Meninggal

2K 30 1
                                    

Serin membawa testpack dari kamar mandi, dia tersenyum lebar saat melihat dua garis biru dalam testpack. Ini akan membuat keluarga kecilnya bahagia, terlebih lagi Azla yang sangat menantikan kehadiran seorang adik.

Dia menghampiri Dean dan Azla yang sudah menungguinya di ruang tamu.

"Apa hasilnya, hm?" tanya Dean pada Serin yang baru datang.

"Kau akan memiliki anak lagi, usaha kita selama ini berhasil," jawab Serin, dia menunjukkan testpack pada Dean sambil duduk di sampingnya.

"Mulai detik ini, jangan pernah membawa benda yang berat-berat dan  kamu Azla! Jaga ibumu dengan baik," tutur Dean pada Azla yang duduk di seberangnya.

Tiba-tiba Dean terhuyung ke lantai, dia tergeletak tidak berdaya.

"Mas," ucap Serin sambil duduk di dekat kepala Dean, dia memegang salah satu tangannya.

"Dad kenapa mam?" tanya Azla di seberang tubuh Dean.

"Entah, coba periksa! Apa dia masih hidup?" suruh Serin pada Azla.

Azla memegang pergelangan tangan Dean untuk mengecek denyut nadi, dia tidak merasakan nadinya Dean berdenyut lalu berganti ke dadanya. Azla menempelkan telinganya ke dadanya Dean, siapa tau dia yang salah mengecek tapi semuanya nihil, jantung sudah berhenti berdetak.

"Bagaimana?" tanya Serin sambil melirik ke Azla yang ada di depannya.

"Dad sudah tiada mam," jawab Azla, dia memeluk tubuh Dean dengan erat sebagai pertemuan terakhirnya dengan Dean.

"Singkirkan dia dari sini, biarkan aku sendiri," suruh Serin dengan tegas.

Dia kembali berdiri lalu berjalan menuju kamar, harapannya untuk menimang anak bersama Dean, hancur seketika. Setibanya di kamar, Serin membanting pintu. Merusak kamar yang selalu bersih dan rapi, dia melampiaskan amarahnya dalam ruangan minimalis itu.

Sementara di luar, Azla berhasil membawa beberapa warga yang sedang melakukan aktivitas untuk membantu dia mengurus jenazahnya Dean. Dia serahkan semua tanggung jawab pada para warga, lalu berjalan ke kamarnya Serin untuk membujuk Serin agar dia mau hadir ke pemakamannya Dean yang sebentar lagi akan di laksanakan.

Mau bagaimana pun, ini acara penting, jadi butuh kehadiran keluarga apalagi inti. Azla membuka pintu dari luar, nampak Serin sedang duduk di pinggir ranjang. Dia berjalan masuk ke dalam kamar sambil memandang ke sekitar, benar-benar rusak dan hancur bahkan parfum kesayangannya pada pecah di lantai.

"Mom, mari ke pemakaman Dad," ajak Azla, dia duduk di seberang ranjang.

"Tidak, suamiku masih hidup! Lebih baik kau pergi!" Bantah Serin tanpa memandang Azla.

"Apa mam benar-benar tidak mau mengantarkan Dad ke tempat peristirahatan terakhirnya?" Tanya Azla memastikan.

"Tidak, jangan memaksaku lagi!" Gertak Serin dengan nada tinggi.

Azla tidak bisa memaksa, sekalinya tidak akan tetap tidak. Dia kembali pergi meninggalkan Serin sendirian di dalam kamar, Azla berjalan cepat tapi masih terlihat anggun. Dia berhenti di pinggir ruangan yang terdapat almari pendek, jari tangannya memencet tombol nomor dengan cepat lalu menempelkan telpon ke telinganya.

"Cepat ke sini, bantu aku menguburkan Dadku!" Perintah Azla, dia mengembalikan telpon ke tempat semula.

Dia kembali berjalan menuju ruang tamu, Dadnya sudah di mandikan oleh para  warga. Azla menyuruh para warga yang membantu untuk pulang ke rumah masing-masing, dan membayar mereka satu persatu, semuanya sudah pulang, tinggal dia sendiri. Azla duduk bersila di samping mayat Dadnya, dia menyangga dagu dengan salah satu tangannya sambil menunggu teman datang.

Azla tidak habis pikir, apa yang Dean makan hingga membuatnya mati? Kalo Dean meninggal dadakan, Azla tidak percaya sama sekali, dia banyak musuh di penjuru negara sesama geng mafia tapi, kira-kira siapa yang berani meracuni Dean sampai mati. Kalau tidak gengnya berarti gengnya Dean, walaupun udah lanjut usia Dean merupakan bandar terbesar dan tersangar pembunuhan. Banyak kasus tentangnya tapi tidak satu polisi pun yang bisa menangkapnya, sekarang dia mati tiba-tiba? Hal yang sangat aneh.

Dari arah luar, Skate dan Track datang memasuki rumahnya Azla. Mereka mendekati Azla yang sedang melamun di depan mayat Dadnya.

"Hey, ada yang bisa kita bantu?" Tanya Tack, tangannya merangkul kedua pundak Azla.

"Kita urus pemakaman Dadku, masukkan mayatnya dalam peti, aku tunggu di luar," suruh Azla sambil berdiri, dia berjalan keluar rumah.

Skate dan Track mengangkat mayat Dean lalu di masukkan ke dalam peti. Track mengunci petinya, mereka mengangkat peti itu keluar rumah, menghampiri Azla yang menunggu di depan mobil. Tanpa di perintah, Skate dan Track memasukkan peti ke dalam bagasi.

Azla masuk ke dalam kursi belakang di barengi mereka berdua yang duduk di kursi depan. Kali ini sedikit drama untuk membubuhi, tidak mungkin Azla membiarkan Dadnya meninggal dengan cara tidak layak seperti ini.

"Jadi, apa yang kita lakukan setelah ini, hm? Gak mungkin kau biarkan dadmu mati dalam jeratan permainan," tanya Skate sambil menjalankan mobil.

"Jelas, kita kubur saja sementara, sampai kita tau siapa yang mempermainkan seorang Azla," jawab Azla, dia mengepalkan tangannya.

"Yang pasti, masih deretan musuhmu," timpal Track mendongak ke arah Azla di belakangnya.

"Tau darimana? Apa sekutumu, hm?" Tanya Azla, dia sensitif dengan sesuatu meski itu hanya lelucon.

"Ya tentu bukan, buat apa aku membunuh Dadnya Tuanku, kurang kerjaan lah aku," jawab Tack, dia mengernyitkan dahinya sambil memandang ke luar melalui jendela.

"Tapi, masih ada kemungkinan, ibumu saja kau bunuh karena dendam," timpal Skate yang fokus menyetir.

"Jadi kalian nyurigain aku gitu?! Mungkin ada kemungkinan, tapi apa aku seberani itu, hm?" Ucap Track tidak terima.

"Diam atau keluar! Kita fokuskan misi kita untuk penyelidikan!" Bentak Azla dengan nada lebih tinggi membuat Track dan Skate langsung terdiam.

Mereka sampai di tempat pemakaman keluarga CEO di kota ini, kuburannya masih jarang-jarang karena CEO umumnya memiliki umur panjang. Apalagi geng mafia seperti mereka bertiga, susah untuk di bunuh oleh musuh.

Track dan Skate mengeluarkan peti dari dalam bagasi dan di angkat ke kuburan, Azla mengikuti dari belakang sambil menumpukkan kedua lengan di belakang badan. Mereka berdua turun ke lubang yang sudah di gali oleh warga yang di bayar Azla, Skate meletakkan sepeti-petinya lalu kembali naik ke atas bersama Tack. Track menutup peti itu dengan tanah, di buat gundukan layaknya kuburan pada umumnya.

Tiba-tiba Serin datang, memakai pakaian serba hitam bahkan kacamatanya hitam. Dia berdiri tidak jauh dari Azla berdiri lalu mengangkat kedua tangan mendoakan Dean.

"Mam, bukannya tadi mam menolak untuk mengantarkan dad," Tanya Azla  sambil mendongak ke samping.

"Aku hanya ingin sedikit lebih tenang," jawab Serin, dia kembali pergi meninggalkan mereka bertiga.

                  Bersambung

MENIKAHI IBU TIRI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang