19. Semakin Rumit

2.3K 300 15
                                    

"Sa, lo ditanyain malaikat maut. Katanya kapan balik?"

"Bilang aja sama malaikatnya kalau gue lagi nungguin lo"

"Udah lo duluan aja gapapa, gue nyusulnya belakangan aja"

"Gabisa, kemarin gue udah sempet kesana. Sampe sana malah ditanyain, kenapa pulangnya sendiri? Aksara mana? Di gituin"

"Ngadi - ngadi lo monyet"

"Dih dibilangin gapercaya" ujar Angkasa santai seraya menyeruput es teh miliknya. Mengabaikan jika saat ini sosok Aksara hanya bisa bergidik ngeri. Takut - takut jika apa yang baru saja Samudra katakan itu benar.

"Lo ga makan?" Tanya Aksara, mengingat jika saat ini Angkasa hanya memesan minuman saja.

Angkasa menggeleng sebelum akhirnya menyeruput minumannya kembali, "Lagi ga nafsu makan"

"Terus lo nafsunya ngapain?"

"Bolongin sabun, puas lo?" Balas Angkasa lengkap dengan gaya santainya. Mengabaikan jika saat ini sosok Aksara hanya bisa mengelus - ngelus dadanya pelan.

Untung saja saat keadaan warung saat ini cukup sepi, coba kalau rame? Bisa - bisa dikiranya Aksara temenan sama anak sange-an.

"Ehh ganteng, itu mulut bisa dijaga dikit ga? Perasaan asal ceplos mulu dari tadi" ujar Aksara, sedangkan Angkasa? Laki - laki itu hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Maklum, belum sempet di upgrade makannya suka kelolosan kalau ngomong"

"Gue baru tau kalau mulut bisa di upgrade juga" balas Aksara lengkap dengan gaya polosnya.

"Iss, lo aja yang kuno. Pantes gigi lo kuning, ternyata ga pernah di upgrade"

Aksara mendelik tak terima, "Ehhh tolong ya, kalau ngomong tu jangan jujur - jujur banget"

Angkasa terkekeh sebelum akhirnya memilih beranjak dari duduknya, meletakkan uang lima puluh ribuan diatas meja sebelum benar - benar pergi dari sana. Sedangkan Aksara? Laki - laki itu terlihat mengekor dari belakang, tidak peduli jika saat ini sosok Angkasa tengah menertawainya dalam diam.

Bagaimana tidak? Melihat apa yang saat ini sosok itu lakukan sudah cukup membuktikan bagaimana bodohnya seorang Aksara. "Udah kali, gausah di liatin juga. Lo pikir gigi lo bakal putih seketika kalau lo liatin doang?"

"Ga kuning - kuning amat padahal, bau juga engga. Apalagi bolong. Perlu di upgrade juga ga sih? Tapi kalau upgrade, upgradenya dimana?"

"DI PLAYSTORE!!"

"Hahhhhh?"

***

Angkasa membawa langkahnya turun dari mobil terlebih dahulu, sedangkan sosok Aksara terlihat mengekor dibelakangnya. Keadaan sekolah terbilang cukup ramai, mengingat jika waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit.

Tanpa pikir panjang kedua sosok tersebut langsung membawa langkahnya menuju kelas masing - masing. Melewati koridor demi koridor sebelum akhirnya terpisah di pertengahan jalan.

"Gue masuk dulu ya" ujar Aksara tepat setelah sosok tersebut sampai di depan kelasnya. Dua belas IPA 3.

Angkasa mengangguk seraya memasukkan kedua tangannya kedalam saku, "Belajar yang bener, biar ga oon - oon banget jadi temen gue"

"Sialannn lo"

Angkasa terkekeh sebelum akhirnya beranjak dari tempat tersebut. Membawa langkah santainya menuju kelas dua belas IPS 4.

"Saaa" panggil seseorang yang sukses membuat Angkasa menghentikan langkahnya. Netranya menyipit sebelum akhirnya menghela nafas pelan.

"Kenapa berangkat duluan sih? Lo kan bisa nungguin gue. Atau jangan - jangan lo masih marah? Makannya lo sengaja menghindar? Iya?" Samudra, laki - laki tersebut kini tengah menatap sendu kearah Angkasa.

Ia tau Angkasa kecewa, ia tau Angkasa marah. Tapi jika boleh jujur, Samudra bahkan belum terbiasa dengan situasi semacam ini. Angkasa tidak pernah semarah ini sebelumnya, dan Samudra? Ia mengakui jika tindakannya semalam benar - benar bodoh.

"Peduli apa lo sama gue? Mau gue berangkat duluan atau engga, apa itu penting buat lo?" Balas Angkasa lengkap dengan nada malasnya.

"Gue tau lo marah, tapi please maafin gue. Jujur, semalem emang diluar kendali gue, Sa. Gue emosi, dan gue gasengaja nampar lo"

"Gasengaja nampar ya?" Angkasa terkekeh, "Siapa tau besok lo gasengaja bunuh gue juga, Sam" lanjut Angkasa lengkap dengan tawa mirisnya.

"Saa, please. Jangan gini"

"Bentar lagi bel, mending lo balik ke kelas lo. Jangan sampai lo dihukum gara - gara gue" ujar Angkasa seraya menepuk pelan pundak sang kakak. Mengabaikan jika saat ini sosok Samudra hanya bisa menatap sendu kearah kepergian Angkasa.

"Saaa" Angkasa kembali terhenti, namun kali ini ia sengaja tidak membalikkan badannya.

"Gue harus ngelakuin apa biar lo bisa maafin, gue? Karena jujur, gue paling gabisa lo diemin, Sa"

Angkasa berbalik, tapi kali ini bukan Samudra yang menjadi pusat perhatiannya. Melainkan sosok yang berdiri tepat di belakang, Samudra.

Rasya, laki - laki itu terlihat menatap remeh kearahnya. Tidak peduli jika tindakannya benar - benar membuat Angkasa muak. Sosok tersebut terlalu pintar bersandiwara, berlagak menjadi korban didepan Samudra— padahal ia adalah dalang dari semuanya.

"Sebelum lo ngomong gitu, mending lo urus dulu sepupu lo. Karena gue ga yakin semua bakal baik - baik aja kalau dia masih ada di tengah - tengah kita" ujar Angkasa sebelum benar - benar membawa langkahnya pergi dari sana. Meninggalkan Samudra yang saat ini bahkan tidak tau harus melakukan apa.

Semuanya terlalu rumit untuk ia pecahkan seorang diri.

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang