Chapter 34 - Elvira Lizandre

226 27 1
                                    

"Jangan bercanda, Oliver! Kamu ada di sini bersama kami! Kamu masih hidup!" Ilyona mengguncang bahu Oliver.

Oliver menatap tajam pada Ilyona, hal yang tidak pernah dia lakukan karena dia sangat menghormati kakak-kakaknya.

"Iya! Aku di sini bersama kalian! Aku masih hidup!" Oliver berteriak.

"Elvira yang nggak ada di sini! Elvira yang mati! Dia sendirian! Mati tanpa diketahui siapapun!" Tangisan Oliver semakin histeris saja.

Ilyona tampak syok, dia bahkan melepaskan tangannya dari bahu Oliver, menutup mulutnya sementara air mata mulai menggenangi pelupuk matanya.

"Nggak. Elvira masih hidup. Elvira masih hidup," Ilyona bergumam.

"Elvira tidak mungkin mati," imbuh Ulrich, matanya menerawang jauh.

Keadaan ruang kerja Oliver menjadi suram. Sang empunya ruangan masih menangis sambil meraung-raung, Ilyona terisak tanpa suara, sedangkan Ulrich hanya terdiam.

"Ily, Oliver, tenanglah. Berpikir positif," ujar Ulrich.

Oliver mengusap ingusnya, matanya sudah sangat memerah. Dia tersenyum hambar.

"Ya, berpikir positif di saat saudari kembarku mati. Hebat sekali, kak," cibir Oliver.

"Memangnya kau tau pasti apa yang terjadi? Tidak 'kan?" Ulrich menjawab.

"Kakak nggak pernah jadi anak kembar! Kakak nggak tau gimana rasanya!" Teriak Oliver.

Ulrich menyatukan alisnya, dia terlihat sedikit emosi.

"Benar, aku tidak tau rasanya jadi anak kembar. Tapi aku tau rasanya kehilangan. Elvira juga adikku," ucap Ulrich.

"Kita harus mencari Elvira," cetus Ilyona, suara gadis itu terdengar parau.

"Kita tidak bisa pergi lagi, Ily. Tidak ada yang akan berjaga di Pack kalau-kalau terjadi serangan lagi," Ulrich tidak setuju.

Oliver menggebrak meja sampai cangkir teh Ilyona terjatuh dan pecah. Sisa-sisa air teh mengalir membasahi kertas dan lantai ruang kerja Oliver, membuat ruangan itu semakin berantakan saja.

"BIARIN AKU YANG PERGI! KALIAN DI SINI AJA KALAU GAK MAU NYARI ELVIRA!" Ucap Oliver.

"Bukannya aku tidak mau mencari Elvira, tapi harus ada yang tinggal di Pack," Ulrich menjabarkan.

Oliver berdecih.

"Iya! Kakak di sini! Seorang calon Alpha gak boleh ninggalin wilayah kekuasaannya. Kalaupun kakak mati,  kakak akan mati dengan terhormat sebagai pahlawan! Gak kayak aku yang nyari Elvira dan mati di tempat asing! Aku akan mati dan hanya meninggalkan nama tanpa jasad yang ditemukan!" Oliver mencurahkan segala unek-uneknya, dia sedang kalut.

"Oliver—" panggilan Ulrich terpotong.

"Elvira dan kak Alesia juga hanya meninggalkan nama! Kakak gak peduli dengan orang lain! Yang hanya kakak pedulikan hanya diri kakak sendiri dan Pack penuh bajingan—!"

"OLIVER CUKUP!"

Bukan Ulrich yang membentak, tetapi Ilyona yang sudah kehabisan kesabaran. Wajah Ilyona mengeras, matanya tajam, dan badannya bergetar menahan diri.

"KALAU LO PENGEN PERGI, PERGI AJA!"

Ulrich menangkap tubuh Ilyona yang limbung.

Napas Ilyona memburu. "DENGAN LO PERGI PUN GAK ADA YANG BERUBAH DI SINI! SEDARI AWAL KELUARGA KITA UDAH HANCUR! HANCUR, OLIVER!!"

"Kalau memang sudah keputusanmu untuk pergi, maka kau boleh pergi. Bawalah perbekalan, aku juga akan mengirim Storm agar ikut bersamamu." Ujar Ulrich, lelaki itu mendekap tubuh Ilyona.

BRAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang