(21)

668 93 21
                                    

Oleh karena ulah Sean, Atika mendapat surat panggilan orang tua dari pihak sekolah. Berupa penindaklanjutan perbuatan Sean yang memukuli Fadil dan Diki sampai tak dapat bergerak. Sekarang pun mereka harus menghadap guru dengan banyak perban yang menutupi luka mereka. Orang tua mereka bertiga sudah dipanggil dan sudah saling bertatap muka satu sama lain. Orang tua Fadil dan Diki tampaknya menoleh tidak suka kepada Atika yang bingung harus menanggapi sikap mereka. Atika cukup tahu Sean yang mencari gara-gara dengan anak mereka, maka dari itu dia diam saja.

"Bu Guru, saya tidak terima ya, kalau anak saya sampai babak belur begini." komentar ibunya Fadil bertujuan memojokkan Atika karena berpikir Atika tidak pandai dalam mendidik anaknya.

"Oke, Ibu tenang dulu, ya!" bujuk Bu Yan selaku guru pembimbing.

"Sekarang semua orang tua dan anak sudah berkumpul. Jadi, siapa yang mau menjelaskan apa yang terjadi sampai kalian bertengkar?" imbuh Bu Yan lagi dengan menatap satu persatu anak-anak muridnya.

"Dia yang mukul duluan, Bu!" sahut Diki cepat dan menunjuk Sean dengan tangan kirinya. Bukannya dia tidak sopan, tapi tangan kanannya terkilir dan sulit untuk digerakkan.

"Iya, Sean yang mulai duluan. Dia yang mukul kami!" sahut Fadil membenarkan.

Suara ponsel dari dalam tas Atika kali ini menjadi sorotan, Atika tersenyum kikuk dan meminta izin untuk menjawabnya sebentar. Karena demi datang kemari saja sudah membuatnya meninggalkan pekerjaan yang penting baginya.

"Dasar! Gimana anaknya enggak nakal, ibunya saja tidak tahu malu. Padahal anaknya yang bikin masalah, tapi dia juga yang sibuk sendiri." ketus ibunya Diki menatap Atika sewot.

Atika mematikan segera ponselnya dan kembali ke posisi duduknya. Atika tidak peduli dengan sambungan teleponnya yang belum terselesaikan karena di sini harga dirinya serasa dipermainkan. Atika kemudian tersenyum mengejek kepada dua orang tua yang menatapnya jengkel. Padahal keseluruhan isi ceritanya belum disampaikan, tapi para ibu-ibu itu sudah bersuara duluan seakan anak mereka hanya menjadi korban.

"Ekhem! Sean, apa benar kamu yang mulai duluan?" tanya Bu Yan memastikan ucapan akan dua orang yang memilih berbicara dari awal.

"Ng!" jawab Sean tidak tertarik dengan masalahnya. Sean memilih menjawab dengan dengungan kecil saja dan menganggukinya agar lebih jelas lagi.

"Anak ini! Sudah tahu salah, dia malah mengangguk begitu saja. Kamu pikir dengan itu anak saya bisa sembuh, hah?" teriak ibunya Diki dan hampir saja memukuli Sean.

Untungnya, Bu Yan berhasil menengahi dan menenangkan situasi. "Tenang dulu, pasti ada alasannya kenapa Sean berbuat begitu. Jadi, Sean kenapa kamu memukul mereka?" tanya Bu Yan dan memusatkan pandangan pada Sean.

Atika apalah dia, sudah sering hal serupa terjadi dan Atika memilih menyerahkan semuanya pada guru pembimbingnya Sean. Karena itu mungkin akan lebih berpengaruh pada Sean. Jangankan untuk ikut bersuara, menatap anaknya saja Atika enggan karena setiap melihatnya melakukan kesalahan, Atika rasanya ingin memarahinya habis-habisan. Karena itu dia diam dan menahan semuanya untuk nanti diselesaikan di rumah saja.

"I--itu ...." Sean ragu untuk menjawab karena dia sedikit malu untuk mengakui kesalahannya itu dimulai dari mana.

"Alah, enggak usah ditanyain lagi. Pastinya dia mintak uang anak saya, tapi anak saya enggak mau ngasih, iya 'kan?" tuding ibunya Fadil karena melihat Sean tergagap dalam menjawab.

Atika memukulkan tasnya ke atas meja karena merasa muak dengan ucapan wanita yang lebih tua darinya itu. "Ibu ini. Saya sedari tadi udah diam loh, ya! Jangan ngomong sembarangan, yang ada anak saya yang selalu ngasih uang sama mereka." omel Atika karena dia sedikit tahu untuk apa Sean pergunakan uangnya selama ini.

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang