15. Rencana Rasya

2.6K 300 17
                                    

Angkasa Gavriel Alvarendra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa Gavriel Alvarendra

***

Angkasa melajukan motornya dengan kecepatan penuh, mengabaikan umpatan demi umpatan orang - orang yang hampir saja tertabrak karena ulahnya. Angkasa tau tindakannya salah, tapi entah kenapa perasaan kecewanya jauh lebih mendominasi saat ini.

Untuk yang pertamakalinya, Samudra bahkan berani menamparnya. Hidup bersama selama belasan tahun, mungkin hari ini adalah kali pertama Samudra benar - benar membuatnya merasa kecewa.

Angkasa menghentikan motornya di sebuah gang yang bisa dikatakan cukup sepi, matanya memerah seiring dengan hatinya yang masih belum siap menerima kenyataan. Angkasa berteriak, mengabaikan jika suaranya bisa saja terdengar oleh orang lain.

Kali ini Angkasa benar - benar kecewa untuk yang pertama kalinya. Sosok yang selama ini ia agung - agungkan justru menjadi alasan pertama ia terluka. Angkasa memejam, menikmati setiap rasa sakit di ulu hatinya.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, hujan bahkan sudah mulai turun ke permukaan. Mengingat jika tadi ia keluar disaat cuaca sedang mendung - mendungnya.

Jika biasanya Angkasa akan menghindar, maka tidak untuk saat ini. Setidaknya sekarang hanya hujan yang mampu menyembunyikan air matanya. Jika tawa sudah tidak mampu menjadi alasan, maka berdamai dengan hujan mungkin adalah satu - satunya cara.

Jika dulu Angkasa sangat membenci hujan, maka untuk saat ini ia akan berterimakasih pada hujan. Karena jika bukan karena hujan, semua kebohongannya mungkin sudah terbongkar saat ini juga.

Angkasa terdiam, menikmati setiap tetesan air hujan yang mulai menerpa tubuhnya. Mengabaikan jika saat ini sosok Samudra tengah mengkhawatirkannya. Bagaimana tidak? Mengingat jika Angkasa pergi dengan keadaan yang bisa dibilang tidak baik - baik saja. Belum lagi jika saat ini sedang turun hujan, rasa khawatirnya bahkan bertambah duakali lipat terhadap Angkasa.

"Lo khawatir sama Angkasa?" Ujar Rasya yang sukses membuat Samudra mengalihkan atensinya.

"Angkasa paling gak suka hujan, dan sekarang gue bahkan gatau dia dimana"

"Angkasa udah gede, Sam. Dia pasti bisa jaga diri, jadi lo tenang aja gak usah terlalu di pikirin"

"Tapp—"

"Mending lo istirahat, gue gatega liat lo kaya gini Sam"

"Gue takut Angkasa kenapa - napa, Sya"

"Angkasa gabakal kenapa - napa, percaya sama gue"

"Engga, gue ga bakal bisa tenang sebelum gue tau sendiri gimana keadaan Angkasa"

"Ya tapi di luar masih hujan, Sam"

"Tetep aja gue gabisa tenang, Rasya"

"Tap—"

"Gue mau susul Angkasa"

"Tapi diluar lagi hujan, Samudra" Rasya berusaha menahan, tapi sepertinya sia - sia karena Samudra terlihat mengabaikan larangannya.

"Ga ada satu orangpun yang bisa larang gue buat nyari Angkasa, termasuk lo Sya"

Rasya mengepalkan tangannya dalam diam. Lagi - lagi ia kalah dengan Angkasa. Kenapa? Kenapa selalu Angkasa, Angkasa dan Angkasa. Angkasa selalu mendapat apa yang ia mau, bahkan tanpa ia minta sekalipun. Sedangkan dirinya? Semuanya bahkan sulit untuk ia gapai.

"Ngga, Sa. Gue gak bakal biarin lo bahagia semudah itu. Kalau gue gabisa dapet apa yang gue mau, maka lo pun gaboleh dapetin yang lo mau" batin Rasya lengkap dengan tatapan sinisnya.

"Gue ikuttt" ujar Rasya yang sukses membuat Samudra menghentikan langkahnya.

"Gue ikutt, Sam" ujar Rasya sekali lagi yang langsung dijawab anggukan cepat oleh Samudra.

Keduanya tampak meninggalkan rumah, menembus jalanan ibu kota dengan kecepatan sedang. Mengingat jika hujan turun dengan begitu derasnya. Tapi bukan itu yang menjadi permasalahannya sekarang, yang menjadi beban pikiran Samudra saat ini justru Angkasa. Ia bahkan tidak tau dimana Angkasa sekarang, dan Samudra akan benar - benar merasa bersalah jika sampai terjadi sesuatu pada Angkasa.

"Saaa, lo dimana sih? Jangan buat gue khawatir please" lirih Samudra seraya mengedarkan atensinya kearah luar jendela.

Sedangkan Rasya, sosok tersebut terlihat fokus pada jalanan di depannya. Mengabaikan jika sedari tadi sosok Samudra terus saja memanggil nama Angkasa.

Sejujurnya Rasya merasa jengkel, hanya saja demi rencananya ia terpaksa harus ikut berempati. Meskipun malas, mau tak mau ia harus ikut ke jalanan mencari Angkasa. Meskipun dalam hatinya, ia tengah mengumpati Angkasa dengan kata - kata kasar miliknya.

"Kita mau nyari Angkasa kemana lagi, Sam? Kita udah keliling - keliling dari tadi, tapi ga nemu juga. Takutnya nih ya, kita susah payah nyari dia, eh taunya dia malah enak - enakan tidur dirumah temennya"

Samudra menggeleng, ia tau Angkasa. Angkasa bukan tipikal orang yang seperti itu. "Gue tau Angkasa, dan gue yakin Angkasa ga lagi dirumah temennya"

"Ya tap—"

"Ras, percaya sama gue. Gue tau Angkasa, dia adik gue"

"Oke gue percaya"

"Tinggal satu jalan lagi yang belum kita lewatin, gue yakin Angkasa pasti ada disana"

"Seyakin itu lo, Sam?" Batin Rasya seraya mengamati Samudra dalam diam. Jujur, rasanya Rasya benar - benar iri dengan Angkasa. Memiliki kakak sebaik Samudra bahkan idaman semua orang.

"Orang kaya Angkasa ga pantes buat lo, Sam. Dia cukup gatau diri buat lo yang bahkan rela berkorban buat dia"

"Lo tunggu aja, cepet atau lambat gue bakal ngubah semuanya. Lo cuma bakal peduli sama gue, dan gue gabakal pernah ngecewain lo"

"Dan soal Angkasa? Cepat atau lambat gue bakal nyingkirin dia dan ngebuat lo benci sama dia"

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang