PENJELASAN

203 2 0
                                    

Di dalam ruangan, Azla membaca berkas laporan keuangan sambil memutar kursi, dia tidak terlalu memperdulikan hal ini, karena manager keuangan di kantor adalah sahabat Dean yang selama ini bisa di percaya, bahkan kadang ekonomi kantor naik derastis dengan adanya investor dari luar negara, jadi Azla pikir, perusahaan tak akan kekurangan dana.

Azla terus membolak-balik halaman berkas dengan teliti hingga terpaku pada satu halaman yang di baliknya, halaman itu menunjukkan laporan keuangan bulan ini, ada yang janggal, bagaimana bisa lima milyar turun menjadi satu milyar, jika begitu dia hanya bisa membayar karyawan sampai bulan depan, padahal selama ini semua baik- baik saja.

Azla menghela napas sambil mengulang halaman ke halaman satu, dia mengoreksi dengan detail tapi hasilnya tetap sama saja dan melempar berkas di atas meja, perusahaan telah kehilangan empat milyar dalam satu bulan, dia pikir pencuri satu ini sangat handal dalam menjalankan aksi, si pencuri memanfaatkan situasi yang sedang rumit untuk mencuri agar tidak mudah di ketahui, Azla menempelkan gagang telpon di telinganya dengan tangan yang terus memencet nomor secara acak.

"Suruh Azrorifal untuk ke ruanganku, sekarang!" Perintah Azla pada kepala stafnya lalu kembali meletakkan gagang telpon di tempar semula.

"Bitch! Semua sudah berani orang mempermainkan aku dan memperalat Dean," gumam Azla, dia menggebrak meja dengan telapak tangan sampai mengeluarkan suara.

Di tengah amarahnya, tiba-tiba ponsel di atas meja berbunyi, Azla melirik ke arah ponsel sekilas lalu mengalihkan pandangan ke tempat lain, dia sangat malas jika amarahnya terganggu oleh sebuah telpon yang masuk, tapi bila tidak di angkat, dia bisa saja menyia-nyiakan hal penting, Azla mengambil ponselnya, di layar terpampang nama Max, dia menduga kalau Max pasti sudah menemukan bukti untuk menunjukkan dirinya tak bersalah, Azla menggeser simbol telpon ke atas lalu menempelkan ponsel di telinganya.

"Bisakah kita bertemu? Aku sudah berada di cafe biasa," ucap Max dari dalam telpon.

"Tunggu aku, sebentar lagi aku akan sampai di sana," jawab Azla sambil mematikan ponsel.

Tanpa menunggu sesuatu, Dia langsung berdiri dari tempat duduk, memakai jas yang di sampirkan di sandaran kursi lalu berjalan keluar ruangan, kira-kira bukti semacam apa yang membuat Max bebas dari perangkap, Azla menepukkan kedua telapak tangan.

Dia masuk ke dalam bagian belakang dan mengambil soda di kantong kursi depannya, saat hendak meneguk, Azla tak sengaja melihat sesuatu yang lain dalam kantong itu, seperti sebuah foto, dia melanjutkan meneguk soda sampai habis,
Azla menutup botol soda tanpa mengalihkan pandangan dari foto itu, dia meletakkan kembali botol soda dan mengambil foto yang telah menyita perhatiannya.

Tampak dia bersama dengan ibu dan Dean, di dalam foto itu dia masih berusia tujuh belas tahun, ibunya juga menyunggingkan senyum lebar, Azla teringat kala dia berumur tujuh belas tahun, keluarganya masih lengkap dan sangat bahagia, setiap sore, ada waktu untuk mereka bercengkerama.

ibunya menjadikan dia orang yang baik, tapi hal itu tidak bertahan lama, ibunya Azla menghilang tanpa jejak, di sisi lain Dean frustasi dan dia tidak mendapatkan izin untuk mencari ibunya karena usia yang sangat muda, Azla menyimpan foto itu dalam saku jas, untuk sekarang lebih baik memecahkan siapa pembunuh Dean.

Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya mobil berhenti di parkiran cafe, Azla turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam cafe, hari masih pagi jadi suasana cafe juga tidak terlalu ramai, tanpa menghentikan langkah untuk mencari keberadaan Max, Azla sudah melihat Max di meja nomor lima paling ujung, dia terdiam di tempatnya sambil menyisingkan rambut ke belakang.

"Apa aku membuatmu menunggu lama?" Sapa Azla sambil duduk di kursi depan Dev.

"No, aku kebetulan ada janji dengan kliyen di sini," jawab Max tanpa mengalihkan pandangan dari luar ruangan.

"Mana kliyenmu?" Tanya Azla yang melihat Max seorang diri dalam cafe ini.

"Barusaja pulang, oh iya, ada sesuatu yang kau harus tau," jawab Max membuat Azla di depannya penasaran.

"So what?" Timpal Azla kembali bertanya.

"Aku tau kau menemukanku dalam rekaman cctv kantor, sebetulnya, aku ingin bertemu dengamu, tapi setelah melihat mobilmu tak ada di  parkiran,  aku membatalkan niat untuk menemuimu," ucap Max menjelaskan, dia tidak mau Azla salah paham.

"Lalu Zheir? Mengapa dia menggeledah almari khususku?"  jawab Azla, susah untuk membangkitkan kepercayaanya yanh sudah tenggelam apalagi jika sudah terbukti seperti ini.

"Entah, dia sudah memutuskan untuk keluar dari Mafia Escando sejak tahun lalu," timpal Max yang berusaha mengatakan sejujurnya.

"Aku masih menunggu bukti darimu," ucap Azla sambil berdiri, dia berbalik badan dan berjalan keluar restoran meninggalkan Max.

Daripada menata rencana dengan orang yang masih di ragukan kejujurannya, lebih baik membicarakan rencana dengan diri sendiri, sebab baik atau buruk itu yang tau diri sendiri. Azla masuk ke dalam mobil bagian belakang, dia mengambil foto yang di temukan dari dalam saku dan kembali memandangnya.

Dia bukan tak bahagia memiliki ibu tiri seperti Serin tapi dia ingin kembali bersama ibunya, jika situasi masih memungkinkan, Azla sangat berharap ibunya masih hidup saat nanti di temukan, entah bagaimana keadaannya sekarang setelah deapan tahun menghilang.

Untuk menenangkan pikiran, Azla membungkukkan punggung, dia mengambil sebotol alkohol dari bawah tempatnya duduk, sengaja di sembunyikan karena sebelumnya Azla belum pernah sekali pun meminum Alkohol, baginya Alkohol itu hanya sampah yang menambah beban pikiran, tapi sekarang dia tak berkeyakinan seperti itu, yang terpenting pikiran bisa tenang dan dia bisa menyukseskan rencananya.

Azla membuka tutup botol Alkohol, meneguknya perlahan sampai habis, rasanya bikin candu tapi hanya ada satu di bawah kursi, dia membuang botol Akohol ke jalanan melalui jendela mobil. Ketika itu, Azla terbayang ibu dan Dean yang membanggakan dia karena tidak meminum Alkohol seperti anak muda pada umumnya, kebanggaan itu hancur  karena masalah yang menerka.

"Mam, maafkan aku, aku pecundang!" Gumam Azla dengan setengah kesadaran.

"Aku pecundang," ulang Azla mengacak-acak rambutnya.

"Pecundang besar!" Teriak Azla dengan sisa kesadarannya dan terjatuh di sandaran kursi tak berdaya.

Pak sopir hanya menghela napas melihat kelakuan bos mudanya, dia tau tentang banyak hal tentangnya karena memang pak sopir sudah lama bekerja dengan keluarga Dean, yang di hadapi Azla bukanlah masalah kecil, tapi sangat besar, jika tidak pandai maka seuanya hancur, Azla saja sampai tumbang dalam masalah ini. Pak sopir jadi iba dengan Azla, semenjak Dean tiada, semua berantakan bagaikan jarum jam yang sudah patah menjadi dua.

                    BERSAMBUNG





MENIKAHI IBU TIRI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang