(8)

805 102 14
                                    

Pagi-pagi sekali, Sean sudah dibuat tidak enak hati dengan kebenaran ancaman Atika yang katanya akan menyita motornya. Atika benar-benar tidak mengizinkan Sean untuk membawa motor ke sekolah. Sebagai gantinya, Sean harus berangkat bersama Sky dengan Arsen yang mengantar mereka. Ini yang paling tidak disukai Sean, nantinya hanya pandangan buruk dari orang-orang yang membencinya yang akan menyambut kedatangannya di sekolah. Tetapi, mau bagaimanapun juga, Sean harus tetap datang ke sekolah karena ia sudah kembali berjanji untuk tidak bolos lagi, kalau bukan karena suatu hal yang penting atau saat dia sakit saja.

Tidak hanya sampai di situ, sesampainya di sekolah pun, Arsen meminta Sean untuk mengantar Sky ke kelasnya. Padahal Sky sudah menolak karena dia sudah hapal jalan menuju kelasnya, tapi Arsen tetap memaksa dengan alasan berjaga-jaga. Alasan sebenarnya dibalik itu semua adalah agar mereka bisa dekat layaknya saudara kandung. Karena Arsen cukup tahu hubungan mereka tidak begitu baik.

Dengan terpaksa Sean mengikuti kemauan Arsen. Tidak seperti yang orang lain lakukan dalam menuntun Sky jika meminta pertolongan. Sean justru menarik ujung white cane milik Sky dan Sky yang memegang pangkalnya. Bagi Sky itu agak terasa aneh karena membuat pergerakannya tidak terarah dengan benar. Sky biasanya akan tetap menyentuhkan ujung white cane-nya ke tanah sebagai penentu jalannya jika ia meminta bantuan seseoang dalam mengantarnya. Tetapi, Sky tidak membantah karena ia tahu Sean tidak sedang ingin berbicara dengannya.

'Ck! Kelas dia di mana, sih?' batin Sean saat kelas yang seharusnya ia tuju tak ditemukannya. Mau bertanya kepada Sky, tapi Sean sedikit gengsi.

"Sean, kayaknya ini bukan arah kelas gue, deh!" komentar Sky karena merasa sudah terlalu lama berjalan. Kelebihan Sky memang bisa menghapal lokasi suatu tempat hanya dengan sekali memijakinya, tapi kekurangannya ada pada posisi white cane miliknya. Jika benda itu tidak menyentuh tanah, maka ia akan langsung buta arah.

"Apaan, sih? Lo pikir gue enggak tau di mana kelas orang buta berada?!" sewot Sean tidak terima dengan komentar Sky.

Sky menghela napas kesal, berbicara dengan Sean memang tidak akan berakhir dengan kata-kata halus. Akhirnya Sky hanya bisa kembali diam dan terus mengikuti ke mana arah Sean menarik tongkatnya. Diam adalah solusi terbaik dalam menangani sikap Sean yang belum Sky ketahui sepenuhnya. Mungkin yang Sky tahu tentang Sean hanya dia yang keras kepala dan mudah tersinggung saja.

Semakin lama berjalan, rasanya tempat tujuan belum juga tercapai. Salahnya Sean sendiri yang tidak terlalu mengenali sekolahnya yang luas ini. Ditambah lagi dengan sekolahnya yang banyak terdapat kelas baru dan lokasi kelas sepuluh yang dulu juga telah dipindahkan dan ditempatkan acak.

"Weee! Sean, jalan bareng saudaranya nih, ye!" goda seseorang dari belakang.

Sean mengenali suara itu karena suara itu sering berdenging di telinganya. Teman yang tidak pantas disebut teman, itulah dia. Fadil Si Mulut Besar dan tidak jarang melibatkan Sean dalam masalah. Dia itu masih saja bisa berlagak songong seolah ia bisa mengendalikan Sean sesuai keinginannya. Sedikit merasa dipermalukan, Sean melepas pegangannya pada tongkat milik Sky. Dia berbalik melihat ke arah Fadil yang menutup mulut menahan tawa.

"Anjing," umpat Sean dan pergi begitu saja meninggalkan Sky yang tidak tahu di mana posisinya sekarang berada.

"Woi, tungguin napa!" kejar Fadil dengan tawa yang masih mengisi rongga mulutnya.

"Eh?" Sky hanya bisa cengo dengan keadaan yang mulai tidak dikenalinya. Tapak langkah Sean juga semakin menjauh dan terlalu cepat untuk Sky bisa mengejarnya.

Sekarang Sky benar-benar kehilangan arah dan tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa. Saat mendengar langkah seseorang melewatinya, Sky langsung menghentikannya. Guna meminta bantuan agar orang itu bisa mengantar Sky ke kelasnya.

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang