kekhawatiran Oma

524 65 18
                                    

"Masih tanya lo di anggep apa? lo itu enggak lebih di anggap kenalan sama si Jisung boro boro sahabat temen aja enggak"

Potong seorang remaja berpakaian rapi dengan nametag Felix. Membuat iris cokelat Chenle otomatis menatapnya heran. Secara lelaki yang didepannya itu tidak terlihat seperti siswa yang terdaftar dalam buku harian pelanggaran atau tamu istimewa ruang BK, melihat penampilannya yang rapi namun tak terkesan culun.

"Selain bego ternyata lo bisu juga? Cihh kasian gue, harus ngurus bocah mengenaskan kaya lo" Tampangnya yang sok cool dan cara bicaranya yang angkuh membuat Chenle yang temperamental menggertakkan giginya.

" Tu mulut Babi emang ga pernah dizakati apa gimana? Gak ada duit? Masa kerjaannnya ngepet gada duit?" aksaranya terlihat santai seakan akan dirinya sedang memesan secangkir kopi warmindo depan sekolah

"Jaga mulut lo! Jangan mentang-mentang lo anak orang kaya, jadi lo bisa ngomong seenaknya"

BHAHAHAHA.

Gelegar tawa Chenle seolah bergema diudara, keadaan taman belakang yang sepi karena jarang dikunjungi oleh murid-murid seolah mendukung dirinya tuk mengejek orang didepannya itu. "Lu ada duit ga si buat beli sarapan? Omongan lo lucu ngalahin sule dan kawan kawan tau gak?"

"Ckkk ga usah banyak bacot deh lo, gue cuman mau ingetin aja. kalo Jisung kasih kabar lo dalam waktu 3 menit pasti Jisung anggap lo penting di hidupnya, tapi kalo enggak.... lo tau apa jawabannya selamat menunggu dan merenungi baby" Ucap Felix kemudian pergi menjauh dari tempat itu. "tau apa lo soal gue dan Jisung! Woyy! Anjirr! Goblok lo ye!"

Maki Chenle sebelum pikirannya disibukkan oleh kata-kata yang di ucapkan oleh Felix. Ia tak akan menyangkal perkatan Felix barusan, karena seseorang yang penting dalam hidup tidak akan terlupakan ada maupun tiada orang tersebut pasti selalu di ingat.

Tanpa sadar ia mulai mengepalkan kedua tangannya sampai membuat buku jarinya yang putih menjadi lebih putih lagi. Namun dalam lamunannya ia disadarkan oleh bunyi bell tanda pergantian pelajaran selanjutnya.

"Anjrit! Bell mati gue skip pelajaran!"

_ _ _

Tok tok tok

"Ya tunggu sebentar!" Terdengar sahutan dari dalam rumah minimalis namun elegant itu.

Cklekk

Terdengar pintu yang berderit saat pintu di buka dari dalam dan memunculkan sosok paruh baya yang masih terlihat muda

"Maaf cari sia ..MasyaAllah Jisung! Kamu kenapa nak?" Tanya Oma terkejut saat menemukan cucunya dalam keadaan kacau. Tubuh kurusnya semakin terlihat rapuh dengan bercak darah di mana mana pada kemeja seragamnya bahkan Jisung tak mampu berdiri sendiri tanpa tumpuan dinding di sebelah daun pintu.

Dengan ssigap Ia memapah tubuh sang cucu memasuki rumahnya tersebut dan mendudukkan nya di sofa, namun niat itu langsung segera pupus ketika suara lirih sang cucu memasuki indera pendengarnya.

"Ja-jangan! Nanti sofa Oma kotor karena Jisung nanti Ayah marah" Ujar Jisung lirih sangat lirih bahkan hampir seperti bisikan. Ia juga tidak tau mengapa tubuhnya bisa selemas ini bahkan untuk mengangkat segelas airpun ia merasa tak mampu.

Jisung sangat benci dengan keadaan ini sangat sangat membencinya, dimana ia yang seharusnya menjaga sang Oma bukan malah membuatnya khawatir dan merepotkan.

"Jie kamu ngomong apa? kamu lagi sakit sekarang gimana bisa kamu masih mikirin Ayah marah di saat kaya gini?" Omel sang oma khawatir sedangkan orang yang di khawatirkan hanya mengulas senyum di bibir pucatnya.

Dan pada akhirnya Jisung hanya mau duduk di atas lantai tanpa satu alaspun. Sensasi dingin langsung menyambut indera perabanya. Walaupun sang Oma masih kukuh untuk mengajaknya duduk di sofa setidaknya jika di lantai ia tidak akan mengotori karpet berbulu juga sofa kesayangan Ayahnya.

Ia memang benci membuat repot ataupun membuat khawatir sang Oma namun tak ayal ia juga senang ketika sang Oma mengomelinya karena khawatir.Ia merasa seperti mempunyai seorang Bunda di sampingnya ketika sakit bahkan ia pernah berfikir andaikan sang Oma adalah bundanya maka bahagia sudah hidupnya walau Ia masih akan di benci oleh Ayah.

"Oalah bocah iki malah nguyu nguyu ra jelas. Orang sakit di suruh duduk sofa juga ndak mau. Jie...Jie tunggu sini ae yo Oma mau cari Mang Danang dulu" Ucap sang oma cepat yang mampu mengukir senyum di bibir sang cucu.

Moment favorit Jisung adalah melihat logat jawa sang Oma yang akan keluar dengan sendirinya saat merasa khawatir atau kebingungan. Mungkin waktu ini bukan waktu yang tepat untuk mengagumi logat sang Oma akan tetapi hal itu merupakan obat ampuh menahan rasa sakit yang menderanya.

Ia lihat dari arah belakang rumah sang Oma berlarian dengan di ikuti oleh tukang kebun kepercayaan sang Oma buru-buru mendekat ke arahnya. Samar-samar ia mendengar sang Oma yang memanggil namanya di setiap langkah yang Oma ambil.

Terlihat lucu namun tak berselang lama ringisan keluar dari bibir pucat Jisung yang di sebabkan sakit kepala yang menderanya tanpa ampun bahkan Jisung menggigit bibirnya hingga berdarah dan tidak lupa dengan tangan yang mencengkeram bagian belakang kepalanya.

Bahkan saat ia mencoba membuka kelopak matanya hanya di penuhi benda berbayang. Tidak ada satupun benda yang terlihat jelas oleh atensinya hingga seseorang mengusap bahunya sampil menggumamkan kata yang tidak bisa di jangkau oleh indera pendengarannya.

Jisung hanya bisa menyernyitkan dahi tanda ia tak mengerti, Ia tak mengerti dalam situasi macam apa ini pandangannya buram dan pendengarannya tidak berfungsi dengan baik hanya dengingan yang terdengar menyakitkan telinganya.

Jisung menggelengkan kepalanya ribut berharap pengelihatannya kembali normal namun hal itu tidak membuahkan hasil hanya saja usapan pada bahunya berubah menjadi cengkeraman yang sangat kencang hingga membuatnya meringis Jisung tidak tahu situasi macam apa ini namun perlahan semuanya menjadi gelap. Seolah semesta memberinya waktu untuk beristirahat dari rasa sakitnya ini untuk sejenak.

"Nang bagaimana ini? Cucu saya malah pingsan sekarang kamu angkat dia bawa kedalam kamarnya saya akan menelfon dokter sebentar" Titah Oma dengan nada bergetar menyiratkan seberapa khawatir ia pada sang cucu. Tanpa memakan waktu yang lama dengan sigap mang Danang mengangkat badan kurus Jisung untuk di bawa ke dalam kamarnya.

Jisung adalah satu satunya cucu yang besar tanpa kasih sayang seorang ibu bahkan belum pernah melihat sang ibu walaupun dari sebuah foto. Jisung juga satu satunya cucu yang hidup bersamanya tidur, dan besar di bawah pengawasannya membuatnya menjadi seseorang yang istimewa. Setelah Oma memutuskan telepon pada dokter tanpa berpikir panjang eyang menghubungi seseorang lagi tanpa jeda

Drrrt drrt

Getar Suara telepon di tangan sang oma menandakan seseorang yang ia hubungi memiliki sambungan yang sama. Hanya menunggu sang penerima Mengangkatnya, namun sampai 3 kali ia hubungi penerima tidak menunjukkan niatan ingin menjawab panggilan tersebut hingga panggilan ke lima yang membuat sang eyang mengulaskan senyum.

"Assalamu'alaikum Jhonny" Sela eyang tanpa sabar.

"wa'alaikumsalam bu. Mengapa menelepon? Tidak biasanya memberondong telephonku dengan panggilan sebanyak ini apakah ibu begitu merindukan anakmu ini?" Goda seseorang di sebrang telephon menyapu pendengaran sang eyang.

"Bukan itu tapi.."

_ _ _

punteenn, emak baru bisa nongol yak. yang masih nungguin cerita ayah sama jisung angkat jempolnya mana ; D

canda jempollll , buat anak anak emak yang geulish sama kasep kasep jangan bosen ya nungguin emak up. buat yang udah follow dan ngingetin emak up haturnuhunnn pisan

udah kali ah ngocehnya, jangan lupa stars starsnya 

Love you sakebon alll 💚

All About Me || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang