PENYAKIT JANTUNG

60 0 0
                                    

Salah satu tangan Serin memotong sosis mentah dengan cepat, dia mengangkat alas pemotongan lalu memiringkannya ke atas wajan, mencampurkan sosis dengan nasi goreng, Serin kembali mengaduk nasi goreng berulang kali, dia mengambil piring kosong di dekatnya, lalu mengalihkan nasi goreng dari dalam wajan ke atas piring dengan menggunakan codet, selesai memasak, Serin mematikan kompor, dia meletakkan piring berisi nasi goreng di atas nampan.

Dia mengangkat nampan sambil berjalan meninggalkan dapur, pagi ini dia terlambat bangun, untung saja Azla tidak terburu-buru berangkat ke kantor, jadi dia masih sempat membuatkan sarapan untuknya, agar menghemat waktu dan tenaga, Serin memilih membuat nasi goreng sosis, makanan kesukaan Azla semenjak dulu, dia tau itu dari Azla sendiri, di ruang tamu, Azla tengah membantu Ana meminum susu dalam botol, karena tadi Ana bangun ketika dia sedang masak jadi Azla yang menggantikannya.

Serin menghentikan langkah di depan meja, dia menekuk lutut, meletakkan nampan di atas meja dan mengangkat piring dari atasnya, menyajikan sepiring nasi goreng di meja depan Azla duduk, dengan tambahan sebotol soda yang tersedia di atas meja, Serin kembali berdiri, dia melangkah satu langkah ke kursi yang masing kosong lalu duduk di atasnya, dia mengalihkan cengkeraman tangan Azla dari atas botol dan di gantikan oleh tangannya.

"Sarapanlah dulu, sebentar lagi kau akan terlambat," ucap Serin dengan pandangan terpaku pada Ana dalam stroller.

"Aku pasti akan terlambat, bila kau suguhi aku makanan kesukaanku, aku akan lebih memilih makan daripada berangkat ke kantor," jawab Azla mulai menyendok nasi goreng di depannya, dia memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Jangan mengada-ngada, pekerjaanmu jauh lebih penting daripada makan, ternyata orang sepertimu juga bisa bertingkah bodoh," timpal Serin mendongakkan kepala ke belakang sekilas lalu kembali memandang Ana.

"Kenapa tidak, pada dasarnya semua orang bodoh bukan? Namun karena mereka belajar, maka mereka pun menjadi pintar," tutur Azla di sela-sela kunyahannya, dia kembali memasukkan sesendok nasi ke dalam mulut.

"Its True, cepat habiskan sarapanmu! Sebelum kau terlambat," ucap Serin memperingati.

"Baiklah, sarapan ini sudah habis," jawab Azla memasukkan sarapan yang tinggal sesendok ke dalam mulutnya.

"Kau itu lapar atau rakus? Cepat sekali sarapan itu habis," ejek Serin, dia menarik botol susu yang telah kosong dari kuluman Ana.

"Kau menyuruhku menghabiskannya, setelah habis kau mengejekku rakus? Apa akalmu masih sehat?" Timpal Azla yang serba salah.

Tidak ada jawaban dari Serin, dia meletakkan botol susu yang telah kosong di atas meja dan mengangkat piring kotor bekas sarapan dari depan Azla lalu meletakkanya kembali ke atas nampan, Serin berdiri dari tempat duduk, dia mengangkat nampan dari atas meja dan berjalan meninggalkan Azla dengan Ana, perdebatan mereka itu bagi orang lain sangatlah serius, padahal mereka sudah biasa berdebat seperti itu, ada saja jawaban tidak terduga yang terlontar dari mulut Azla yang kadang membuat Serin kagum.

Ketika melewati ruang kerja Dean, tiba-tiba Serin menghentikan langkah, dia mendongak ke arah ruangan itu yang pintunya tertutup rapat dan terkunci, Serin tiba-tiba teringat saat-saat dia bersama Dean, biasanya ruangan di hadapannya merupakan ruangan yang biasa dia kunjungi setiap malam ketika Dean lembur, namun sekarang, sudah menjadi ruangan yang tidak terpakai, Serin membelokkan langkah, dia menghampiri pintu ruangan itu.

Salah satu tangannya meraih kunci di atas lemari pendek dekat pintu, dia memasukkan kunci ke dalam lubang kunci, dengan satu putaran, pintu terbuka, Serin mendorong pintu ke dalam sambil masuk ruangan, di sana, semua dokumen tertata rapi di tempatnya masing-masing, tidak ada yang berubah dari ruang kerjanya Dean, hanya saja pemilik ruangan itu telah tiada, Serin meletakkan nampan berisi piring kotor di atas meja kerja tanpa menghentikan langkah, setiap inci meja kerja itu dia pandang satu persatu.

Serin membuka laci meja dari atas, isinya beberapa dokumen bermap merah, dia menutupnya kembali, lalu membuka laci nomor dua, isinya juga beberapa dokumen bermap biru, salah satu tangannya mengambil dukomen itu dari dalam laci, laci di tutup perlahan, tanpa sengaja mata Serin melihat amplop putih dalam laci yang di tutupnya, dia berhenti mendorong laci dan mengambil amplop itu, salah satu tangannya kembali mendorong laci hingga tertutup sempurna.

Azla tiba-tiba datang dari luar, dia tidak sengaja melihat pintu ruang kerja Dean terbuka, jadi dia masuk ke dalam ruangan cuma ingin memastikan bahwa yang memasuki ruang kerja Dean bukanlah penyusup atau orang lain yang membahayakan, dia merasa lega, ketika melihat yang berada dalam ruangan adalah Serin.

"Aku kira ada penyusup, ternyata kau," ucap Azla menghampiri Serin di meja kerja Dean.

"Why? Aku hanya teringat dengan Dean ketika melihat ruangan ini, maka dari itu aku masuk ke dalam ruangan ini," jawab Serin tanpa memandang Azla di dekatnya.

"Apa itu? Kau mendapatkan surat?" Timpal Azla ketika melihat amplop putih di tangan Serin.

"Entah, ini ada kop suratnya, dari Rumah Sakit Subanda Diraja," ucap Serin membaca kop surat yang tertulis di amplop putih, dia langsung membuka ujung surat lalu mengambil surat di dalamnya.

"

MENIKAHI IBU TIRI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang