26. Sebuah Tujuan

1.9K 261 17
                                    

Angkasa menghempaskan tubuhnya pada kasur king size miliknya, tapi siapa sangka jika gerakan spontannya tersebut justru melahirkan malapetaka untuk dirinya sendiri.

Angkasa mengaduh, setidaknya tepat setelah kepalanya tidak sengaja terbentur tembok. "Sialan, siapa yang naruh tembok disini sih?"

Angkasa mempoutkan bibirnya kesal sebelum akhirnya memilih beranjak dari kasur dan berjalan menuju cermin.

Ah sial, kepalanya benjol. Dan semua ini karena tembok kurang ajar tersebut. Lihat saja nanti, Angkasa akan membalasnya. Enak saja sudah membuat kepala Angkasa berubah ukuran.

"Lo ngapain ngaca jam segini?" Tanya Samudra seraya menyenbulkan kepalanya dari balik pintu. Dan tentunya, hal tersebut sukses membuat Angkasa terkejut bukan main.

Bagaimana tidak, mengingat jika saat ini waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, dan sekarang? Sosok tersebut justru muncul layaknya hantu.

"Lo kalau mau masuk bisa ketok pintu dulu ga sih? Ini kalau jantung gue berubah jadi omang - omang emang lo mau tanggung jawab" gerutu Angkasa seraya mempoutkan bibirnya kesal.

Samudra terkekeh, mengakui kesalahannya. "Maap" balasnya sebelum akhirnya memilih mendekat kearah Angkasa.

"Kenapa?" Lanjutnya, setidaknya tepat setelah netranya menangkap wajah kesakitan dari adiknya, belum lagi tangannya yang sedari tadi terlihat memegangi kepalanya.

"Kejedot tembok"

"Terus?"

"Benjol"

"Mana sini coba gue liat" ujar Samudra sebelum akhirnya mengambil alih kepala adiknya. Samudra menggeleng, "Emang lo ngapain sampai bisa kaya gini"

"Maunya tiduran, eh kejedot"

"Untung cuma benjol, kalau bocor terus kekurangan darah gimana?"

"Ya tinggal minta di lo lah, Sam" balas Angkasa dengan begitu entengnya.

"Sinting"

Angkasa terkekeh sebelum akhirnya kembali meringis. Sedangkan Samudra? Laki - laki itu hanya bisa menggelengkan kepalanya heran. "Sini gue obatin"

Angkasa menurut saja ketika tangannya ditarik perlahan menuju pinggir kasur oleh kakaknya, sedangkan Samudra? Tanpa pikir panjang lagi sosok tersebut langsung saja mengambil kotak P3K yang berada di nakas dan mulai mengobati luka adiknya dengan begitu telaten.

"Mau di pakein perban ga?"

"Sam, tolong. Ini cuma benjol bukan luka habis operasi. Jadi mau di perban atau engga, itu ga ada hubungannya" rengek Angkasa yang sukses mengundang gelak tawa Samudra.

Angkasa memutar bola matanya malas, tapi tak bisa dipungkiri dirinya juga ikut larut dalam candaan sang kakak.

"Udah" ujar Samudra tepat setelah selesai mengolesi salep pada kepala Angkasa.

"Thank's ya"

Samudra mengangguk, "Udah sekarang lo istirahat gih, udah jam segini jangan main hp lagi"

"Baru juga mau main game"

"Besok aja main game nya, sekarang lo tidur. Gue ga mau ya denger lo telat bangun besok pagi" ujar Samudra yang sukses membut Angkasa menghela nafas pelan.

"Iya gue tidurr"

Samudra mengangguk seraya mengulum senyum tipisnya, "nice dream, gue balik ke kamar dulu" ujarnya yang hanya dijawab anggukan serta senyuman tipis oleh Angkasa. Karena yang terjadi setelahnya adalah Angkasa yang mulai menyelami alam mimpinya dengan Samudra yang kini telah kembali ke kamarnya.

***

Waktu berlalu begitu cepat, karena saat ini matahari bahkan sudah muncul dari peradaban. Silaunya sukses membuat Angkasa sedikit terusik, sebelum akhirnya benar - benar berhasil membawa nyawanya kembali dari dunia mimpi.

Angkasa meregangkan otot - otot tubuhnya, berulangkali sosoknya juga terlihat menguap mengingat jika kantuknya belum sepenuhnya hilang. Angkasa mengalihkan atensinya kearah jam yang berada di ujung kamarnya, "Baru jam enam, tapi kok kaya udah jam sembilan ya"

Angkasa beranjak dari tidurnya, membawa langkahnya menuju kamar mandi dan mulai bersiap - siap untuk berangkat sekolah. Sedangkan disisi lain, kini sosok Samudra dan juga Rasya tengah sibuk berkutat dengan peralatan dapur mereka.

"Sya, itu kompornya lo kecilin aja dulu. Biar makanannya ga gosong" ujar Samudra yang langsung dijawab anggukan oleh Rasya. Tapi tidak setelahnya, setidaknya tepat saat ia menatap bingung kearah kompor dihadapannya.

"Ini gimana cara ngecilinnya?"

"Yaampun, lo gatau? Serius?"

Rasya mengangguk mantap, "Yang gue tau cuma ngidupin sama matiin"

Samudra menghela nafas pelan, tapi senyum tipis terukir jelas diwajahnya. "Kalau mau ngecilin lo tinggal puter kesini, terus kalau mau ngebesarin putrernya kesini. Paham?" Tanya Samudra seraya mencontohkan kepada Rasya.

"Dikittt" balas Rasya lengkap dengan kekehan kecilnya.

Samudra menggeleng, tapi disisi lain dirinya juga ikut tertawa. Tapi siapa sangka jika tawanya tersebut cukup sukses membawa kehangatan bagi Rasya. "Andai lo bisa bersikap hangat terus kaya gini, Sam" Rasya mulai membatin.

"Lo bisa sehangat ini sama gue dibelakang Angkasa, sedangkan kalau ada Angkasa? Jangankan ngeliat kearah gue, di anggep pun engga pernah"

"Angkasa Angkasa Angkasa, kenapa sih yang ada di pikiran lo cuma Angkasa? Apa gapernah ada nama gue sedikit aja di hati lo?"

"Kalau emang engga ada, mungkin bener— yang jadi penghalang disini adalah Angkasa"

"Mungkin gue harus nyingkirin dia dulu biar lo bisa liat gue sepenuhnya, Sam"

"Gue tau lo bakal terluka, tapi gue janji.... gue bakal buat lo jauh lebih bahagia dibandingkan lo sama Angkasa"

TBC

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang