05. Janji

4.7K 488 8
                                    

Pagi ini hujan turun begitu lebatnya, jangankan matahari, burungpun tidak berkicau seperti biasanya. Angkasa saat ini terlihat begitu kelabu, gelap dan kesepian.

Rintikan demi rintikan air hujan tak henti - hentinya membasahi permukaan. Namun siapa sangka jika hal tersebut sukses membuat semua orang sedikit kesusahan untuk menjalani pagi mereka.

Salah satunya Angkasa dan juga Samudra, keduanya kini terlihat berdiri di depan pintu rumahnya. Mengamati bagaimana langit menumpahkan tangisnya disertai dengan guntur yang menggelegar.

Tidak biasanya hujan turun disaat pagi seperti ini, tapi jika sudah terjadi kitapun tidak bisa menolak bukan?

Angkasa menghela nafas pelan, kedua tangannya sengaja ia lipat di depan dada. Suasana pagi ini cukup sukses membuat dirinya kepayahan, mengingat bagaimana dirinya sangat membenci hujan serta tubuhnya yanh tidak kuat akan dingin.

Ya, satuhal yang mungkin belum kalian ketahui tentang Angkasa. Laki - laki itu memang tidak pernah menyukai hujan. Karena percaya atau tidak, karena hujan ia hampir saja kehilangan orang yang paling ia sayang.

Angkasa tau, seharusnya ia tak perlu menyalahkan semesta atas segalanya. Bukankah hidup mati seseorang telah di atur dengan sebaik mungkin?

Tapi entahlah, karena pada nyatanya berbicara memang jauh lebih mudah daripada menjalankan apa yang baru saja terucap.

Angkasa trauma, tiga tahun lalu ia hampir saja kehilangan Samudra di bawah guyuran air hujan. Tidak ada siapapun disana, darah bahkan tidak henti - hentinya mengalir di kepala sang kakak. Angkasa takut? Tentu saja, apalagi mengingat jika Samudra adalah alasan pertama kenapa ia bisa bertahan sejauh ini.

"Kalau ga brani, mending lo istirahat di dalem. Ntar biar gue yang nelfon guru BK buat bilang kalau kita ijin hari ini" seolah mengerti,  Samudra langsung berbicara seraya mengalihkan atensinya kearah Angakasa.

"Gapapa, kita berangkat aja"

"Ngga, Sa. Gue ga mungkin berangkat disaat gue tau kalau kondisi lo lagi ga baik - baik aja"

"Gue gapapa Samudra"

"Muka lo pucet"

"Cuma takut biasa, nanti juga hilang"

"Ga usah bohong, lo pikir kita baru kenal kemarin sampai lo ngira kalau gue bakal percaya sama lo?"

Angkasa menghela nafasnya untuk yang kesekian kalinya, netranya ia alihkan kearah sang kakak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Udah gapapa, bukannya kalau ada lo gue bakal baik - baik aja?"

"Saaa"

"Sam, ayolah. Yang ada kalau kita debat terus kaya gini, kita bakal telat Sam"

Samudra memejam, "Kita berangkat pake mobil ya?"

"Kalau ada, berangkat pake pesawat juga boleh"

"Mulut lo tuh pesawat"

"Kan kalau ada, Sam. Ah lo mah punya otak kaga pernah di saring dulu. Telminya kebangetan"

"Berisik anying"

"Ngomong kasar sama adik sendiri denda 100.000"

"Emang lo adik gue?"

"Iya gue bukan adik lo, puas?"

"Dih ngambekk"

"Kenapa? Gasuka? Sekalian aja lo bilang kalau gue adiknya kudanil"

"Kok ngamok?"

"Ngeselin" balas Angkasa lengkap dengan nada kesalnya. Mengabaikan jika saat ini sosok Samudra hanya bisa menatap heran kearahnya.

"Udah, jangan ngambek - ngambek gitu. Ntar kalau lo jadi kudanil beneran kan berabe urusannya" goda Samudra yang sukses membuat Angkasa semakin kesal.

Angkasa memejamkan matanya sebelum akhirnya memilih menerobos hujan di hadapannya. Tindakan Angkasa tadi cukup sukses membuat Samudra sedikit tersentak. Bagaimana tidak, mengingat bagaimana laki - laki itu berlari menembus hujan sebelum akhirnya berakhir di dalam mobil.

"Goblok"

Samudra mengikuti langkah Angkasa, tapi setidaknya laki - laki itu tidak sebodoh Angkasa. Samudra menyebrang menggunakan payung yang memang sedari tadi sudah berada di tangannya.

"Begoo banget sih, lo ngapain pake hujan - hujanan segala?" Ujar Samudra tepat setelah dirinya berada di mobil yang sama dengan Angkasa.

"Diemm, gue lagi bermeditasi jadi kudanil"

Samudra mengernyit bingung, sepertinya memang benar - benar ada yang salah dengan Angkasa. "Lo sehat kan?"

"Kalau gue gila, kenapa? Lo mau buang gue ke krbun binatang?"

"Astaga Saa, lo dari tadi kenapa sih? Pusing nih guee"

"Kalau pusing ya gak usah di pikirin, gampang kan?"

"Kesurupan ya lo?"

"Iya, kesurupan kudanil"

"Terserah lo dah" ujar Samudra pada akhirnya sebelum memilih untuk melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Hujan masih turun begitu deras, bahkan tidak ada satupun tanda - tanda jika hujan akan segera berhenti.

"Badan lo basah, keringin dulu gih"

"Bod—"

"Saa!! Keringin"

Angkasa mempoutkan bibirnya kesal sebelum akhirnya memilih untuk mengikuti perintah Samudra. Mengambil tissu di jok belakang dan mulai menheringkan badannya yang sedikit kebasahan.

"Gue ga suka hujan, Sam"

"Gue tau"

"Entah kenapa gue selalu ga mood kalau lagi kaya gini"

"Contohnya sekarang kan? Tiba - tiba lo jadi gajelas kaya gini"

"Gue takut, Sam"

"Ada gue Angkasa"

"Kalau dia ngambil lo dari gue lagi gimana?"

"Gak bakal"

"Kalau iya?"

"Engga Angkasa, dia ga bakal ngambil gue lagi dan gue juga ga bakal mau pergi sama dia"

"Janji?"

"Janjii"

"Kalau lo ingkar janji, apa lo siap kehilangan gue?"

"Gue ga bakal ingkar janji"

"Berarti lo udah siap kehilangan gue, Sam!"

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang