya mengiyakan perkataan istrinya.

*****
Pukul tujuh pagi, bunda dan Azizah sudah rapi. Keduanya bersiap menuju Puskesmas. Semalam bunda sudah menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan.

Mereka menuju Puskesmas menggunakan roda dua. Saat ini Puskesmas wilayah mereka sedang renovasi, sehingga menumpang di gedung Puskesmas lain. Hal itu membuat bunda memilih untuk membawa sepeda motor sendiri. Bunda khawatir jika menggunakan ojek online, tidak leluasa mencari gedung Puskesmas yang dituju.

Jutaan Cinta dan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang