11. Antara Siapa dan Siapa

2.7K 335 3
                                    

Angkasa menghempaskan tubuhnya pada kasur, sosoknya benar - benar lelah dengan apa yang terjadi hari ini. Angkasa menghela nafas pelan, netranya terlihat menatap nanar kearah langit - langit di kamarnya. Kepalanya pening, lukanya juga belum sembuh sepenuhnya, dan sekarang? Lagi - lagi kepalanya dipaksa untuk memikirkan hal yang jelas - jelas hanya akan membuat batinnya semakin terluka.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu tersebut sukses mengalihkan antensi Angkasa, tapi bukannya menjawab Angkasa justru memilih untuk abai seraya memejamkan matanya secara perlahan. Kali ini rasa pening benar - benar menguasai kepalanya, bahkan seringkali sosoknya meringis menahan perih di areal keningnya.

"Sa, lo di dalem?" Lagi, suara Samudra kembali terdengar dari balik pintu. Angkasa menghela nafas pelan sebelum akhirnya kembali membuka matanya.

Angkasa beranjak dari tidurnya, membawa langkah pelannya menuju pintu, memutar knop nya dengan gerakan pelan hingga netranya benar - benar menangkap keberadaan Samudra dari balik pintu.

"Kenapa di kunci? Biasanya juga engga kan?"  Tanya Samudra to the point, mengabaikan jika saat ini Angkasa terlihat tidak ingin membahas hal tersebut.

"Gapapa"

"Gausah boong!"

"Gue ga bohong, Sam"

"Lo pikir gue bakal percaya setelah lo bilang gapapa, dan ga bohong?"

"Ya terus lo mau gue jawab apa? Iya Samudra, gue lagi kenapa - kenapa dan sekarang lagi bohongin lo? Gitu?" Ujar Angkasa sarat akan penekanan, netranya bahkan menatap malas kearah sang kakak.

Samudra menghela nafas pelan sebelum akhirnya memilih membawa langkahnya memasuki kamar Angkasa. Sedangkan Angkasa? Laki - laki itu hanya bisa mengikuti langkah sang kakak.

"Kalau lo kesini cuma buat ngebahas Rasya sama Om Danan, mending sekarang lo keluar. Karena gue lagi bener - bener ga mood bahas mereka!" Ujar Angkasa yang sukses membuat Samudra menghentikan langkahnya.

"Tap—"

"Kalau lo cuma mau bilang Rasya bakal tinggal disini buat sementara waktu mending ga usah buang - buang waktu. Karena gue udah tau semuanya" potong Angkasa cepat, mengabaikan jika saat ini sosok Samudra bahkan kehilangan kata - katanya.

"L-loo tau?"

"Gue bahkan denger semuanya"

"Saaa..."

Angkasa tersenyum sinis, "Lo bahkan bisa ngambil keputusan tanpa nanya ke gue dulu, Sam!"

"Maafin gue"

"Lo ga perlu minta maaf, karena disini gue cukup sadar diri kok. Gue gak punya hak buat nolak ataupun ngelarang siapapun buat tinggal disini, meskipun gue pengen sekalipun" balas Angkasa lengkap dengan kekehan sinisnya.

"Engga gitu Angkasa"

"Rasya nungguin lo di bawah, mending sekarang lo turun. Gue mau istirahat" ujar Angkasa sebelum akhirnya memilih memalingkan wajahnya kearah lain. Kemanapun, asalkan tidak kearah Samudra.

"Gue harap lo bisa ngerti, Sa. Gue tau, susah buat lo nerima semuanya. Tapi gue juga ga ad pilihan lain, lo tau kalau Om Danan kakak dari mama, dan Rasya sepupu kita. Posisinya sekarang mereka lagi butuh bantuin, dan gue ga punya alasan buat nolak semuanya Saa"

Angkasa mengulum senyum tipisnya, senyum yang orang - orang bahkan bisa menebak artinya. "Gue ga butuh penjelasan lo, semua terserah lo. Dan gue udah ga peduli lagi"

"Saaa please, ga usah kaya gini. Gausah kekanak - kanakan, sikap lo justru ngebuat gue makin pusing, Sa. Disini posisinya gue juga lagi bingung, jadi tolong— jangan buat gue makin tertekan karena ini" ujar Samudra yang tanpa disadari jika kata - katanya sukses melukai perasaan Angkasa.

Kekanak - kanakan? Tertekan? Pusing? Bingung? Oh ayolah, apalagi yang akan Samudra katakan setelah ini?

"Maaf kalau sikap gue kekanak - kanakan, maaf kalau sikap gue justru ngebuat lo semakin tertekan, maaf karena udah ngebuat lo bingung dan maaf karena lo sampe pusing gara - gara gue" ujar Angkasa yang entah kenapa sukses membuat Samudra tersadar akan perkataannya.

"Saaaa—"

"Delapan belas tahun lo tinggal disini, gue rasa lo ga lupa dimana pintu keluarnya, Sam!"

"Saaa, tolong—"

"Seharusnya disini gue yang minta tolong. Tolong keluar sekarang juga, atau gue bakal marah banget sama lo, Sam"

"Tapii—"

"Keluar Samudraaaa"

Samudra memejamkan matanya pelan, ia tau jika semuanya akan terjadi. Dan bodohnya, ia bahkan tidak bisa mencegah semuanya. "Okay keluarr"

Angkasa mengalihkan atensinya kearah lain, mengabaikan jika saat ini sosok Samudra tengah menatapnya sendu.

"Istirahat ya, jangan banyak pikiran. Gue ga mau lo sakit gara - gara ini. Maafin gue" ujar Samudra sebelum akhirnya benar - benar meninggalkan kamar Angkasa. Meninggalkan Angkasa yang saat ini hanya bisa menundukkan kepalanya, air matanya bahkan jatuh tanpa bisa ia cegah.

"Disini gue yang terlalu egois atau emang lo yang ga pernah bisa ngertiin gue, Sam" lirih Angkasa pelan.

"Gak usah cengeng, Angkasa. Lo itu cowok, ga usah lemah cuma gara - gara masalah ini. Kalaupun pada akhirnya lo yang harus pergi, seenggaknya Samudra bahagia karena itu"

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang