BAB 2 Bukan Beban

10 2 0
                                    

Bunda memandang balik ke arah anak perempuannya dengan bingung. Tatapan matanya menyiratkan kecemasan.

"Bunda coba tiup telinga kiri ya," ujar Bunda akhirnya.

"Aduh." Azizah spontan menutup telinga kirinya dengan telapak tangan.

"Kenapa?" tanya Bunda cemas.

"Geli hehehe," jawab Azizah sambil nyengir.

Bunda kembali menatap gadis kecilnya. Saat ditiup lubang telinga kanan, Azizah tidak merespons apapun. Berbeda saat yang ditiup lubang telinga kiri.

"Sejak kapan Ziza kayak gini?"

Gadis kecil itu tampak berpikir sebelum akhirnya menjawab, "empat bulan lalu Bun, pas berenang kayak kemasukan air gitu."

Bunda masih terus berpikir, selama ini tidak ada masalah  komunikasi dengan Azizah. Gadis kecil itu selalu bisa mendengar saat dipanggil atau diajak bicara. Lawan bicaranya tak perlu berteriak atau bicara lebih keras saat mengajak gadis bermata lebar itu mengobrol.

"Sakitkah telinganya?" tanya Bunda lagi.

Gadis kecil itu menggeleng untuk menjawab pertanyaan Bunda.

"Kadang memang telinga Ziza suka berdengung, tapi gak sering Bun," jelasnya.

"Ini ngobrol sama Bunda, denger jelas gak?" cecar Bunda.

"Suara Bunda kedengeran jelas tapi kalau bisik di telinga kanan, gak jelas gitu."

"Berarti telinga kanan Azizah ada masalah dong ya,"  Bunda tampak berpikir.

Belum sempat Azizah menjawab, gawai Bunda berdering. Wajah Bunda terlihat panik.

"Kakek jatuh dari motor," pekik Bunda saat mengakhiri pembicaraan di telepon.

"Astaghfirullah, terus gimana Bun?" Azizah ikut panik.

Bunda meminta Mustofa menjaga adiknya di rumah, karena Bunda harus segera ke rumah nenek untuk melihat kondisi kakek. Azizah, Mustofa dan Faiz merajuk untuk bisa ikut. Namun, Bunda tak bisa mengajak semuanya karena hanya menggunakan motor. Akhirnya hanya Azizah yang ikut, sedangkan kedua saudaranya di rumah. Semua berdoa agar tidak terjadi hal buruk pada kakek

***************

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di rumah nenek. Saat Bunda dan Azizah tiba, kakek sedang diurut. Tampaknya nenek langsung memanggil tukang urut untuk menangani kakek.

"Bagaimana keadaan papa?" tanya Bunda ke Nenek.

"Itu lagi dipegang sama Mas Yanto. Papah gak mau diajak ke rumah sakit," jelas Nenek.

Nenek kemudian bercerita, kakek jatuh di tanjakan yang ada tidak jauh dari rumah. Saat mau belok, kaki kakek turun tapi ternyata aspalnya licin karena banyak kerikil. Akhirnya jatuh dengan posisi motor menimpa kaki.

Selesai diurut, kakek mencoba berdiri dengan bantuan tongkat. Tampak wajah kakek masih menyiratkan kesakitan. Mas Yanto menjelaskan bahwa tulang kaki kakek hanya agak bergeser, tidak patah, jadi masih bisa diurut. Semua  hanya mengangguk mendengar perkataan tukang urut tersebut. Nenek, Bunda dan Azizah  merasa lega. Setelah kakek tidur, Bunda dan Azizah pulang.

************
Pagi, semua disibukkan dengan persiapan ke sekolah. Tampak yang  paling sibuk adalah bunda. Wanita berkacamata itu sudah mulai memasak sejak pukul empat pagi. Jam enam, bekal semua anggota keluarga sudah tertata rapi.

Azizah berangkat sekolah diantar ayah. Faiz dan Mustofa berangkat bersama bunda. Tugas penjemputan semua akan dilakukan Bunda. Sore itu, saat menjemput Azizah di sekolah, gawai bunda berdering, nenek mengabarkan kondisi kakek tidak baik. Azizah melihat air  sudah merebak di kaca-kaca pada wajah bunda. Segera bunda membelokkan arah ke arah rumah nenek.

Jutaan Cinta dan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang