13. DIA

561 35 9
                                    

13. DIA

Pagi ini sekolah tampak seperti biasa pada umum nya, si pintar dengan buku yang di bacanya, si pemalas masih terlelap di dalam mimpi nya, dan sial nya, Clara merutuki dirinya pagi ini. Karena lupa membawa bekal untuk kekasih nya itu.

"Ada apa gerangan sih kawan." Ranti melihat sahabat nya ini penuh selidik.

"Iya, pagi-pagi tuh muka udah lecek aja."
"Aku lupa buat masakin sarapan Kak Alan." Hembus nafas jengah Ara.

"Alan lagi, Alan teros, Alan, Alan, Alan." Delia menatap Clara malas. "Lo suka sama dia Ra?" Lanjutnya penuh selidik.

Ara terdiam, mulutnya terasa keluh, dia menelan saliva dengan susah payah. "Wahh, ngaco lo Ra." Delia refleks berdiri. Sambil mengecakan tangan dipinggang rampingnya, sambil sesekali mengibaskan rambut nya yang terurai. "Emang nya kenapa kalo aku suka sama Kak Alan." Ujar Clara pelan.

Ranti langsung terlonjak kaget mendengar jawaban Ara. "Ra lo. Lo kok bisa suka sama kayak modelan Kak Alan." Tanya Ranti. "Bukan nya kata lo Kak Alanska tu kasar nya kebangetan, galak, emosian. Bukan nya lo bilang sama kita kalo kehidupan lo berantakan ketika kenal dia."

Ara menggit bibirnya akibat gugup, "kalo kalian nanya kayak gitu sama aku, jawaban nya aku ga tau. Aku ga tau rasa itu dateng dengan seiring waktu." Clara mengusap wajah nya pelan.

Kelas XI IPS kali ini di isi dengan pelajaran sejarah. "Anak-anak besok bapak izin ga masuk kelas kalian dulu, karena anjing bapak bertelor." Ucap santai Pak Asep.

"Mana ada Pak anjing bertelor." Celetuk Hendra dari meja belakang.

"Ada, buktinya anjing bapak begitu."

"Jadi bapak besok ga masuk ya kan."
"Iya."
"Yey! Jamkos besok!"
"Tugas tetap dikumpul ya." Semua murid yang berada di kelas itu langsung bergerutu, di belakang.

"Sekarang kita ulangan sejarah." Tak cuma membuat tugas di jamkos, Pak Asep lebih-lebih memberikan ujian mendadak di kelas ini. Ke kelas yang selalu menjadi tranding topik di kalangan guru di SMA Xevarius. "Ah Pak. Kok ulangan mendadak si." Rengek Kelvin.

"Iya ih pak, ga asik banget bapaknya. Tiba-tiba ulangan mendadak tu ga enak tau ga sih pak. Kalo tiba-tiba mendadak jatuh cinta kan enak." Kelvin menoyor kepala Nathan cepat. "Gini nih kalo kebanyakan nonton drakor lo." Alanska dan Arsa tertawa mendengar ucapan Kelvin tadi.

"Oppa Nathan!!" Ucap beberapa siswi yang ada di kelas itu. "Bangsat lo." Desis nya pelan.

"Sudah-sudah kalian ini, cepat masukan buku kalian kita ulangan dulu." Pak Sep langsung membagikan lembar kertas yang beliau bawa sedari tadi.

"Sa, sssstttss! Sa jangan lupa calling calling sama gue ya." Hendra mulai merayu sang kutub es itu.

"Aelah Pak Sep, kalo tau gini malam tadi gue nyiapin contekan." Rutuk Kelvin yang sedari tadi tak sudah-sudah. Alanska hanya diam saja, dirinya lumayan pintar. Tapi jika dibanding Arsa masih unggul si kurub utara itu. Alanska mungkin agak kurang jika berhadapan dengan rumus matematik dan sebagainya. Tapi di pelajaran lain, dirinya boleh di adu. Tak hanya mengandalkan otot saja, Regaza bisa terus berjaya sampai saat ini pun juga karna mengandalkan otak cerdas dari pemimpin nya.

Dari tahun ke tahun ketua Regaza selalu dipilih dengan ke kuatan nya, ke cerdasan dalam strategi dan adil dalam memimpin. Di sini lah anak-anak yang dianggap remeh dengan orang di luar sana, Regaza melihat mereka berbeda. 'Siapa pun bisa menjadi apa pun' itu lah yang selalu anak-anak Regaza pegang. Regaza adalah rumah bagi mereka. Regaza adalah keluarga bagi mereka.

"Ah capek gue, ayolah ke kantin laper bor." Hendra tak henti-henti merengek akibat Pak Asep dan ulangan mendadaknya tadi.

Kantin ramai dengan suara-suara 'Buk bakso nya 2' 'Mang es teh nya 3' dan lain sebagainya. Tak banyak juga mata yang memuja, melihat ke arah ke lima penguasa sekolah itu.

AlanRaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang