ORANG SERBA HITAM

153 3 2
                                    

Azla keluar dari dalam mobil bagian belakang, dia berdiri di tempat memandangi Karyawan yang juga baru datang sedang berlalu lalang, menurut waktu di foto kemaren, di waktu inilah orang berpakaian serba hitam itu memandangi perusahaanya dari jauh. Dia memandang ke seberang jalan, dan benar tebakannya, orang serba hitam itu sedang berdiri memandangi perusahaanya sambil menurunkan tapi agar mukanya tidak terlalu terlihat. Tanpa membuang waktu lagi, Azla berjalan menuju seberang jalan dengan langkah cepat.

Orang serba hitam itu tidak tau kalo Azla sedang mendekatinya, dia menumpukan pandangan ke perusahan itu lalu mengeluarkan ponsel dari dalam saku, belum sempat memotret, Azla menepuk pundaknya dari belakang membuat dia langsung mendongakkan kepala ke arah Azla.

"Azla?" ucap orang itu sambil membalikkan badan, ternyata dia mengenal Azla.

"Kau siapa?" Tanya Azla tetap waspada meski orang itu telah mengenalinya.

"Aku pamanmu, apa kau sudah lupa, hm?" Jawab orang itu melepas topinya, nampak rambut hitam legam dan wajah awet muda pamannya di depan mata.

"Paman? Mengapa paman ada di sini?" ucap Azla bertubi-tubi, dia meletakkan kedua telapak tangan di kedua lengan tangan pamannya yang bernama Otra, dia di lahirkan di china jadi sedikit asing dengan namanya.

"Aku hanya ingin menjalankan keinginan Dean dalam mimpi, dia ingin aku mengawasi perusahaanya agar terhindar dari musuh," jawab Otra dengan nada tenang.

Setelah tau bahwa orang yang di curigai kemaren adalah pamannya, Azla mengajak Otra untuk masuk ke dalam perusahaan, dia ingin membeberkan masalah dan memperlihatkan keadaan Dean sekarang, karena dari dulu Otra adalah orang yang paling Azla percaya. Di ruangan Azla, Otra masuk perlahan, memandang sekeliling, sudah lama dia tidak menginjak ruangan ini, ruangan yang di impikan lalu dia duduk di sofa yang ada setelah di persilahkan oleh Azla.

Sebenarnya, Azla kurang nyaman jika ruangannya di perhatikan seperti ini, apalagi sampai tidak berkedip meski yang memandang pamannya sendiri, Azla duduk di depan Otra dan membereskan dokumen yang tersebar di atas meja.

"Paman, boleh aku beri tau sesuatu?" Tanya Azla sebelum membeberkan semuanya.

"Silahkan, jangan pernah menutupi apapun dari paman," jawab Otra menyunggingkan senyum lebar.

"Perusahaan di gencar banyak musuh setelah kematian Dean," ucap Azla dengan singkat dan jelas.

"Dean sudah mati?" Timpal Otra, dia merasa salah dengan akan ucapan Azla yang baru saja terlontar.

"Ya, sekarang, lebih baik ikuti aku," ajak Azla sambil kembali berdiri dan berjalan keluar ruangan di ikuti Otra dari belakang.

Mereka berdua berjalan berbuntutan menuju teras, Azla dan Otra masuk ke dalam mobil yang sama lalu mobil melaju perlahan meninggalkan perusahaan, mobil di belakangnya juga melaju, karena di dalamnya ada dua bodyguart yang siap mengawal Azla. Di sepanjang jalan, Azla lebih memilih memandang ke luar melalui jendela daripada meneruskan percakapan dengan Otra, sementara Otra duduk dengan tenang di samping Azla memandang ke depan.

Sampai di tempat rahasia yang ada di dekat pemakaman, Azla dan Otra dari dalam mobil, mereka berdua di ikuti dua bodyguart di belakangnya dan masuk ke dalam pintu bawah tanah. Awalnya Otra ragu dengan pintu itu, tapi jika memang ini hanya khayalan Azla, tak mungkin ada pintu di situ dan pasti ada sebuah ruangan dalamnya, mau tidak mau Otra ikut masuk ke dalam tanah, dia melangkah perlahan, melihat sekeliling dengan terheran-heran, ini merupakan tempat terasing baginya, karena tidak waspada, tiba-tiba salah satu bodyguart Azla menekuk tangannya ke belakang membuat dia berteriak kesakitan.

Azla mengeluarkan pisau dari dalam saku, senyuman lebarnya menakutkan seakan hendak menerkam mangsa, dia mengangkat pisau lalu menusukkannya ke dalam dada Otra secara perlahan-lahan, hal itu membuat Otra berteriak kencang di rengkuhan salah satu bodyguart Azla, perlahan kedua matanya tertutup rapat dan napas terakhir di hembuskan, darah mengalir dari dada Otra sampai menodai kemeja yang di kenakan dan pisau di cabut dari dada Otra, Azla memandangi darah yang mengalir dari pisau itu, lalu dia memiringkan senyum sambil mengalihkan pandangan ke Otra yang sudah tak berdaya.

"Selamat tinggal, paman Otra!" Ucap Azla di dekat telinga Otra sambil memiringkan senyum.

"Permainanmu yang kau mulai, kini sudah aku akhiri dengan mudah, kau senang bukan?" Imbuh Azla masih di dekat telinga Otra.

"Pisau ini akan menjadi pisau yang ke seribu dari pembunuhan selama ini," gumam Azla menjauhkan muka dari mukanya Otra, dia membelai bagian atas pisau.

Bukan, bukan paling di percaya tapi paling di benci, pencuri berkas Dean pasti dia, dari dulu tidak sedikit aset yang di curi dari rumah, alasannya pinjam tapi setelah satu tahun dia akan lupa bila di tagih secara baik. Azla seketika dendam pada Otra, dia akan membunuhnya dengan tidak hormat dan hari ini waktu yang tepat, kemungkinan besar pembunuh Dean adalah Otra, agar dia bisa menguasai perusahaan yang selama ini menjadi incarannya, termasuk ruangan yang kini di miliki Azla.

"Lempar dia ke tanah, biarkan dia merasakan hidup bersama para mayat," perintah Azla sambil berjalan hendak ke ruangan Dean.

Pintu di buka dengan kasar, Azla memegang pisau itu dengan kedua telapak tangannya sambil berjalan masuk ke dalam ruangan, sebelum menjenguk Dean, dia meletakkan pisau itu pada penyimpanan khusus yang di sediakan lalu di pajang bersama pisau berlumur darah yang lain, memang yang membunuh Azla tapi Azla sumbangkan pada Dean agar pembunuhan Dean yang di lakukan genap seribu lalu dia duduk di dekat Dean di baringkan.

"Dad, aku datang," ucap Azla, dia mengambil gayung dalam ember yang berisi air bercampur bunga.

"Korbanmu sudah mencapai seribu, harusnya kau di nobatkan menjadi bandar pembunuhan terbesar di kota ini," imbuh Azla sambil mengguyurkan air pada sekujur tubuh Dean.

"Mengapa kau pergi? Apa kau tidak menyayangiku dan calon bayimu yang belum lahir, hm?" ucap Azla melanjutkan kata-katanya.

Selesai mengguyurkan air bunga, Azla menundukkan kepala, dia berdoa pada Yang Maha Kuasa agar Dean mendapatkan tempat terbaik di alam lain. Bila doanya sudah selesai, Azla mengusap kedua telapak tangan ke muka sambil berdiri, dia kembali berjalan keluar dari ruangan. Luka hati Azla terobati dengan adanya jasad Dean di situ, dia bisa menjenguk kapan saja dan memudahkannya dalam mencari pembunuh Dean.

Azla tidak sampai menangis, dia kembali memasang raut muka serius menghampiri kedua bodyguartnya, mereka keluar dari dalam tanah dan masuk ke dalam dua mobil yang berbeda hendak kembali ke perusahaan untuk pengawasan lebih ketat.

                 BERSAMBUNG

MENIKAHI IBU TIRI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang