03. Canda Matii

6.7K 597 7
                                    

Angkasa Gavriel Alvarendra, seperti namanya— sosok tersebut terlihat begitu ceria, seperti tidak memiliki masalah sama sekali. Sifatnya yang humoris, humble dan selengean sudah cukup membuat dirinya disukai oleh semua orang.

Angkasa itu berbeda, disaat semua orang berlomba - lomba memperlihatkan kemampuannya, ia justru memilih untuk menyembunyikannya. Dan, disaat semua orang selalu mengumbar masalah hidupnya, maka yang Angkasa lakukan adalah sebaliknya.

Seberat apapun masalahnya, ia jauh lebih memilih untuk menanggungnya sendiri. Ia hanya tidak ingin jika semua orang ikut terbebani karena masalahnya.

"Udahan kali main ps nya" Samudra tampak mengingatkan, sosoknya bahkan sampai menghela nafas pelan mengingat jika sedari tadi sosok Angkasa tidak juga mau mendengarkannya.

"Lima menit deh"

"Angkasa, kalau lo lupa lo udah bilang gitu sejak tiga puluh menit yang lalu" balas Samudra yang sukses membuat Angkasa terkekeh kecil.

Samudra memutar bola matanya malas, sedangkan Angkasa? Laki - laki tersebut rerlihat beranjak dari duduknya. Mematikan ps nya dan membawa langkahnya mendekat kearah Samudra.

"Sam, gue laperrr"

"Mau makan apa? Biar gue buatin"

"Keluar aja napa, gue pengen jalan - jalan"

Samudra mengalihkan atensinya kearah pergelangan tangannya, "Udah jam segini, mau nyari makan dimana?"

"Baru juga jam sembilan"

Samudra menghela nafasnya pelan, "Yaudah ayo"

Angkasa tersenyum senang sebelum berlari menuju kamarnya untuk mengambil jaket hoody kesayangannya. Sedangkan Samudra? Laki - laki tersebut terlihat membawa langkahnya menuju garasi.

"Angkasa buruann"

"Sabar elahh, kaki gue cuma dua. Gimana mau jalan cepet, lo kira gue kelinci"

"Gigi lo kan mirip kelinci"

"Enak aja lo, dasar pencemaran nama gigi" seru Angkasa tak terima. Mengabaikan jika saat ini sosok Samudra hanya bisa terkekeh pelan menanggapinya.

Kini keduanya tampak menyusuri jalanan ibu kota menggunakan sepeda motor milik Angkasa. Keduanya sama - sama menikmati suasana yang sempat tercipta, karena pada dasarnya mereka sama - sama menyukai ketenangan.

Cahaya bintang di atas sana serta sedikitnya kendaraan yang berlalu lalang sudah cukup membuat kenyamanan tersendiri bagi mereka. Angkasa tampak tersenyum seraya memeluk erat pinggang sang kakak, sedangkan Samudra? Laki - laki tersebut masih terlihat fokus pada jalanan di depannya.

"Mau makan dimana?" Samudra mulai membuka suara, sedangkan di belakangnya Angkasa terlihat mengernyitkan alisnya bingung.

"Gue pengen bubur ayam"

"Jam segini mana ada yang jual bubur ayam, Sa"

"Ya iya sih, yaudah deh terserah lo aja. Gue mau makan apa  juga gapapa"

"Nasi goreng mau?"

Angkasa mengangguk pelan sebelum akhirnya memilih kembali merebahkan kepalanya pada pundak sang kakak. Suasana malam ini cukup dingin, jadi tak heran jika sedari tadi Angkasa menggigil kedinginan.

"Dibilangin tadi gausah makan di luar, sekarang kedinginan kan lo"

"Namanya juga bosen makan di rumah terus" ujar Angkasa seraya mempoutkan bibirnya lucu.

"Iya ngerti, tapi seharusnya lo juga inget kalau lo itu paling gakuat sama yang namanya dingin"

"Udah gapapa, mending sekarang lo fokus nyetir. Gue ga mau ya pulang - pulang dari sini sampe rumah cuma tinggal nama doang"

Samudra memutar bola matanya malas, sebelum akhirnya memilih untuk kembali fokus pada jalanan di depannya.

Kira - kira butuh waktu sekitar lima belas menit bagi mereka untuk sampai di tempat tujuan. Angkasa tampak menuruni motor merahnya lengkap dengan kedua tangannya yang masih terlipat di depan dada.

"Pake jaket gue aja biar agak angetan"

"Gak usah lebay deh, Sam"

"Gue serius"

"Udah gak usah, mending sekarang kita buruan masuk. Pesenin gue nasi goreng tanpa cabe sama teh angetnya tiga gelas"

"Tiga gelas buat siapa aja anying?"

"Buat gue lah"

Untuk yang kesekian kalinya Samudra hanya bisa menghela nafas pelan, langkahnya ia bawa menuju kasir dan mulai memesan makanan sesuai dengan apa yang Angkasa minta tadi.
Sedangkan Angkasa? Laki - laki tersebut terlihat membawa langkahnya menuju meja yang berada di pojok ruangan.

Angkasa menjatuhkan pantanya sebelum memilih untuk mengambil tisu di hadapannya, menarik sebanyak mungkin dan menyembunyikannya di balik saku jaketnya.
Bukan hal biasa lagi memang, tapi hal tersebut memang sering dilakukan oleh Angkasa.

Angkasa kembali menarik lembaran tisu tersebut, tapi kali ini bukan untuk ia sembunyikan— melainkan untuk mengelap wajahnya yang cukup berkeringat. Suasana malam ini cukup dingin, tapi entah kenapa Angkasa justru berkeringat.

"Nihhh" seru Samudra seraya meletakkan pesenan mereka tadi di atas meja. Sedangkan Angkasa? Laki - laki itu terlihat menyambutnya sebelum akhirnya memilih menyeruput teh hangatnya lebih dulu.

"Ini punya lo"

"Ga pedes kan?"

Samudra mengangguk seraya menyeruput minumannya, "Buruan makan, keburu malem yang ada ntar pulangnya malah dingin"

"Dingin juga ga bakal buat gue mati, Sam" balas Angkasa polos. Tapi siapa sangka jika perkataannya justru di hadiahi tatapan tajam oleh Samudra.

Angkasa terkekeh sebelum memilih mengangkat tangannya ke udara berbentuk peace. "Candaa matiii"

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang