37. Hanya Karena

2.1K 299 5
                                    

"Dimana Angkasa?" Suara Samudra sukses membuat Aksara menghentikan langkahnya.

"Maksud lo?"

"Gak usah pura - pura gak tau. Gue tau, Angkasa pasti sama lo kan?"

"Lahh? Lo kakaknya kan? Seharusnya lo lebih tau dong dimana adik lo sekarang!"

"Angkasa pergi dari rumah. Dan gue yakin, lo pasti udah tau itu!"

Aksara terkekeh, "Hubungannya sama gue?"

"Kasih tau gue dimana Angkasa!" Ujar Samudra sarat akan emosi. Bukannya bagaimana, hanya saja ia sangat yakin jika Aksara pasti sudah mengetahui semuanya. Terlebih dengan keberadaan adiknya saat ini.

"Apa lo ga paham juga? Angkasa pergi dari rumah itu artinya dia udah gamau serumah sama lo lagi! Apalagi setelah apa yang udah lo lakuin ke dia. Dan lo masih berharap kalau dia bakalan pulang? Mimpi lo!"

"Gak usah sok tau, dan ga usah ikut campur. Lo itu cuma temennya Angkasa, ga lebih!. Dan sekarang, mending lo kasih tau gue dimana Angkasa?" Entahlah, rasanya Samudra ingin egois saat ini. Ia tidak suka berbagi, apalagi jika hal tersebut menyangkut Angkasa.

Aksara kembali tertawa sinis, "Gue emang bukan siapa - siapanya Angkasa, tapi seenggaknya gue gak pernah main tangan sama dia. Gak kaya lo, Sam!"

"Lo ya—"

"Udahlah, Sam. Angkasa juga butuh waktu, jadi lo ga usah menperkeruh suasana dengan nyari ribut sama gue. Mending sekarang lo urus adik sepupu lo, dan Angkasa? Lo ga usah khawatir, seenggaknya kalau dia ga sama lo. Dia aman" ujar Aksara sebelum akhirnya membawa langkahnya pergi dari sana. Meninggalkan Samudra yang saat ini hanya bisa mengepalkan kedua tangannya kuat - kuat.

"Sa, lo dimana?"

"Gue nyariin lo, gue khawatir sama lo. Lo boleh marah, tapi please jangan ngilang kaya gini, Sa. Maafin gue" lirih Samudra lengkap dengan air matanya yang jatuh saat itu juga.

***

Sedangkan disisi lain, sosok Prince justru terlihat menghampiri Aksara yang saat ini tengah berada di taman.

"Samudra ngapain nyamperin lo?" Tanya Prince yang entah sejak kapan sudah berada di sebelah Aksara.

"Lo lihat?" Tanya Aksara yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Prince.

"Iya gue lihat"

Aksara menghela nafas pelan sebelum akhienya beralih menatap kearah lawan bicaranya.  "Dia nanyain Angkasa"

"Lo ga bilang kan kalau Angkasa lagi dirumah lo?"

"Gue ga bilang"

"Bagus deh. Biarin aja Samudra sadar kalau apa yang dia lakuin itu udah kelewatan banget" Ujar Prince

"Tapi gue juga ga tega sama Samudra. Dia kelihatan khawatir banget sama Angkasa"

"Sayangnya gue ga nemuin itu dimata Samudra. Dia cuma merasa bersalah, Sar. Bukan khawatir"

"Tap—"

"Mending sekarang lo cukup turutin permintaan Angkasa. Kalau dia bilang engga, seenggaknya kita hargai kemauan dia. Gue yakin, Angkasa juga butuh waktu buat ngelupain semuanya" ujar Prince yang lagi - lagi sukses membuat Aksara menghela nafas pelan.

"Lo bener, mungkin ini yang terbaik buat Angkasa"

Prince mengangguk pelan sebagai jawaban, "By the way, Angkasa gimana? Udah baikan?"

"Masih sama, dari semalem demamnya ga turun - turun. Gue udah bilang mau nemenin dia, tapi di kekeuh nyuruh gue buat sekolah. Gue khawatir sama dia, Prince"

"Angkasa itu keras kepala. Jadi percuma lo bujuk dia, karena sekalinya dia bilang engga. Ya mau sampai kapanpun juga jawaban dia bakal tetep sama" ujar Prince lengkap dengan kekehan kecilnya. Sebab ia tau betul bagaimana keras kepalanya sosok Angkasa.

"Batu aja kalah kerasnya sama Angkasa"

"Itu lo tau"

Keduanya tampak terkekeh pelan, karena percaya atau tidak Angkasa memang sedikit keras kepala. Jadi tak heran mereka harus rela mengalah hanya seorang Angkasa.

"Nanti pulang sekolah gue ikut lo ya, gue mau ngasih ini buat Angkasa" ujar Prince seraya mengangkat sebuah bag yang entah apa isinya.

Aksara mengangguk sebelum akhirnya memilih membawa langkahnya menuju kelas, "Bentar lagi bel, mending kita balik sekarang"

Prince terlihat mengalihkan atensinya kearah pergelangan tangannya, "Ayoo"

Sedangkan disisi lain, sosok Samudra justru terlihat menghela nafas pelan. Netranya bahkan teralih kearah Angkasa diatas sana. Bohong jika dirinya tidak khawatir, apalagi mengingat jika Angkasa pergi disaat keadaan sosok tersebut sedang tidak baik - baik saja.

"Lo masih mikirin Angkasa?" Tanya Rasya yang sukses membuat Samudra mengalihkan atensinya.

Samudra memejam, bohong jika dirinya tidak merasa jengkel dengan sikap Rasya. Tapi percaya atau tidak, semua terjadi juga karena sosok tersebut. Sejujurnya Samudra tau, hanya saja ia merasa tidak enak dengan om nya. Laki - laki tersebut bahkan sudah memberikan kepercayaan padanya untuk menjaga Rasya, jadi tidak salah jika dirinya merasa dilema untuk saat ini.

"Gue tau gue salah, ga seharusnya gue mancing emosinya Angkasa waktu itu. Tapi seharusnya lo juga tau, Sam. Kalau apa yang gue bilang waktu itu ga salah sama sekali" ujar Rasya yang entah kenapa membuat Samudra semakin pusing.

"Ga usah bahas itu dulu bisa ga, Ras? Gue lagi pusing"

"Pusing mikirin Angkasa?" Tanya Rasya lengkap dengan nada remehnya.

"Angkasa ga pulang semaleman, dan gue juga gatau dia dimana. Jadi menurut lo apa gue ga pusing?" Ujar Samudra berusaha mati - matian menahan kesabarannya.

"Dia udah gede, jadi dia juga bisa jaga dirinya sendiri. Sekarang lo pusing nyariin dia, sedangkan dia? Siapa tau dia lagi enak - enakan tidur atau nyantai dirumah temennya? Lo gatau itu kan?"

"Lo ga bakal ngerti, Ras. Karena lo belum tau gimana rasanya ditinggal orang yang paling lo sayang"

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang