Chapter 33 - Sinkronisasi

176 28 2
                                    

Oliver menjenguk satu persatu Warrior yang terluka akibat pertempuran semalam. Dia bahkan ikut membantu membangun kembali beberapa bangunan Pack yang rusak.

Saat ini, Oliver masih bercakap-cakap dengan salah satu Delta —pelatih Warrior junior.

"Bagaimana dengan Warrior yang gugur?" Tanya Oliver.

"Mereka akan segera dimakamkan, Gamma Oliver," jawab Delta tersebut.

Oliver mengangguk. Mata Oliver menatap sekelilingnya, banyak tenda-tenda darurat yang didirikan di tempat pelatihan Warrior yang luas sebagai pengganti rumah sakit Pack yang penuh.

"Kita kekurangan healer ya?"

Oliver kembali bertanya saat melihat penanganan seorang Warrior yang terluka di bagian kakinya. Warrior itu hanya dibalut perban dengan obat merah saja.

Sang Delta mengangguk.

"Benar, Gamma Oliver. Para medis memang sudah bekerja menangani pasien dengan baik, mereka membalut perban dan memberikan obat merah, tetapi tidak bisa memberikan energi tambahan seperti healer," jawab sang Delta.

Dalam hati Oliver berharap Alesia berada di Pack agar bisa menyembuhkan para Warrior itu atau paling tidak membuat obat mujarab untuk mempercepat regenerasi.

"Baiklah, laporanmu sudah selesai. Silakan kembali bertugas."

Delta itu mengangguk dan menundukkan badannya, kemudian berlalu pergi.

Oliver melakukan hal yang sama yaitu pergi dari tenda-tenda darurat. Kakinya melangkah menuju ke gedung utama.

Telinga Oliver menangkap suara-suara beberapa orang yang sedang berdebat dengan sengitnya. Oliver hanya menggelengkan kepalanya setelah mengetahui siapa yang sedang berdebat.

Tangan Oliver bergerak membuka kenop pintu ruang kerjanya. Matanya menemukan Ilyona dan Ulrich di antara meja kerja yang dipenuhi dengan kertas dokumen.

"Ada apa ini? Ga bisakah kalian pergi ke ruang pertemuan daripada berdebat di ruang kerjaku yang kumuh ini?" Tanya Oliver berusaha untuk tersenyum.

Kedua kakaknya itu menoleh. Wajah Ilyona tampak kesal, sedangkan Ulrich terlihat datar-datar saja seperti biasa, maka Oliver memutuskan Ulrich sudah sembuh.

"Ya, ruang kerjamu ini sangat kumuh, kotor, bau, dan tidak sedap dipandang. Aku heran kenapa Ily betah di sini," celetuk Ulrich.

Kalau saja Oliver adalah karakter komik mungkin kepalanya sudah ada tanda seseorang yang sedang marah dengan wajah memerah dan senyum terpaksa yang tersungging di bibir.

Namun sayangnya Oliver bukan karakter dalam komik, jadi Oliver hanya bisa mempertahankan senyum manis yang sangat terpaksa membuat ekspresinya terlihat tertekan.

"Kak Ulrich... Mungkin perkataanku malam itu emang bener. Lebih baik kakak jadi monster aja,"

Ulrich menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap Oliver dengan pongah.

"Kau berani, Oliver?" Ulrich bertanya.

"Berani adalah nama tengahku, tapi tentu saja aku nggak berani melawan kak Ulrich," jawab Oliver.

Ulrich tertawa mengejek.

"Lihat adikmu ini, Ily. Dia penakut," Ulrich melirik Ilyona, menunjuk Oliver mencemooh.

Ilyona memutar bola matanya malas.

"Lo juga adik gue, Ulrich. Sadar diri," komentar Ilyona.

Ulrich terdiam seperti baru menyadari sesuatu. Dia bergumam.

BRAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang