XIX : Bukan Mimpi Buruk

524 72 9
                                    

tw : crash, car accident, blood, major character death
_

____

16 Desember 2018

Aku bangun dalam perasaan yang berat bukan main. Aku masih memikirkan hal semalam. Soal perasaanku pada Jongseong dan perkataan Sunghoon.

Jaeyun sudah bangun sedari tadi. Suasana bilik kamarnya begitu dingin dan biru, ikut merasakan apa yang dirasakan Jaeyun. Berusaha mengenyahkan kalutnya, Jaeyun membuka ponselnya, menyalakan sambungan Wi-Fi yang sejak semalam ia pasang di mode pesawat.

Ia dikejutkan oleh notifikasi yang tidak sedikit. Sahabat-sahabatnya menelepon dirinya, paling banyak dari Sunghoon.

Belum sempat ia mengecek telepon dan chat dari sahabatnya, ia kembali dikejutkan dengan notifikasi dari grup kelas 9 dan grup angkatan SMP-nya.

'Ada apa? Tumben ramai sekali.' Batin Jaeyun bingung, apakah ada acara reuni?

Saat ia baca seksama isi dari grup tersebut, Jaeyun kaget bukan main. Sekujur tubuhnya menegang.

'Telah berpulang....'

'Turut berduka cita atas meninggalnya...'

'Beristirahatlah dengan tenang...'

Ia berharap nama yang tertera itu adalah orang lain. Ini hanya mimpi buruk, bukan? Pukul Jaeyun sekarang! Dia harus bangun sekarang juga.

Belum sempat ia mencerna semua itu, Sunghoon membuka pintu kamarnya terburu-buru.

"Sunghoon, ada apa ini?" Jaeyun panik bukan main, ia berharap kabar baik akan Sunghoon bawa untuknya.

"Jaeyun, aku dari rumah sakit," melihat raut wajah Sunghoon, bisa dipastikan kabar baik itu hanya angan-angannya.

"Ada apa, Sunghoon? Cepat katakan!" erang Jaeyun penuh frustasi,

"Yang ikhlas ya, Jaeyun." Ucap Sunghoon tercekat sambil mengelus surai Jaeyun.

Tidak. Tidak. Apa-apaan ini? Apa yang harus ia ikhlaskan?

"Jongseong kecelakaan tadi malam. Dia sudah pergi." Seketika Jaeyun merasa dunianya hancur saat itu juga.

"T-tidak, Sunghoon! Itu tidak mungkin!" Jaeyun menangis keras-keras, meraung kesakitan.

Sunghoon langsung memeluk Jaeyun, merasakan kesedihan yang sama. Sahabatnya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Ia masih muda, namun segala mimpinya berhenti di malam itu.

Jaeyun terus saja mengatakan bahwa ini hanyalah mimpi buruk. Orang yang selama ini dia cintai tidak mungkin pergi. Tanpa sadar, ia memukul badan Sunghoon berkali-kali meluapkan kekesalannya, kekecewaannya.

Jasad Jongseong sudah berada di rumah duka. Beristirahat dengan tenang di dalam peti matinya. Jaeyun dan Sunghoon sudah tiba di sana. Jaeyun menangis lagi begitu melihat jasad Jongseong yang terkujur kaku. Ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Jongseong telah pergi dengan begitu tenang.

Ia pergi. Ia meninggalkanku tanpa sempat bertemu lagi, seperti janji yang kami buat semalam. Takdir mengingkari janji kami. Kami terpisah.

Semalam, saat di perjalanan pulang ke Seoul Jongseong mengendarai mobilnya dengan tenang. Namun, jalanan begitu licin karena sudah memasuki musim dingin. Ia berusaha berkonsentrasi dan berhati-hati agar tidak tergelincir.

Jalanan yang licin membuatnya tidak dapat menambah laju mobilnya. Di depannya ada truk yang bergerak oleng dari arah berlawanan. Ia berusaha menghindari. Namun sayang beribu sayang. Truk tersebut melaju kencang, menabrak mobil Jongseong dengan keras. Membuat mobil yang ia kendarai terguling beberapa kali dan berakhir ia terseret beberapa meter.

Supir truk yang ternyata mengantuk itu akhirnya tersadar dan segera turun untuk melihat korban. Di dalam mobil tersebut ada anak muda yang sudah bersimbah darah dan terkulai lemah. Ia segera menelepon kepolisian dan ambulans untuk menolong anak muda itu.

Jongseong masih bertahan saat dalam perjalanan. Dengan hati-hati perawat tersebut mengambil ponsel Jongseong untuk menghubungi kerabat. Termasuk Sunghoon yang berada paling atas di log panggilannya.

Sunghoon berusaha menelepon semua sahabatnya termasuk Jaeyun. Namun, Jaeyun tidak mengangkat teleponnya. Ia terburu-buru tanpa menjemput Jaeyun. Para sahabatnya sudah berkumpul di UGD kecuali Jaeyun. Namun, nahas, sesaat setelahnya Jongseong menghembuskan napas terakhirnya.

"Waktu kematian, 23.10." ucap dokter itu final, takdir tak terelakkan.

Sunghoon benar, aku benar-benar bodoh. Hanya bisa memikirkan egoku tanpa memahami kemungkinan lain yang ada. Seharusnya aku bisa mengatakannya padamu, Jongseong. Bahwa aku mencintaimu. Aku menyesal.

-Bersambung-

Hai! Selamat datang di kelanjutan book words to say!

Semoga suka ya sama lanjutannya. Mohon ditunggu lanjutannya.

Love,
Asha.

words to say - jayke [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang