07. Ketakutan Angkasa

4.6K 420 24
                                    

Angkasa menghela nafasnya pelan, netranya sengaja ia alihkan kearah semesta di atas sana sebelum akhirnya tersenyum miris. Hujan masih turun, meskipun tidak sederas tadi. Tangannya terulur kearah tetesan hujan di depannya, bahkan tanpa di duga air matanya justru jatuh tanpa bisa ia cegah.

Angkasa bukannya benci, hanya saja ia terlalu rapuh untuk mengingat semuanya. Apa yang sedari dulu ingin ia lupakan, kembali teringat hanya karena hujan. Angkasa kembali terpejam seiring dengan kedua tangannya yang terkepal kuat. Tapi semuanya tidak berlangsung lama, setidaknya tepat setelah sebuah tangan mendarat di pundaknya.

"Gak usah di inget lagi kalau hal itu cuma bikin lo tambah kacau" suara lembut tersebut sukses membuat Angkasa mengalihkan atensinya.

Samudra, laki - laki tersebut tampak tersenyum sebelum memilih berdiri disamping adiknya. Netranya menatap lurus kedepan, mengabaikan jika saat ini sosok Angkasa tengah menatapnya dalam diam.

"Kadang ga semua cerita harus kita inget, Sa. Ada saatnya kita ngelupain hal yang emang harus kita lupain" lagi, suara Samudra kembali terdengar. Namun atensinya belum teralihkan sama sekali.

Angkasa terdiam, ia bahkan tidak tau harus mengatakan apa lagi. Karena pada kenyataannya, perkataan Samudra memang ada benarnya. Tidak seharusnya ia mengingat hal yang justru membuat dirinya semakin terluka.

"Maaf"

Samudra tersenyum, kali ini ia memilih untuk mengalihkan atensinya kearah Angkasa. Tangannya bahkan terangkat untuk mengusak pelan rambut adiknya, karena percaya atau tidak Samudra sangat menyayangi Angkasa melebihi dirinya sendiri.

"Gue ga butuh maaf lo, yang gue mau lo tarik bibir lo lebar - lebar terus senyum di depan gue" balas Samudra seraya menjewer pelan pipi Angkasa.

Angkasa terkekeh sebelum akhirnya menoyor pelan lengan sang kakak. Samudra selalu punya cara untuk mengembalikan moodnya, dan bodohnya— Angkasa tidak pernah bisa membalasnya.

Angkasa beruntung punya Samudra, hanya saja ia merasa jika Samudra tidak beruntung memiliki adik sepertinya. Angkasa berulangkali membuat Samudra kecewa, tapi laki - laki itu? Jangankan membuatnya kecewa, marahpun ia tidak pernah.

"Mau balik ke kelas sekarang?" Tanya Samudra lengkap dengan senyuman tipisnya. Sedangkan Angkasa? Laki - laki tersebut hanya bisa menggeleng pelan sebagai jawaban.

Bukannya malas, hanya saja untuk saat ini Angkasa benar - benar tidak ingin mengikuti pelajaran. Ia hanya ingin sendiri, meskipun ia tau jika Samudra tak akan pernah membiarkannya.

"Lo kalau mau ke kelas, gapapa kok. Gue aman disini" seolah mengerti dengan apa yang akan dilakukan Samudra, Angkasa buru - buru mengatakan hal tersebut. Ia hanya tidak ingin jika Samudra sampai ketinggalan mata pelajaran hanya karena dirinya.

"Gue free class"

"Lo ga lagi nyoba buat bohongin gue kan?"

"Terserah lo mau percaya atau engga, yang jelas sekarang gue ga bakal ninggalin lo sendirian disini"

Angakasa terkekeh, "Apaansi? Alay banget deh lo"

"Bukan alay, gue cuma takut kalau lo tiba - tiba milih lompat dari rooftop"

"Sinting lo, yakalii gue lompat. Gini - gini gue masih sayang nyawa"

Samudra terkekeh sebelum akhirnya memilih membawa langkahnya menuju kursi yang berada di ujung rooftop. "Ngapain lo? Sinii"

"Gue masih pengen disini"

"Lo gak liat baju lo udah basah kena hujan? Dan sekarang lo masih mau diem disana?" Tanya Samudra yang mau tak mau hanya di jawab helaan nafas pelan oleh Angkasa.

"Siniii saa"

"Udah tau gampang sakit, masih juga bandel" ujar Samudra, setidaknya tepat setelah Angkasa duduk di sebelahnya.

"Gue gapapa"

"Iya sekarang gapapa, tapi nanti?"

"Isss kok lo ngomongnya gitu sih? Berharap banget lo gue sakit?"

"Pliss deh, Sa. Ga usah ngajak berantem disini bisa?"

Angkasa tertawa sebelum akhirnya memilih untuk menyandarkan kepalanya pada pundak Samudra, netranya ia alihkan kearah Angkasa diatas sana.

"Gue ga suka hujan, Sam"

"Gue tau"

"Gue benci sama hujan"

"Hmm"

"Disaat semua orang suka sama hujan, mungkin cuma gue satu - satunya orang yang paling benci sama hujan"

"Ga usah di terusin"

"Guee takuttt"

"Semua udah berlalu, Sa. Ga ada yang perlu lo takutin lagii"

Angkasa tersenyum sendu, matanya ia pejamkan sejenak sebelum beralih menatap kearah sang kakak.

"Lo ga bakal ninggalin gue, kan?"

"Gue ga punya alasan buat ninggalin lo, Sa"

"Bukannya setiap orang bakal pergi pada masanya? Lo pun bisa ninggalin gue kapan aja, Sam"

"Justru disini gue yang takut kalau lo bakal ninggalin gue, Sa"

"Buat apa gue pergi kalau rumah gue itu lo, Sam"

"Jawaban gue juga sama kaya lo, Sa"

Angkasa tersenyum, "Gue boleh minta satuhal sama lo?"

"Apa?"

"Kalau misalnya lo capek sama gue, bilang ya? Biar gue bisa nyiapin mental kalau misalnya lo mau ninggalin gue. Karena jujur, alasan gue bertahan sekarang cuma lo Sam"

"Saa, please. Stop ngomongin hal konyol kaya gini. Gue ga bakal ninggalin lo, dan bahkan ga bakal pernah ninggalin lo"

"Tapi gue takut, Sam"

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang