(15)

757 100 15
                                    

Sean dibangunkan oleh tangan seseorang yang mengguncang bahunya saat dia tertidur tanpa dia sadari. Memutar mata menatap sekeliling, Sean mengembuskan napas lelah dan kemudian bangkit dari duduknya. Ini sudah jam istirahat dan Sean sedari tadi justru hanya tiduran saja. Untungnya tadi tidak ada guru yang memarahinya. Kalau saja teman sekelasnya itu tidak membangunkannya, Sean mungkin akan terus tidur sampai teguran guru pelajaran setelah istirahat yang akan membangunkannya.

'Begini lagi!' bantin Sean sedikit kesal dengan dirinya yang selalu acuh akan pelajaran. Padahal semalam dia mulai menyadari kalau perbuatannya salah, namun hari ini perbuatannya sudah langsung memberi bantahan.

Kemudian, Sean melewati dua orang yang telah Sean putuskan ikatan pertemanan dengan mereka. Langkah Sean membuat keduanya berhenti tertawa karena mereka terlihat bahagia meski tanpa Sean sebagai teman pelengkapnya. Sean tidak memandang satu pun dari mereka, tapi Sean yakin keduanya memandang tidak suka ke arahnya. Tak apa, Sean juga tidak suka mereka karena Sean mulai menghargai hidupnya untuk tidak membiarkan orang lain memanfaatkannya. Dulunya mereka berdua memang sangat berharga bagi Sean karena Sean butuh teman untuknya tertawa bersama, namun sekarang tidak lagi sama. Karena dulunya mereka hanya mau tertawa kala Sean dapat masalah saja dan kala Sean dengan mudahnya mengeluarkan uang untuk mereka.

Tujuan Sean kali ini adalah taman di mana tempatnya dan Kuntum yang biasanya menghabiskan waktu bersama. Berjalan sendiri tanpa ada orang di sisinya membuat Sean semakin merasa kesepian saja. Padahal biasanya ada Kuntum yang akan mengeluarkan suara, setidaknya suara Kuntum yang memanggil namanya. Padahal biasanya juga ada Fadil dan Diki yang akan mengajaknya tertawa meski tujuan mereka tertawa itu adalah mengejek Sean itu sendiri.

Sesampainya di taman, sekuntum bunga bisa Sean lihat tumbuh di sana dengan mahkota menengadah ke atas langit sana. Bukan sekuntum bunga biasa, tapi se-Kuntum Bunga Melati gadis miliknya dulu yang tengah duduk menengadah menghirup udara. Sean tidak berpikir Kuntum tengah menunggunya, tapi Sean hanya berharap itu benar adanya. Kemudian, Sean memberanikan diri untuk berdiri di depan gadis yang kini tengah mendongakkan kepala sambil menutup mata.

"Masih sering datang ke sini, ya?" tanya Sean hanya sekedar berbasa-basi.

Kuntum membuka kelopak matanya cepat dan spontan meremas roknya. "Y--ya, Kakak juga 'kan?" sahut Kuntum berusaha menghindari kontak mata agar tidak menatap Sean.

Sean menjorokkan badannya ke arah Kuntum dan menumpukan kedua tangannya di atas sandaran bangku tempat Kuntum duduk. Gadis itu tampak menggigit bibir bawahnya, remasan pada roknya juga semakin menguat dengan mata yang tidak berani menatap mata Sean. Sementara Sean, dia terdiam sebagaimana Kuntum yang juga terdiam. Menikmati indahnya mahkota bunga melati di hadapannya dan menyaksikan bagaimana mahkota itu tertiup angin.

"Kuntum, bisa enggak kalau kita mulai lagi dari awal?!" ucap Sean dengan nada pelan.

"Kak, tolong singkirin tangan, Kakak. Aku jadi enggak nyaman," ujar Kuntum memang terlihat tidak nyaman dengan situasinya.

Sean patuh dan memperbaiki kembali posisi tegaknya, tangannya dia sejajarkan di sisi tubuh dengan harapan Kuntum akan membalas kembali ajakannya untuk memulai lagi. Sean memang merasa bodoh dengan apa yang barusan dia lakukan. Mengajak Kuntum untuk memulai kembali, padahal kesalahan yang lalu masih belum dia perbaiki. Tetapi, Sean hanya berusaha meyakinkan Kuntum kalau kasihnya masih untuknya.

"Aku masih sa---"

"Kak, enggak usah dilanjutin. Aku udah punya yang lain," potong Kuntum dan berdiri dari duduknya untuk menghargai Sean yang berbicara sambil berdiri.

"Enggak usah bohong. Aku tau kamu masih cinta sama aku. Aku mohon maafin aku!" mohon Sean sambil mengambil kedua tangan Kuntum dan menggenggamnya untuk menunjukkan kesungguhannya.

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang