Chapter 12 - Alesia Candance

295 27 3
                                    

ALESIA POV

***

Aku ada di mana?

Ah, aku lupa. Sekarang aku sedang berada di dalam sebuah tahanan, entah apalah namanya, yang jelas seperti itu yang kini aku lihat.

Ruangannya cukup lebar, dengan pintu yang digembok serta sebuah ventilasi udara di atas yang terbuat dari logam kuat yang pasti dilapisi dengan wolfsbane. Sepertinya ruangan ini berada di bawah tanah atau malah di dalam gua. Aku bisa menduganya karena udara di sini sangat lembab. Juga terdapat sebuah ruangan kecil dengan suara gemericik air, yang kuduga sebagai kamar mandi.

Aku tidak tau sudah berapa lama di dalam ruang tahanan ini dengan kedua kaki dirantai kuat. Kedua tanganku memang bebas, tetapi aku tidak punya tenaga untuk melelehkan rantai itu dengan racun.

Seingatku, aku sedang berada di halaman belakang rumah sambil membaca buku, menunggu adik-adikku pulang dari Dunia Bawah. Hingga seseorang itu datang, bukan, tapi sekelompok orang. Mereka datang, membawaku dengan paksa. Aku jelas tidak kenal salah satu dari mereka dan mereka juga tahu bahwa aku tidak bisa melawan mereka.

Salah satu dari mereka yang berjumlah tiga belas orang melemparkan sebuah jaring perak agar bisa menahan sisi serigalaku.

Aku berusaha memberontak, hendak mengeluarkan racun buatanku di dalam sebuah botol. Tapi terlambat. Rafael, mateku, Dokter White Moon Pack itu menyuntikkan cairan dalam tubuhku. Tentu saja aku tau cairan apa itu, obat bius yang sudah ditambah dosisnya berkali-kali lipat.

Rafael mengkhianatiku. Entahlah, mungkin bisa disebut demikian. Sepertinya kutukan White Moon Pack masih berlaku bagi keluarga kami.

Aku menghela napas panjang. Pasrah dengan keadaan. Entah apa yang akan mereka lakukan dengan mengurungku di sini.

Sinar rembulan menembus jendela di atas sana, menyorot langsung ke dalam mataku. Rasanya nyaman sekali. Aku percaya, di mana pun aku berada Dewi Bulan pasti akan melindungiku.

Terdengar suara derap langkah kaki yang mendekati ruangan tempat aku dikurung. Sepertinya ada empat atau lima orang yang berjalan kemari.

Gemerincing kunci juga terdengar, disusul suara derit pintu besi yang terbuka, tampak cukup berat sehingga harus didorong tiga orang.

Tiga orang pria dewasa dan seorang wanita tua tampak berdiri di depan pintu ruangan, menatapku dengan tatapan beragam.

"Dia sudah sadar, apakah kita perlu memanggil dokter itu?" Tanya seorang pria di ujung kiri.

Pria di sebelahnya menggeleng, menimpali, "sudah terlalu malam, prosesnya akan susah,"

Pria di ujung kiri dengan penutup kepala berwana abu-abu itu menatap heran, "dia werewolf  'kan? Malah mudah dilakukan pada malam hari di bawah sinaran rembulan, kekuatannya meningkat,"

Aku terdiam. Aku tau apa yang akan mereka lakukan. Mereka hendak menyuruhku membuat racun dan penawar secara bersamaan. Mereka pasti sudah mengincarku sejak lama, kemudian memanfaatkan kepergian keempat adikku dan kedua orang tuaku.

"Aku tidak akan menuruti kemauan kalian," desisku marah.

Pria di tengah yang badannya paling besar dan tinggi itu menatapku dengan tajam. Kini aku bisa melihat bahwa warna matanya berubah menjadi merah. Dia vampir.

"Kau harus melakukannya," ucapnya dengan suara yang berat dan serak.

"Jhon, Martin, panggil dokter sialan itu kemari. Kita akan lakukan prosesnya sekarang juga," pria vampir memberikan perintahnya pada kedua pria lain bernama Jhon dan Martin.

BRAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang