Harapan Semu

418 61 21
                                    


Jhonny pov.

Setelah selesai dari kamar kecil aku kembali ingin mengecek berkas-berkas yang masih harus ku selesaikan hari ini. Bukan apa apa hanya saja aku tak suka saat menumpuk sebuah pekerjaan karena pada akhirnya semua itu juga harus di selesaikan.

Saat ku lihat jam digital pada lokscreen handphone ku ada satu hal yang menarik atensiku

4 panggilan tak terjawab

"Ibu kenapa panggil berkali kali?" Heranku belum sempat pertanyaan itu terjawab ibuk suah meneleponku kembali.

Tentu saya senang sekali, orang tua memang menjadi semangat sang anak bagaikan beban berat di pundakku berubah menjadi seringan kapas tanpa berpikir panjang langsung saja saya mengangkat panggilan tersebut, suara lembut keibuaannya berhasil menyapu pendengaran ku bagai berlibur di pegunungan rasanya sangat menyejukkan.

"Assalamu'alaikum Jhonny" Seru ibu di seberang telepon dari nada salamnya saja sudah terdengar tidak sabaran. Entah mengapa hal itu membuaku terkekeh geli

“wa'alaikumsalam Bu. Mengapa menelepon? Tidak biasanya memberondong telephonku dengan panggilan sebanyak ini apakah Ibu begitu merindukan anakmu ini?" Godaku melalui telepon biarpun dikata anak kurang ajar namun hal ini sangat menyenangkan,

Bukan itu tapi.." Jawab Ibu menggantung tiba tiba saja perasaanku seperti di campur aduk. Akupun tak tau alasan pasti tentang semua ini, namun yang ku harapkan saat ini bukanlah pertanda buruk.

"Bu pelan pelan bicaranya, apa mau Jhonny masukin sekolah rap? kaya anak mas Teil?" Gurauku sungguh satu hal yang ku ingin saat ini yaitu mengalihkan pembicaraan karena jika di teruskan itu hanya akan memberatkan ku.

"Jhonny cepat pulang nak mampirlah ke rumah Ibu. Tadi pagi Jisung pulang dengan keadaan sangat kacau seragamnya penuh bercak darah di mana mana, tangannya sangat dingin, juga berlumuran darah dia ter.."

"Maaf bu sekarang Jhonny sedang sibuk, mungkin anak itu hanya berkelahi dengan temannya Jhonny putus panggilannya sekarang" Potongku dengan nada datar apakah ini hal yang mengganjal itu?mendengar kabar buruk dari anak bungsuku? tapi apa peduliku toh dia sudah ku anggap bukan siapa-siapa tapi kenapa hatiku tersayat mendengar berita ini.

"Jhonny Jhonny! Dia sepertinya tidak baik baik saja. Wajahnya sangat pucat, tubuhnya sangat dingin bahkan ia sempat pingsan. sekarang ibu sudah menelepon dokter namun belum juga datang bagaimana ini Jhon?" Panik Ibu di seberang telephon. Aku tau seberapa khawatirnya Ibuku ini, sampai-sampai ia lupa mengambil jeda untuk mengatakan rentetan kalimat yang panjang.

" Dia bukan urusanku Bu, masih ada segudang berkas yang ku urus saat ini, Aku putus sekarang assalamu'alaikum "

Tanpa menunggu jawaban dari ibu sambungan langsung ku putus. Mood ku hancur seketika karena mendengar berita tentang anak sialan itu seharusnya aku memutuskan panggilan dari awal maka moodku masih baik untuk melihat setumpuk berkas ini.

Drrt Drrt

Aku mendengus kasar pasti ibu menelephon lagi, dan membuatku sangat muak. Tanpa ku lihat dahulu username sang penelepon langsung aku angkat.
Ll
"BU SUDAH KU BILANG BERAPA KALI! AKU TAK PEDULI DENGAN ANAK SIALAN ITU!" Murkaku bahkan sudah kulupakan tatakrama yang orangtua ajarkan pada anaknya otakku serasa langsung mendidih namun suara di seberang dapat membuatku seketika membeku.

"A-Ayah.." Jawab sesosok itu lirih seakan syok dengan apa yang baru saja terjadi.aku yang mendengar jawaban dari seberang telephon membeku, ini bukanlah suara Ibu.  Namun, suara anak sulungku, tersisip getaran isak tangis di dalamnya. Apa lagi ya Allah?

"Ayah Jaemin collaps di sekolah, sekarang Jeno lagi di RS dekat sekolah.. Ayah maaf Jeno minta maaf" getaran lirih Jeno dari sebrang telephon lebih mendominasi. Sesaat otakku tak ingin bereaksi lebih, kosong dan sangat menyesakkan.

Tanpa berpikir lama dan mematikan telephon segera ku berlari menuju basement kantor tanpa peduli tatapan penasaran para karyawan.

Gadget yang masih tersambung dengan panggilan pun ku lempar pada jok belakang tanpa basa basi ku kendarai mobil pajero sport itu di atas rata-rata persetanan dengan aturan lalu lintas dan umpatan para pengendara.

Karena dipikiranku hanya ada seorang Jaemin memori-memori yang dulu berputar bagaikan momok tersendiri. Bagaimana tubuh yang lemah dan juga alat alat yang terpasang di tubuh kecilnya, ruangan sunyi yang berbau alkohol, derak mesin yang berdecit saat di dorong kasar oleh perawat.

Tidak lama hingga mobil yang ku kendarai sampai di halaman Rumah sakit tanpa memakirkan kendaraan dengan benar kaki ku sudah berlari menyusuri lorong bertabrakan dengan perawat juga orang orang di sekitar hingga langkahku mulai melambat saat melihat siluet sang sulung duduk bersandar pada dinding.

_ _ _

Author pov

"Jeno!" Panggil Jhonny sembari mendekat dengan langkah lebarnya. Melihat itupun Jeno berdiri tegap dengan menundukkan kepalanya dalam.

Banyak rasa takut yang berada pada pikirannya takut kembarannya semakin memburuk, takut kehilangan saudara, takut di marahi ayahnya, takut hukuman dari ayah yang sangat menyakitkan, kadang ia berfikir betapa menyenangkan menjadi seorang Jaemin tidak pernah di tuntut lebih dan selalu melakukan apa yang ia mau.

Namun Jeno sadar sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk merasa iri karena kembarannya sedang berjuang di dalam sana. Tangannya gemetar menahan takut dan gundah yang bersarang di hatinya.

BUGH

Suara hantaman keras terdengar di sepanjang lorong yang mencuri perhatain semua orang. Itu bukanlah suara Jhonny yang memukul Jeno, hanya saja suara dinding yang di hantam oleh Jhonny tepat di sebelah kepala Jeno jarak yang sangat dekat membuat Jeno memejamkan mata terkejut.

Dalam keterkejutan yang menghilangkan separuh dari kesadarannya jeno membelalakkan matanya hingga beradu dengan mata sang ayah.

"A-ayah ma-maaf" Getaran tubuh juga air mata tertahan sang sulung terekam jelas, banyak sekali iskan yang Ia tahan, sesak yang sangat menyakitkan, dan Fakta yang tak bisa dilupakan.

Siapa kira tanpa menjawab Jhonny menarik tubuh Jeno mendekat dan memeluknya dengan erat memberi ketenangan."Jangan takut nak semua akan baik baik saja" Tambah Jhonny sembari mengelus lembut punggung Jeno.

Hangat satu kata yang bisa di ucapkan oleh Jeno saat ini. Ingin rasanya  Ia menghentikan waktu sekarang juga, perlahan tapi pasti tangan kekarnya membalas pelukan sang Ayah mencari tempat menenagkan diri jujur saat ini ia butuh sandaran.

"Ayah Jeno rindu"

3 kata beribu makna dan berjuta rasa, lolos dari bibir manis Jeno. Pertahanan yang ia bangun runtuh seketika bolehkah ia egois? 5 menit saja, hanya 5 menit Ia ingin menjadi seorang  Jeno Alkana Dirgantara tanpa mempunyai kembaran, dan juga adik?

Namun, takdir tak berpihak kepadanya karena 0,5 detik berikutnya suara dokter menyadarkan dua orang yang saling menyalurkan kehangatan.

"Keluarga pasien atas nama Jaemin alkuna Dirgantara?"

"Saya Ayahnya dok" Sahut Jhonny cepat, melupakan sang sulung yang masih dalam posisi yang sama saat berpelukan tadi, membiarkannya kembali pada fakta bahwa sang adik adalah prioritas sang Ayah sedih rasanya saat ayahnya melepaskan pelukan itu begitu saja.

"Pasien hanya mengalami serangan kecil tidak begitu membahayakan nyawanya, Namun untuk mempermudahkan pengawasan lebih baik nak Jaemin opname 3 hari beserta bedrest karena saya kurang yakin anak anda bisa fokus badrest di rumah" Jelas sang dokter kepada Jhonny mendengar kabar itupun Jhonny menghela nafas lega, tali-tali yang mengikatnya seakan akan mengendur dan terlepas.

"Terimakasih dok apakah boleh saya jenguk anak saya?" Tanya Jhonny

"Pasien sudah sadar dan akan di pindahkan ke ruang rawat kalau begitu saya permisi" Ujar dokter dan berlalu pergi.

Bankar Jemin keluar dari ruang UGD, dan benar anaknya sudah sadar walaupun wajahnya masih pucat. Jhonny yang melihatpun segera mendekat membantu perawat mendorong bankar sang anak sembari menggenggam erat tangan Jaemin menyalurkan kasih sayang tanpa menyadari sang sulung yang ia lupakan.

_ _ _

Jeng jeng jeng jenggg🙃
Gimana nihh, rasanya setelah digantung berbulan-bulan😭😭

Makasih yang selalu support dan udah nungguin emak up nih lapak😭

Love you all

All About Me || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang