"Edgar, gue aus!" Alana kembali merengek.
"Gue heran, dari ketiga cowok di sini, kenapa gue doang yang lo suruh-suruh?" Pertanyaan Edgar diangguki oleh Alexis dan Darrel.
"Karena lo orangnya babu-able." Alana menjawab santai, membuat Edgar berdecak sebal. Walau begitu ia bangga karena Alana mengandalkan dirinya.
"Cariin gue batu!"
"Buat apa, Edgar? Gue aus bukan mau ngajak lo tawuran."
Edgar kesal karena bukannya menuruti perintahnya malah menurutnya Alana terlalu banyak bicara.
"Buat nimpuk itu kelapa." Edgar menunjuk pohon kelapa incarannya.
"Sikopet lo! Kalau 'tuh kepala kelapa bocor gimana?" Alana bertanya bodoh. Otomatis mendapat pelototan dari ketiga cowok di sana.
"Lo bawa ke tukang tambal ban, ke UGD juga boleh." Edgar geram menanggapi kebodohan Alana yang mengalahkan kebahlulan manusia jaman jahiliah.
"Atau lo selotip juga boleh, lo tambal pake tambalan panci juga bisa!" sahut Alexis.
"Lo pakein cat no drop." Darrel malah ngiklan, mentang-mentang bapaknya bos toko material.
"Elah, santai dong lo pada. Gue 'kan mencoba ngelawak buat mencairkan suasana."
"Ngelawak sekali lagi gue perkosa lo!" ancam Edgar.
"Terus kita ngambil kelapanya pakai apa?" tanya Alana.
"Pakai tangga!" Alexis ikutan emosi mendengar pertanyaan Alana.
"Lo cowok bertiga nggak guna amat, sih? Kan bisa lo berdua jadi tangga, kek cheers leader itu loh!" saran Alana.
"Udah, lupain soal kelapa. Lagian kalau udah dapat lo kupas 'tuh kelapa pakai apa? Pakai gigi, kek orang debus?" potong Darrel.
"Gar, kita masuk ke pulau itu, yuk? Siapa tau ada air terjun terus ada pohon pisang atau pohon apa kek yang buahnya bisa kita makan?" Kali ini saran Alana agak normal.
"Kalau ada suku pulu-pulu gimana?" tolak Edgar.
"Lo kebanyakan nonton Upin Ipin?" Alana menjitak kepala Edgar.
"Oke, kita bagi tugas. Gue sama Juki ke masuk ke sana. Lo jagain Alana di sini, sekalian nyari bantuan kalau ada kapal lewat." putus Edgar.
"Edgar, jangan tinggalin gue." Alana merajuk.
"Apaan, sih, lo? Kayak gue mau ke medan perang aja."
Setelah setengah jam masuk ke pulau asing itu, Edgar dan Alexis kembali dengan tangan kosong.
"Kok lo nggak bawa apa-apa?" tanya Darrel.
"Emang nggak ada apa-apa yang bisa dibawa." Edgar menjawab sambil merogoh kedua saku celananya.
Mereka semua tertunduk lesu, pemandangan pantai yang indah tak membuat lapar serta haus mereka hilang.
Berbeda dengan teman-temannya, Darrel tak mau berpangku tangan begitu saja. Ia tampak menggali-gali pasir.
"Mau boker lo?" tanya Alana.
"Enak aja, emang gue kucing?"
"Nyari apa?" tanya Edgar.
"Harta karun."
"Terus kalau dapat mau lo jual? Emang di sini ada pegadaian?"
"Udah, jangan berantem daripada lo pada makin haus." Lerai Alana.
"Gar, kura-kura bisa dimakan nggak?" Alexis menunjuk kura-kura yang berjalan lambat di depan mereka. Kura-kura itu berukuran cukup besar, kira-kira berumur 70 tahun. (Sok tau gue, hehe)
"Bisa kali." Edgar menjawab malas.
"Kalau bisa gimana cara kita nyembelihnya? Belum kita sembelih keburu dia masuk lagi," bantah Alexis.
"Emang harus disembelih?"
"Dia 'kan binatang darat. Lagian kalau nggak disembelih terus diapain? Digamparin sampai mati, gitu?" Edgar mulai emosi.
"Daging kura-kura enak gak, sih?" tanya Darrel pada Edgar.
"Nggak tau, daging teraneh yang pernah gue makan cuma kelinci doang." Edgar teringat saat ia pergi ke rumah neneknya di Tawangmangu, di sana ia pernah makan sate kelinci.
***
Hari beranjak malam, Adrian telah siap menunggu Alana di restoran yang mereka janjikan. Ia sudah menyiapkan kejutan untuk Alana. Pasti gadis itu akan menyukainya, pikir Adrian.
Setelah menunggu satu jam, Adrian mulai gusar. Belum ada tanda-tanda Alana akan datang. Berkali-kali Adrian melihat arloji mahalnya. Duduknya menjadi tak tenang.
Ia beranjak dari kursinya, bersiap menemui Alana, tapi dari jauh ia melihat teman Alana, tepatnya Peter sang ketua kelas, tergopoh-gopoh menghampirinya.
"Ada apa?" tanya Adrian heran.
"Alana hilang, bersama Edgar dan kawan-kawannya." Petra berbicara sambil terengah-engah, maklumlah ia datang kemari sambil berlari. Adrian kaget mendengar penuturannya.
"Apa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
MizahNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.