18. Cukup

36 14 0
                                    

Rendy menatap malas ke arah jingga, sepertinya ia sudah hilang kesabaran. Sudah Rendy katakan ia sedang tidak ingin diganggu, namun gadis yang dijadikan pacar itu tetap saja tidak mau mendengarkannya. Ya, ini sudah menjadi resikonya, toh dari awal ia sudah tau bagaimana keras kepalanya Jingga.


Rendy berjalan mendahului pacarnya itu, ingin sekali rasanya ia berteriak menyuruh jingga untuk memberikannya sedikit waktu agar ia bisa menenangkan diri. Namun niat itu tertahan mengingat jingga adalah seseorang yang baperan. Bisa dipastikan ia akan menangis jika dibentak.

Jingga sedikit berlari untuk bisa menjajarkan langkahnya dengan Rendy. Tangannya terulur menggandeng tangan kekasihnya itu kemudian bergelayut manja seperti yang sering ia lakukan.

"Ga, tolong kasih aku waktu buat sendiri dulu." Pinta Rendy menghentikan langkahnya kemudian menatap malas jingga.

"Enggak mau."

"Jingga!" Jujur saja rasanya Rendy ingin sekali memarahi Jingga habis-habisan.

nafas Rendy memburu, ia berusaha meredam amarah yang kian memuncak. Kenapa Jingga tidak mengerti juga? Saat ini ia sedang emosi karena Reyhan dan sekarang bahkan untuk menenangkan diri saja ia tidak bisa.

"Ren!" Panggil Jingga.

"Hm"

"Ih jangan dingin dingin gitu dong." Protes Jingga memanyunkan bibirnya.

"Jingga! mood gue lagi nggak baik, lo bisa nggak sih ngertiin gue?!" Bentak Reyhan.

Sudah, emosinya tak bisa ditahannya lagi, Pikirannya kacau. Kali ini yang ada dipikirannya adalah bagaimana cara untuk menjauhkan Reyhan dari Khaila. Ia tidak peduli dengan perasaan Jingga setelah dibentaknya.

"Ren kamu bentak aku?" Tanya Jingga berkaca-kaca.

"Gue mohon tinggalin gue sendiri." Pinta Rendy membelakangi Jingga.

"Dan sekarang udah pake lo gue? Aku tau ini karna Khaila kan? Kamu masih cinta sama dia? Jawab aku Ren! Kamu belum bisa lupain dia? Kamu.."

"JINGGA DIAM!"

Bentakan itu mampu menghentikan ucapan Jingga. Air matanya luruh begitu saja. Baru kali ini Rendy membentaknya.

Rendy berjalan meninggalkan Jingga yang tengah menunduk menahan tangisnya. Untuk saat ini Rendy benar benar tidak peduli. Rendy berjalan menyusuri koridor menuju taman belakang sekolah. Ia mendudukkan tubuhnya, memejamkan matanya sembari memijit pelan pelipisnya.

Dari kejauhan Khaila menatap Rendy. Khaila ingin kembali ke kelas setelah dari UKS, namun tidak sengaja melihat semuanya, Melihat pertengkaran Rendy dengan Jingga hingga mengikuti Rendy sampai ke taman belakang.

Khaila memutuskan untuk melanjutkan tujuan awalnya, kembali ke kelas. Namun baru saja ia membalikkan tubuhnya seseorang memanggilnya, Rendy.

Rendy menghampiri Khaila yang sedang membelakanginya.

"Khai!" Panggil Rendy lembut.

"Kenapa Ren? Kenapa semua harus jadi kek gini?" Tanya Khaila tanpa menghadap kearah Rendy.

"Aku buat kesalahan Khai." Ucap Rendy menunduk.

Khaila membalikkan tubuhnya menghadap kearah Rendy, sedikit mendongakkan kepalanya untuk bisa menatap pria dihadapannya itu. Rendy mengelus lembut kepala Khaila kemudian membawanya kedalam pelukannya. Tak ada penolakan, bahkan Khaila membalasnya. Ini bukan sinetron, dimana setelah dikecewakan sang wanita akan move on secepat itu dan melupakan semuanya. Karena sampai saat ini perasaan Khaila masih sama, Khaila belum bisa melupakan Rendy, apalagi pelukan hangat yang selalu menjadi tempat favoritnya dulu. Silahkan salahkan Khaila yang tidak bisa tegas. Tegas dalam pilihannya dan perasaannya. Tapi siapa yang bisa melupakan orang yang sudah lama menemaninya secepat itu? Khaila rindu, rindu dengan hal hal seperti ini.

"Berhenti seperti ini Ren!" Lirih Khaila yang masih bisa didengar oleh Rendy.

Dengan perlahan Khaila melepaskan pelukannya, kemudian menatap dalam mata pria yang dicintainya itu.

"Maafin aku Khai, aku salah. Ini semua salahku." Ucap Rendy memutus kontak matanya.

"Ayo lupain semuanya, aku dengan duniaku dan kamu dengan duniamu." Ucapan Khaila barusan begitu menusuk Rendy.

"Aku nggak bisa!" Tolak Rendy.

"Ren! kita bukan anak kecil lagi, kamu udah bawa orang lain diantara kita. Dan Aku mau Rendy yang dulu, yang selalu adil dalam segala hal, termasuk perasaan. Aku mau Rendy yang sesempurna itu bukan Rendy yang kek gini."

"Khai.."

"Ikhlasin semuanya Ren, aku juga akan coba ikhlas. Pasti bisa kok." Ucap Khaila berusaha meyakinkan Rendy.

"Apa kita bisa sedekat ini lagi walaupun nanti aku tergantikan?"

"Satu satunya cara agar kita bisa berteman adalah dengan berjarak Ren, lagian kita berjarak juga untuk kebaikan bersama, untuk saling memulihkan diri masing masing dari rasa yang salah ini." Ujar Khaila masih berusaha tersenyum.

"Tapi kenapa?" Tanya Rendy tak terima.

"Karena kalo kita tetap dekat, kamu tau ada hati yang terus berharap dan ada hati yang akan terluka. Dan mungkin, aku berada diantara keduanya."

"Aku nggak bisa Khai."

.....

Drt drt..

Handphone Khaila sedari tadi bergetar, menampakan nama Keysha di layarnya. Sudah beberapa kali handphone itu bergetar namun tak ada tanda-tanda seseorang akan mengangkatnya.

Khaila berjalan memasuki kamarnya membawa coklat panas yang sudah ia siapkan untuk menemaninya maraton Drakor malam ini.

Suara pesan masuk di hpnya membuat Khaila mengalihkan pandangannya dari laptop kemudian mengambil benda pipih itu. Sepuluh panggilan tak terjawab dan ada satu pesan masuk.

"Khai gue mau ngomong sesuatu." Pesan dari Keysha.

Khaila memutuskan untuk menelfon sahabatnya itu. Mungkin ada hal penting yang ingin disampaikan Keysha, pikirnya.

Tersambung.

"Halo,"

"Halo Key, ada apa? Lo mau ngomong soal apa?"

"Eh gimana ya ngomongnya,"

"Kenapa sih Key? Jangan buat gue penasaran kek gini dong."

"Keknya nggak bisa lewat telfon deh, gimana kalo kita bahas ini pas disekolah aja? Penting soalnya."

"Ya udah terserah lo aja. Kalo gitu gue tutup telponnya ya, gue mau nge-drakor nih."

"Oh oke, bay."

*****

KhailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang