(28)

601 79 30
                                    

"Woi, Sean. Jangan tidur di situ terus!"

Sudah cukup lama Sean hanya mematung di tempatnya dengan kepala dia tidurkan di tepi ranjang. Posisinya tidak berubah sama sekali dengan telapak tangannya masih dia tempelkan di tangan Sky. Gelengan lemah Sean persembahkan sebagai jawaban, dengan posisinya yang sekarang ini terasa sedikit lebih baikan.

Sky benar-benar menemukan Sean yang berbeda dengan Sean yang pertama kali ditemuinya. Entah benar Sean yang berubah, atau mungkin sikap Sean sebenarnya memang seperti ini. Lebih mengkhawatirkan orang lain dibanding dirinya sendiri dan itu sikap peduli yang terlalu berlebihan.

"Sean, apa lo enggak dengar? Jangan tidur di situ terus!" ulang Sky.

Sky tentu tidak melihat kepala Sean menggeleng, itu pun juga hanya gelengan lemah dan tidak menimbulkan efek suara atau pun gerakkan pada kasur tempat kepalanya bersandar. Sean pun mengangkat kepalanya menatap Sky yang sedari tadi sama saja, tidak ada gerakan lain selain bibirnya. Matanya pun tetap memejam, mengerjap sedikit pun tak dia lakukan.

"Baik!" jawab Sean kemudian.

Kakinya Sean paksa berdiri untuk menuntunnya ke bagian ranjang sebelah kiri. Istirahat dengan posisi telentang mungkin akan lebih baik dari pada duduk di atas lantai dan menidurkan kepala di tepi ranjang seperti tadi. Sendi-sendinya masih terasa sangat lemah dan sulit untuknya membawa langkah menuju ke seberang sana. Padahal hanya butuh bebeberapa langkah untuk mencapainya, tapi kali ini terasa sangat jauh untuk bisa segera tiba di sana.

Suara pintu kamar terbuka membuat Sean mengalihkan perhatiannya. Wajah panik kedua orang tuanya menjadi objek pemandangan Sean berikutnya. Sepertinya pembantu rumah tangganya tak menghiraukan perkataan Sean tadinya. Buktinya mereka berdua datang dengan bergegas dan sempat membuka pintu dengan tergesa. Hal itu mengartikan kalau mereka sudah tahu dari awal kalau keadaan di dalam sini tidak baik-baik saja.

"Sky!" panik Arsen dan dia langsung mendekati Sky dengan cepat.

Sementara Atika, dia lebih dahulu menghampiri Sean. "Sean, ini pasti ulah kamu 'kan? Kamu berantem lagi? Liat sekarang, saudara kamu yang jadi korbannya 'kan?!" tuding Atika tanpa ingin mendengarkan dulu apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku udah berusaha, Ma! Aku udah berusaha lindungin Sky, ak---"

Ucapan Sean terpotong paksa saat telapak tangan kanan Atika memantul di pipi kirinya. Tubuhnya yang masih lemah itu harus sedikit terdorong ke samping kanan dan butuh usaha yang kuat agar tubuhnya tak jatuh ke lantai. Bertambah lagi satu perlakuan yang Sean benci, Atika juga menyalahkannya tanpa tau apa yang sebenarnya. Secara tidak langsung Atika juga menuduhnya sebagai membuat masalah dan berakibat buruk pada Sky, padahal bukan itu yang sebenarnya terjadi. Bahkan, Sean sendiri belum tahu apa-apa tentang semua yang telah terjadi.

"Atika, sudah!" bentak Arsen saat sekali lagi tangan itu hampir menampar Sean.

"Aku yang salah, Ma! Ini bukan salah Sean," lirih Sky yang tidak bisa berbuat apa-apa saat suara tamparan terdengar menggema di ruangan.

Atika tampak menyeka air matanya yang turun tiba-tiba. "Jangan bohong. Pasti Sean yang bikin kamu kayak gini 'kan? Ini pasti gara-gara Sean!" sahut Atika tidak percaya.

Kemudian, Atika mengguncang bahu Sean, sampai tubuh pemuda itu terhuyung ke belakang dan membuat kakinya membentur nakas. Untuk kali ini, Sean tak lagi bisa menahan bobot tubuhnya dan membiarkan berat tubuhnya begitu saja. Sean jadi terduduk di atas sana dengan sebagian benda-benda yang berada di atas nakas itu berjatuhan saat kaki Sean membenturnya. Sean sampai mengerang kesakitan saat luka-luka di punggungnya terasa tertusuk oleh lampu tidur yang terletak di sana.

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang